Livestockreview.com, Referensi. Lindungi Peternak Domestik, Pemerintah Jangan Asal Teken Free Trade Agrement Negara mana yang tak tergiur dengan pasar Indonesia? Jumlah penduduk yang mencapai 240 juta jiwa disertai peningkatan pendapat per kapita dan pertumbuhan kelas menengah yang sangat pesat merupakan pasar potensial untuk semua produk.
Ini tak lepas dari sikap pemerintah yang terlalu terbuka terhadap liberalisasi perdagangan. Tanpa mengukur kekuatan industri domestic dalam pertarungan pasar bebas, pemerintah terkesan ‘hobi’ meneken kerja sama perdagangan bebas (free trade area/FTA), meskipun berakibat fatal bagi ketahanan industri domestik dan pangan. Pasalnya, produk mereka makin terpinggirkan. Tak heran, publik pun bertanya, ada agenda apa di balik FTA tersebut?
Contoh konkret FTA yang merugikan Indonesia adalah CAFTA (China- Asean Free Trade Area). Sejak perjanjian itu diberlakukan pada Januari 2010, produk China terus membanjiri pasaran Indonesia. Anehnya, pasca-CAFTA yang membuat klenger industri dalam negeri, pemerintah terus saja menandatangani berbagai perjanjian kerjasama perdagangan lain yang serupa, termasuk perjanjian regional Asean-Australia-New Zealand FTA (AANZ FTA), dan juga India- Asean FTA. Tidak hanya itu, secara bilateral, Indonesia juga akan menjalin FTA dengan Uni Eropa, Cile, Turki, dan Pakistan.
Harus disadari, dalam era globalisasi, kelancaran arus barang dan jasa menjadi hal utama sehingga banyak negara menghilangkan hambatan tarif. Namun, mereka membuat pertahanan dalam negeri yang sifatnya nontariff barrier, seperti standardisasi dan safeguard (pengamanan) yang sangat ketat.
Sedangkan di Indonesia, standardisasinya terlalu longgar sehingga barang impor sangat mudah masuk. Penerapan AANZ FTA dikhawatirkan akan merugikan Indonesia. Pasalnya, item produk yang masuk FTA adalah barang konsumsi yang juga diproduksi di dalam negeri. Tak hanya itu, kedua negara tersebut selama ini dikenal sebagai produsen daging dan susu terbesar. Bisa jadi, jika AANZ FTA diberlakukan dapat menggerus peternakan daging dan susu di Indonesia.
Berdasarkan data BPS, neraca perdagangan RI-Selandia Baru selama tiga tahun berturut-turut mengalami defisit. Pada 2011, defisit perdagangan RI-Selandia Baru mencapai US$ 358 juta. Sedangkan dengan Australia, pada 2009 mengalami deficit tetapi dua tahun ini surplus menjadi US$ 285 juta pada 2011.
Pemerintah harus ekstra hati-hati dalam meratifikasi AANZ FTA, jangan sampai nasibnya seperti CAFTA yang membuat industri dalam negeri makin terpojok. Pendekatan untuk pertahanan industri dan pangan harus diutamakan dibanding untuk meredam inflasi.
Kapan peternak akan sejahtera kalau pemerintah lebih suka impor untuk stabilisasi harga? Jika ini terus dilanjutkan oleh pemerintah, peternak akan tergusur, dan perannya diambil alih oleh para pengimpor yang pada hakikatnya adalah para oportunis yang tidak memberi nilai tambah di perputaran ekonomi lokal. Jika ini dibiarkan, tentunya sangat membahayakan ketahanan pangan kita.
Percuma pemerintah selalu mendengungkan ketahanan pangan dan industri kalau nasib peternak dan sektor manufaktur tidak diperhatikan. Paling tidak hal ini tercermin pada kecerobohan dalam meneken FTA. Di negara maju, seperti AS, Eropa, dan Jepang, petani disubsidi agar tidak merugi dengan tujuan ketahanan pangan terjamin.
Di tengah ancaman krisis global, Indonesia harus pintar-pintar memanfaatkan berlakunya FTA. Jika tidak pasar domestik justru akan menjadi korban karena menjadi bulan-bulanan produk impor ketimbang ekspansi ekspor produk dalam negeri.
Untuk itu, daya saing industri harus ditingkatkan. Selain itu, pemerintah harus cerdas dalam menyiasati era FTA dengan membuat barikade pengamanan pasar dalam negeri melalui pengetatan standardisasi, safeguard, serta mengantisipasi adanya perdagangan tidak adil seperti dumping dan lainnya.
Berbagai perguruan tinggi yang ada di Indonesia harus dilibatkan untuk mengevaluasi kegagalan RI menghadapi FTA, serta mengkaji produk-produk RI mana saja yang siap untuk bertarung di pasar bebas. Ini sangat penting agar kita tidak menjadi pecundang dalam liberalisasi perdagangan dengan kedok FTA. Jad,i wahai pemerintah, berhati-hatilah dalam meratifikasi FTA. follow our twitter: @livestockreview
sumber: investor | editor: soegiyono