Livestock Review Indonesia
  • Home
  • Fokus Utama
  • News
  • Bisnis
  • Referensi
  • Artikel Lainnya
    • Produk Olahan
    • Opini
    • Riset
    • Tokoh
    • Kampus
    • lain-lain
    • Gallery
  • About
    • Tentang Kami
    • Pemasangan Iklan
    • Contact Us
  • Download

Follow us

Facebook
Twitter
Instagram
Livestock Review Indonesia
2K Likes
2K Followers
0 Followers
Livestock Review Indonesia
  • Home
  • Fokus Utama
  • News
  • Bisnis
  • Referensi
  • Artikel Lainnya
    • Produk Olahan
    • Opini
    • Riset
    • Tokoh
    • Kampus
    • lain-lain
    • Gallery
  • About
    • Tentang Kami
    • Pemasangan Iklan
    • Contact Us
  • Download
  • Fokus Utama
  • Riset

Menelusuri Muasal Sapi Indonesia

  • Livestock Review
  • Sep 24, 2013
  • No comments
Total
0
Shares
0
0
0
0
0

Livestockreview.com, Referensi. Muasal ternak sapi Indonesia agaknya perlu diubah. Selama ini sapi di Indonesia disebut-sebut sebagai keturunan sapi impor, yakni sapi India (benggala) dan sapi Eropa (ongole). Ternyata, berdasarkan penelitian Sutopo dari Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang, sapi asli Indonesia berasal dari Bali.Secara fisik, penampilan sapi Bali bisa dibedakan dari sapi India dan Eropa. Sapi India memiliki punggung yang berpunuk, sedangkan sapi Eropa tak berpunuk. Sapi Bali berwarna cokelat, dengan pantat putih, kaki seperti berkaus putih, dan garis hitam di punggung. Biasanya daging sapi Bali dikonsumsi masyarakat banyak.Adapun sapi India dan Eropa, kebanyakan dikonsumsi ketika hari raya, atau dalam sebuah perjamuan di hotel atau restoran.

Penemuan sapi asli Indonesia melalui penelitian Sutopo untuk disertasi doktornya di Tokyo University of Agriculture, Jepang beberapa tahun lalu tersebut tentu amat berarti. Sebab, pendapat selama ini, yang seperti mitos, menganggap bahwa sapi Indonesia berasal dari induk sapi luar, terutama India. Hal itu tak lain lantaran data arkeologi tentang asal-usul sapi Indonesia amat minim. Paling banter, “Hanya ada bukti arkeologi berupa relief di Candi Borobudur,” ujar Sutopo. Bukti itu pun cuma menggambarkan peran sapi sebagai ternak dan pembantu petani untuk menggarap sawah serta ladang.
Seorang ilmuwan Jepang, Takao Namikawa, pada 1970-an pernah meneliti sapi Indonesia. Toh, ia belum menemukan riwayat sapi Indonesia. Dua puluh tahun kemudian, ilmuwan lain yang juga dari Jepang, Takazi Amano, hanya meneliti ternak kerbau. Ketika itu Sutopo membantu Amano di lapangan. Rupanya pengalaman bersama Amano membuat Sutopo, yang semasa kuliah hingga lulus dari Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro tahun 1989 juga merangkap sebagai blantik (pedagang sapi), bersemangat untuk meneliti sejarah sapi asli Indonesia. Untuk itu, ia menggunakan jalur genetika dengan metode penandaan protein enzim dan polymorphism (keragaman) DNA (deoxyribonucleic acid).
Sebanyak 234 ekor sapi berbagai jenis digunakan sebagai sampel. Akhirnya, dengan analisis komponen pembeda utama, diperoleh pengelompokan sapi Bali bersama banteng, yang memiliki ciri-ciri genetis berbeda dengan sapi India dan sapi Eropa, berikut keturunannya. Setelah itu, Sutopo meneliti lagi asal-usul induk pejantan ataupun betina dari sapi Bali. Dengan sampel 700 ekor sapi dan metode microsatellite DNA, diperoleh kesimpulan bahwa induk jantan sapi Bali memang asli Indonesia, bukan keturunan sapi India ataupun Eropa. Kemudian, dengan sampel 600 ekor sapi dan metode mitochondrial DNA (gen spesifik dari induk betina), didapatkan hasil bahwa induk betina sapi Bali juga berasal dari keturunan sapi Bali.
Kelebihan sapi Bali
Itu berarti asal-usul sapi asli Indonesia yang keturunan sapi Bali itu masih murni, tanpa ada pengaruh genetis sapi impor. Berdasarkan itu, Sutopo mendukung adanya upaya melindungi, untuk kemudian mengembangbiakkan kemurnian Sapi Bali. Selama ini turunan sapi India dan Eropa paling banyak dikembangbiakkan dan digunakan oleh petani ataupun peternak Indonesia. Demikian pula dagingnya yang dikonsumsi masyarakat. Padahal, menurut Sutopo, sapi Bali punya beberapa kelebihan dibandingkan dengan sapi impor. Di antaranya kelebihan dalam soal mutu daging, daya tahan terhadap penyakit, dan kemampuan adaptasi. Selain itu, “Sapi Bali selama masa produktifnya mampu beranak tujuh kali, sementara sapi India dan Eropa hanya lima kali,” kata Sutopo. tn/dw/ldi/ind

penulis: oktinia | editor: sugiyono

follow our twitter: @livestockreview

Livestock Review

Livestockreview.com didedikasikan untuk turut memajukan industri peternakan dan produk hasil olahannya di tanah air. Diasuh oleh para ahli di bidangnya, Livestockreview.com menjadi ajang update informasi bagi para pelaku bisnis dan industri peternakan Indonesia.

Previous Article
  • Fokus Utama
  • news

Aplikasi Bioteknologi untuk Dukung Pemenuhan Kebutuhan Daging dan Susu Dalam Negeri

  • Livestock Review
  • Sep 23, 2013
Baca selengkapnya...
Next Article
  • Fokus Utama
  • Referensi

Sapi Perah, Pabrik Alami yang Istimewa

  • Livestock Review
  • Sep 29, 2013
Baca selengkapnya...

Baca Artikel lainnya

Baca selengkapnya...
  • Fokus Utama
  • Referensi

Mikroba Rumen: Kecil Jasadnya, Besar Fungsinya

  • Mar 9, 2023
Baca selengkapnya...
  • Bisnis
  • Fokus Utama

Akselerasi Teknologi Tepat Guna untuk Perunggasan Indonesia

  • Feb 27, 2023
Baca selengkapnya...
  • Bisnis
  • Fokus Utama

Teknologi yang Menentukan Daya Saing Industri Perunggasan Nasional

  • Feb 1, 2023
Baca selengkapnya...
  • Fokus Utama
  • Referensi

Ekologi dan Kesehatan Rumen

  • Jan 25, 2023
Baca selengkapnya...
  • Fokus Utama
  • Referensi

Pentingnya Memahami Feed Intake

  • Jan 16, 2023

Trending

  • 1
    • Fokus Utama
    • Referensi
    Mikroba Rumen: Kecil Jasadnya, Besar Fungsinya
  • 2
    • Bisnis
    • Fokus Utama
    Akselerasi Teknologi Tepat Guna untuk Perunggasan Indonesia
  • 3
    • Bisnis
    • Fokus Utama
    Teknologi yang Menentukan Daya Saing Industri Perunggasan Nasional
  • 4
    • Fokus Utama
    • Referensi
    Ekologi dan Kesehatan Rumen
  • 5
    • Fokus Utama
    • Referensi
    Pentingnya Memahami Feed Intake
 

Instagram

livestockreview
Indonesia Livestock Club (#ILC25): Kesiapan Industri Perunggasan Menyambut Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri
Beberapa menit setelah lahir, ruminansia muda yang sering disebut pre-ruminant, terekspos dengan bermacam-macam mikroba sejak mulai di saluran organ reproduksi dan vagina, saliva, kulit, dan feses induknya. Ketika lahir, induknya menjilat-jilat dan memakan lendir dan cairan yang menyelimuti tubuh anaknya.
Salah satu kunci untuk dapat bertahan di perunggasan adalah melalui efisien dan peningkatan produktifitas yang dapat terwujud dengan penggunaan teknologi.
Perkembangan teknologi digital telah membantu perkembangan industri perunggasan menjadi lebih efisien, dengan adanya peran big data, cloud, internet untuk segala (IoT), dan kecerdasan buatan (AI) yang dapat meningkatkan produktifitas bisnis dan industri perunggasan di tanah air.
Sikap optimis dalam memasuki 2023 perlu untuk ditularkan kepada para pemangku kepentingan (Stake holder) bisnis dan industri perunggasan, agar dapat secara bersama-sama membenahi sektor perunggasan sebagai bagian dari penyuplai bahan pangan sumber protein hewani yang penting bagi masyarakat Indonesia."
Ruminansia adalah sekelompok hewan yang dicirikan oleh aktivitas memamah biak atau mengunyah kembali bolus pakan yang sudah ditelan. Kegiatan itu dikenal dengan istilah ruminasi.
Follow
Livestock Review Indonesia
  • About
  • Term Of Service
  • Privacy Policy
  • Arsip Artikel
  • Gallery
  • Download
  • Contact Us
  • WP File download search
Dairy, Meat & Livestock Update, Portal Berita Peternakan
Design & Dev by IMAJIX DIGITAL

Input your search keywords and press Enter.