Livestock Review Indonesia
  • Home
  • Fokus Utama
  • News
  • Bisnis
  • Referensi
  • Artikel Lainnya
    • Produk Olahan
    • Opini
    • Riset
    • Tokoh
    • Kampus
    • lain-lain
    • Gallery
  • About
    • Tentang Kami
    • Pemasangan Iklan
    • Contact Us
  • Download

Follow us

Facebook
Twitter
Instagram
Livestock Review Indonesia
2K Likes
2K Followers
0 Followers
Livestock Review Indonesia
  • Home
  • Fokus Utama
  • News
  • Bisnis
  • Referensi
  • Artikel Lainnya
    • Produk Olahan
    • Opini
    • Riset
    • Tokoh
    • Kampus
    • lain-lain
    • Gallery
  • About
    • Tentang Kami
    • Pemasangan Iklan
    • Contact Us
  • Download
  • Opini

Tantangan Pembiayaan Swasembada Daging 2014

  • the editor
  • May 30, 2010
  • One comment
Total
0
Shares
0
0
0
0
0

Livestockreview.com, Pendapat. Telah dua kali pemerintah gagal mencapai target swasembada daging yakni pencanangan pada 2005 dan 2010 ini. Kini, pemerintah kembali mencanangkan program kecukupan daging pada 2014. Program ini masuk dalam percepatan pelaksanaan prioritas pembangunan nasional 2010, dan menjadi bagian dari kontrak kinerja Menteri Pertanian Suswono kepada Presiden Yudoyono.Atas nama swasembada daging dianggarkan subsidi Rp 1,5 triliun kepada peternak untuk pengadaan bibit sapi, baik untuk sapi potong maupun sapi perah. Dengan anggaran itu, peternak bisa meminjam kredit komersial di bank dengan bunga hanya 5% per tahun. Selisih bunga dengan bunga komersial akan disubsidi pemerintah.

Namun program yang diluncurkan sejak 2009 itu seolah mampet. Padahal Direktur Pembibitan, Ditjen Peternakan Kementerian Pertanian pernah menyatakan usulan permintaan kredit usaha pembibitan sapi (KUPS) mencapai 1.200 proposal.

Hingga kini baru 13 pelaku usaha yang sudah mendapatkan rekomendasi KUPS dari 34 perusahaan/koperasi yang mengajukan permohonan ke sekretariat KUPS. Mengapa ini bisa terjadi? Padahal pintu rekomendasi demikian mudah didapat. Untuk perusahaan dan koperasi, rekomendasi didapat dari KUPS di pusat, sementara untuk peternak atau kelompok ternak cukup rekomendasi dari dinas peternakan daerah. Mudah bukan?

Yang terjadi, nilai rekomendasi tersebut tak terlalu berarti.

Rekomendasi dari pemerintah ternyata hanya sekadar pertimbangan teknis tanpa “kekuatan” untuk membuka brankas perbankan. Karena toh keputusan dapat tidaknya KUPS ada di pihak perbankan. Kebijakan macam apa ini? Janji subsidi bunga skema KUPS di awal memang terdengar manis.

Apa daya jika subsidi tersebut hanya bisa berjalan jika pihak bank mau memberikan kredit. Padahal pihak bank baru mau memberikan kredit dengan cara sangat konvensional, yakni adanya agunan. Ini jelas sesuatu yang sulit bagi peternak rakyat. Sertifikat lahan atau usaha bukan sesuatu yang mudah disiapkan oleh para peternak.

Dari sini jelas bahwa seretnya pengucuran kredit usaha peternakan disebabkan tidak adanya lembaga penjamin kredit. Ketika peternak atau kelompok ternak akan meminjam kredit, tidak ada satu pun lembaga penjaminnya.

Bahkan jaminan ternak hidup juga ditolak perbankan. Berbeda dengan usaha budi daya tebu, petani mendapat jaminan dari pabrik gula yakni PT Perkebunan Nusantara (PTPN).

Alih-alih mendapat pembelaan dan dukungan dari pemerintah dalam memperjuangkan perolehan KUPS, Presiden SBY malah mengundang Australia untuk menanamkan modalnya di enam provinsi yaitu Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Maluku dan Bali.

Padahal dalam situasi seperti ini yang sebaiknya dilakukan adalah melakukan kaji ulang KUPS karena sulitnya diakses. Jika kredit untuk usaha peternakan tetap memakai konsideran Undang-undang No. 7/1992 tentang Perbankan, maka sulit bagi bank mencairkan kredit untuk peternak.

Meski dalam KUPS pemerintah memberikan subsidi bunga, pihak bank tetap menggunakan prosedur dan ketentuan baku perbankan. Apalagi, risiko terhadap kredit menjadi tanggungan perbankan.

Pengembalian lama

Persoalan lain yang menjadi ganjalan bank mencairkan kredit adalah pengembalian modal usaha pembibitan sapi (breeding) cukup lama. Untuk bisa menghasilkan anak sapi yang layak untuk dijual memerlukan waktu minimal 2 tahun-3 tahun. Dengan kondisi seperti itu, perbankan akan berpikir ulang mengucurkan kredit. Apalagi untuk peternak atau kelompok ternak yang tidak mempunyai jaminan dan lembaga penjamin. Seperti Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang diharapkan bisa mengakses kredit itu juga bakal kesulitan. Persoalannya adalah, Gapoktan bukan badan usaha sehingga tidak ada jaminannya. Masalah klasik akan muncul yakni serapan anggaran untuk subsidi bunga akan sangat kecil. Apalagi, selama ini semua orang tahu, di sektor pertanian kecuali perkebunan, perbankan akan sulit mengucurkan kredit. Jangan sampai terkesan kebijakan ini setengah hati.

Jika tahun ini kredit yang terserap sedikit, dan tahun depan Menteri Keuangan tidak memberikan anggaran lagi, maka bisa-bisa salah satu instrumen swasembada daging akan hilang. Artinya, untuk mencapai swasembada daging makin berat. Padahal dibandingkan dengan program swasembada daging sapi (PSDS) 2010, untuk mencapai target PSDS 2014 tantangannya lebih berat.

Kalkulasinya, jika pada awal pencanangan yakni tahun 2006, kekurangan kebutuhan daging sapi hanya 40.000 ton daging dan 325.000 ekor sapi bakalan. Sedangkan pada PSDS 2014, kondisinya lebih berat. Sebab, saat ini untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri, Indonesia harus mengimpor sebanyak 85.000 ton daging dan 700.000 ekor sapi bakalan. Jadi tingkat kesulitan PSDS 2014 dua kali lipat pada PSDS 2010.

Bagaimana subsektor lain? Sebenarnya anggaran sebanyak Rp1,5 triliun yang disediakan pemerintah untuk subsidi KUPS masih jauh dari harapan. Apalagi, dalam subsektor peternakan ada empat klausul yang saling terkait yakni pembibitan, pengembangbiakan, pemeliharaan anak dan penggemukan.

Saat ini anggaran Rp1,5 triliun itu hanya untuk usaha perbibitan, sedangkan anggaran untuk usaha lain belum ada. Sebenarnya pemerintah bisa mengalokasikan lebih besar untuk mendukung swasembada daging. Tinggal bagaimana kemauan politik pemerintah. Jika pemerintah tampak cuek saja dengan situasi ini, maka tak menutup kemungkinan KUPS bakal bernasib sama dengan skim kredit ketahanan pangan dan energi (KKPE).

bi/falik rusdayanto, direktur the golden institute jakarta

the editor

Menyelesaikan kuliah di Universitas Gadjah Mada Fakultas Peternakan Yogyakarta, pada 2006 bersama beberapa para ahli teknologi pangan merintis pendirian majalah teknologi dan industri pangan.Minat yang disukai adalah dalam hal jurnalistik, pangan, peternakan, wira usaha dan teknologi.

Next Article
  • Opini

Apa dan Bagaimana Good Halal Practices Produk Hasil Peternakan

  • Livestock Review
  • Jul 26, 2010
Baca selengkapnya...

Baca Artikel lainnya

Baca selengkapnya...
  • Opini

Peta Jalan Komoditi Peternakan

  • Jan 4, 2023
Baca selengkapnya...
  • Fokus Utama
  • Opini

Menunggu Nasib Keberlangsungan Perunggasan yang Tumbuh tanpa Pembangunan

  • Jul 22, 2021
Baca selengkapnya...
  • Fokus Utama
  • Opini

Sapi Wagyu dan Potensi Pasar Daging di Indonesia

  • Dec 28, 2020
Baca selengkapnya...
  • Fokus Utama
  • Opini

Menakar Privatisasi Pelayanan Inseminasi Buatan (IB)

  • Dec 24, 2020
Baca selengkapnya...
  • Fokus Utama
  • Opini

Jika Peternakan Rakyat Naik Kelas

  • Dec 23, 2020

Trending

  • 1
    • Fokus Utama
    • Referensi
    Mikroba Rumen: Kecil Jasadnya, Besar Fungsinya
  • 2
    • Bisnis
    • Fokus Utama
    Akselerasi Teknologi Tepat Guna untuk Perunggasan Indonesia
  • 3
    • Bisnis
    • Fokus Utama
    Teknologi yang Menentukan Daya Saing Industri Perunggasan Nasional
  • 4
    • Fokus Utama
    • Referensi
    Ekologi dan Kesehatan Rumen
  • 5
    • Fokus Utama
    • Referensi
    Pentingnya Memahami Feed Intake
 

Instagram

livestockreview
Indonesia Livestock Club (#ILC25): Kesiapan Industri Perunggasan Menyambut Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri
Beberapa menit setelah lahir, ruminansia muda yang sering disebut pre-ruminant, terekspos dengan bermacam-macam mikroba sejak mulai di saluran organ reproduksi dan vagina, saliva, kulit, dan feses induknya. Ketika lahir, induknya menjilat-jilat dan memakan lendir dan cairan yang menyelimuti tubuh anaknya.
Salah satu kunci untuk dapat bertahan di perunggasan adalah melalui efisien dan peningkatan produktifitas yang dapat terwujud dengan penggunaan teknologi.
Perkembangan teknologi digital telah membantu perkembangan industri perunggasan menjadi lebih efisien, dengan adanya peran big data, cloud, internet untuk segala (IoT), dan kecerdasan buatan (AI) yang dapat meningkatkan produktifitas bisnis dan industri perunggasan di tanah air.
Sikap optimis dalam memasuki 2023 perlu untuk ditularkan kepada para pemangku kepentingan (Stake holder) bisnis dan industri perunggasan, agar dapat secara bersama-sama membenahi sektor perunggasan sebagai bagian dari penyuplai bahan pangan sumber protein hewani yang penting bagi masyarakat Indonesia."
Ruminansia adalah sekelompok hewan yang dicirikan oleh aktivitas memamah biak atau mengunyah kembali bolus pakan yang sudah ditelan. Kegiatan itu dikenal dengan istilah ruminasi.
Follow
Livestock Review Indonesia
  • About
  • Term Of Service
  • Privacy Policy
  • Arsip Artikel
  • Gallery
  • Download
  • Contact Us
  • WP File download search
Dairy, Meat & Livestock Update, Portal Berita Peternakan
Design & Dev by IMAJIX DIGITAL

Input your search keywords and press Enter.