Livestockreview.com, Riset. Hari libur pada awal puasa belum lama ini tak dihabiskan Muchammad Sobri untuk bersantai. Dosen Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini memilih berada di peternakan kelincinya di Desa Gading Kulon, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Di tempat itu, Sobri asyik berkutat dengan seribu kelincinya.Sobri punya alasan berada di peternakannya meski hari libur. ”Saya terus mengembangkan penelitian tentang pakan ternak,” katanya. Ini dilakukan agar hasil penelitiannya bisa dinikmati masyarakat peternak dengan harga murah.Bapak dua anak ini sebenarnya baru saja menuntaskan penelitiaanya tentang pakan kelinci. Hasilnya, dia berhasil menemukan formulasi pakan kelinci. Formulasi ini dinamakan Biskuit Kelinci (Bici).
Bici adalah formulasi pakan kelinci hijauan, seperti rumput, leguminosa atau wortel. Bahan yang dipakai adalah bahan baku pakan yang biasa dipakai untuk unggas. Bahan-bahan itu adalah jagung, pollar, minyak tumbuhan, bungkil kedelai, bekatul, vitamin, mineral, antioksidan, antijamur dan antibakteri.
Bentuk biskuit untuk formulasi pakan ini dipilih untuk memudahkan pemberian pakan kepada kelinci. Selain itu juga agar bisa disimpan dalam jangka waktu lama dan agar kelinci menggemarinya. ”Kelinci kan binatang pengerat. biskuit kan bisa dikerat,” ujar Sobri yang juga menjabat sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Pertanian dan Peternakan UMM ini.
Kandungan gizi lebih tinggi
Bici diciptakan untuk pertumbuhan, bunting dan laktasi. Karena itu keunggulan Bici adalah mempunyai kandungan gizi dan protein yang tinggi. mempercepat pertumbuhan berat badan, menekan angka kematian, dan mempercepat reproduksi dan jumlah anak dalam satu kelahiran (litter size).
Selain itu, mudah digunakan, dagingnya menjadi lebih empuk, berserat halus dan berkolagen rendah. Dan, aman terhadap lingkungan karena kotoran kelinci tidak berbau, juga bisa dipakai sebagai solusi untuk mengatasi kesulitan mendapatkan rumput bagi peternak kelinci hias yang bermukim di perkotaan.
Bici mempunyai kandungan protein kasar (18 persen), bahan kering (86 persen), lemak kasar (3 persen), serat kasar (8 persen), Abu (11 persen), vitamin A (10,000 IU/Kg), vitamin D3 (1,800 IU/Kg), vitamin E (90 IU/Kg), vitamin C (1,000 Mg/Kg). Juga mengandung antioxidan, pemacu pertumbuhan, antijamur, antimikotoxin, fitobiotik.
Untuk kelinci dan binatang pengerat lain
Bici tak hanya bisa untuk kelinci. Namun binatang hias pengerat lainnya, seperti hamster dan tupai. Juga bisa untuk marmut dan chicilia.
Dalam sehari, setiap 1 Kg berat badan kelinci harus diberi jatah Bici sebanyak 50 gram tanpa perlu menambah jenis pakan lain. 50 gram Bici ini nilainya sama dengan 1 Kg rumput. Pemberian Bici harus disertai dengan pemberian minum.
Sobri memulai penelitian mandiri ini tahun Januari 2007 selama dua tahun. Penelitiannya berawal dari pendapat seorang mahasiswanya tentang tingginya angka kematian kelinci. Ia tak percaya begitu saja. Untuk membuktikkannya, dia lantas banting setir dari beternak unggas ke kelinci.
Namun pendapat mahasiswanya ternyata betul. Pengalaman Sobri beternak kelinci membutikkan angka kematian kelinci mencapai 60 persen untuk anakan dan 80 persen untuk indukan. Dibandingkan dengan unggas yang angka kematiannya hanya 3 persen, angka kematian kelinci terbilang cukup tinggi.
Pakan hijauan berkualitas rendah penyebab kematian kelinci
Sobri kemudian menemukan penyebabnya. Pakan hijauan adalah penyebab angka kematian kelinci cukup tinggi. ”Kualitas pakan tak terkontrol,” ujar pengajar mata kuliah Bahan pakan ternak dan formulasi ransum ini.
Menurut Sobri, standar kebersihan dan kualitas nutrien pakan hijauan yang didapat petani tidak terpenuhi. Ini karena petani asal mengambil rumput tanpa mempertimbangkan umur rumput.
Rumput seharusnya dipotong sebelum berbunga atau saat berusia 40 hari. Rumput yang dipotong setelah berbunga, berbuah atau berbiji atau rumput sudah berusia tua. Akibatnya kualitas nutriennya rendah. Sedangkan rumput yang dipotong di bawah usia 40 hari atau masih muda bisa mengakibatkan gangguang pencernaan pada hewan, seperti terjadinya kembung dan diare, karena kadar seratnya sangat rendah.
Petani juga sering menggunakan pakan hijauan dari limbah pertanian, seperti sayuran. Limbah sayuran selain kandungan nutrientnya rendah juga telah tercemar oleh jamur, aflatoksin dan insektisida.
Karena berpengalaman dalam beternak unggas, Sobri memilih bahan pakan unggas sebagai formulasinya. Selama ini, bahan pakan unggas tersebut bisa meningkatkan produktifitas dan menekan angka kematian.
Namun, formulasi pakan nonhijauan untuk kelinci ini masih berwujud butiran. Kelemahan wujud ini adalah berpotensi menjadi tidak higiens saat diberikan ke kelinci. Sobri pun berniat mengubah butiran ini menjadi biskuit atau pellet.
Namun, biaya untuk pembuatan mesin pengolahnya terlalu besar.
Beruntung, Sobri mendapatkan dana Iptek untuk Kewirausahaan Kampus dari Dirjen Dikti Kementrian Pendidikan Nasional sebesar Rp 100 juta pada Januari 2100. Dana itu kemudian dipakai untuk membuat mesin pencetak biskuit. Sedangkan untuk mesin pencetak pellet, ia kesampingkan dulu karena biayanya mencapai Rp 1, 2 miliar.
Dalam waktu tiga bulan, Sobri berhasil menciptakan mesin pencetak biskuit. Penemuannya pun kemudian dinaman Bici.Atas prestasinya, Sobri berhasil meraih rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) untuk kategori pakan kelinci nonhijauan. ”Pakan kelinci non hijauan ini ternyata belum ada di Indonesia, bahkan dunia,” tutur Sobri yang lahir di Kendal, Jawa Tengah 19 Januari 1972.
Berat 2 kg dalam 2,5 bulan
Salah seorang peternak kelinci di Kota Batu Fitrotou mengaku sudah pernah menggunakan hasil temuan Sobri. Menurutnya, kelinci lokal yang mengkonsumsi Bici sudah bisa mempunyai berat 2 Kg hanya saat masih berusia 2,5 bulan. Sedangkan kelinci lokal yang menkonsumsi rumput biasa mempunyai berat badan 2 kilo saat sudah berusia 6 bulan. “Angka kematiannya juga rendah,” ujarnya.
Muhammad Sobri tak hanya ahli meneliti formulasi pakan ternak, namun juga piawai dalam merancang mesin. Buktinya, dalam waktu tiga bulan, Ia sudah berhasil menciptakan mesin pencetak biskuit kelinci Mesin pencetak Bici terdiri dari tiga unit, yakni mesin pencetak, oven dan alat pengemas yang berbentuk vacum. Namun, dari tiga unit ini, Sobri hanya menciptakan mesin pencetak.
Sobri membuat mesin pencetak sendiri karena alat pencetak biskuit yang ada di pasaran tidak ada yang cocok untuk produk Bici.Cara kerja mesin sederhana. Pakan yang masih berbentuk butiran dimasukkan ke mesin melalui sebuah lubang yang diletakkan di bagian atas. Butiran kemudian ditekan dengan besi penekan berbobot 5 ton dan keluar dalam bentuk biskuit.
Dari mesin pencetak, biskuit kemudian dimasukkan ke oven dengan suhu 250 derajad celcius selama satu jam. Tujuannya adalah untuk mensterilkan biskuit. Dari mesin oven, biskuit kemudian dimasukkan dalam kemasan 1 Kg yang berisi 60 buah biskuit dan 0,5 Kg yang berisi 30 buah. Kemasan ini kemudian ditutup pada mesin vacum. Tujuannya adalah untuk menghilangkan kedap udara agar tahan lama.
UMM tertarik memproduksi Bici untuk kegiatan bisnisnya. Melalui CV University Farm UMM, Bici diproduksi dalam kemasan 1 Kg seharga Rp 25 ribu dan dan 0,5 Kg seharga Rp 15 ribu. Produksi ini sementara ditargetkan untuk kelinci hias.
Direktur CV University Farm Machmudi mengatakan pengembangan produksi Bici terus dilakukan agar formulasi pakan ternak nonhijauan ini bisa dimanfaatkan oleh para peternak. CV University Farm saat ini sedang membangun mesin pengolah formulasi pakan ternak nonhijauan berbentuk pellet untuk kalangan peternak. ”Jika dibentuk dalam pellet, harganya jauh lebih murah dibandingkan dalam bentuk biskuit.” bb/tn/ind