Livestock Review Indonesia
  • Home
  • Fokus Utama
  • News
  • Bisnis
  • Referensi
  • Artikel Lainnya
    • Produk Olahan
    • Opini
    • Riset
    • Tokoh
    • Kampus
    • lain-lain
    • Gallery
  • About
    • Tentang Kami
    • Pemasangan Iklan
    • Contact Us
  • Download

Follow us

Facebook
Twitter
Instagram
Livestock Review Indonesia
2K Likes
2K Followers
0 Followers
Livestock Review Indonesia
  • Home
  • Fokus Utama
  • News
  • Bisnis
  • Referensi
  • Artikel Lainnya
    • Produk Olahan
    • Opini
    • Riset
    • Tokoh
    • Kampus
    • lain-lain
    • Gallery
  • About
    • Tentang Kami
    • Pemasangan Iklan
    • Contact Us
  • Download
  • Referensi

Muslihat Virus Avian Influenza

  • the editor
  • Feb 28, 2010
  • No comments
Total
0
Shares
0
0
0
0
0
Livestockreview.com, Referensi. Agar bisa menculik Dewi Sinta, Mahapatih Kala Marica bersiluman menjadi kijang emas, sementara Prabu Rahwana berubah menjadi pendeta tua. Usaha itu mereka lakukan untuk mengelabui dan mengecoh sistem penjagaan terhadap Dewi Sinta. Rahwana akhirnya berhasil mencuri Dewi Sinta. Demikian dikisahkan dalam cerita Ramayana. Cara seperti yang dilakukan Kala Marica ditiru oleh virus, yang merupakan parasit bagi makhluk hidup, dengan senantiasa ”bersiluman” dengan cara bermutasi guna mengelabui sistem pertahanan sel inang.
Cara ini memudahkan virus untuk memasuki sel dan membuat virus bisa luput dari serangan sel inang. Virus kemudian bisa berbiak di dalam sel inang dan bisa mengakibatkan kematian bagi organisme yang diinfeksi. Bukan hanya itu, dengan bermutasi, virus juga bisa menjadi kebal terhadap obat yang digunakan manusia untuk menumpas virus.
Salah satu virus yang berbahaya bagi manusia adalah virus influenza. Pada kurun lima tahun terakhir masyarakat dunia dihebohkan oleh penyebaran salah satu subtipe influenza A, yaitu H5N1 yang disebut flu burung. Virus ini dilaporkan telah membunuh 262 orang di seluruh dunia. Di Indonesia saja korbannya mencapai 115 orang.
Belum selesai menghadapi H5N1, kini masyarakat dunia dikejutkan oleh merebaknya infeksi dan penularan virus influenza A subtipe H1N1. Dalam waktu yang relatif singkat, virus ini telah membunuh lebih dari 400 orang di seluruh dunia. Dunia pun dinyatakan dalam keadaan pandemi influenza.
Di tengah kecemasan menghadapi pandemi, dilaporkan bahwa mulai ada virus influenza, baik H5N1 maupun H1N1, yang kebal terhadap Tamiflu. Padahal, Tamiflu dijadikan obat antivirus andalan untuk menangkal penyebaran H5N1 ataupun H1N1.

Hambat ”neuraminidase”

Oseltamivir, obat antivirus influenza yang dikenal dengan sebutan Tamiflu, bekerja dengan cara menghambat neuraminidase, yaitu protein enzim yang berada pada permukaan virus. Dalam menghambat neuraminidase, oseltamivir menempel pada sisi aktif enzim tersebut sehingga enzim neuraminidase menjadi tidak aktif. Neuraminidase berperan dalam melepaskan virus yang baru terbentuk sehingga virus baru ini bisa menyebar dan menginfeksi sel yang lain.
Virus yang baru terbentuk sebagai hasil perkembangbiakan di dalam sel awalnya masih menempel pada permukaan sel melalui residu asam sialat. Untuk melepaskan virus dari membran sel inang, neuraminidase memotong residu asam sialat tersebut. Jika aktivitas neuraminidase dihambat oleh oseltamivir, virus yang baru terbentuk tidak bisa lepas untuk menyebar sehingga perkembangbiakan virus bisa dihentikan.
Kondisi ini akan membantu sistem pertahanan tubuh untuk memenangi pertarungan melawan virus influenza yang tengah menyerang sehingga orang yang terinfeksi bisa sembuh.
Namun, jika oseltamivir gagal menghambat aktivitas neuraminidase, virus akan tetap berkembang biak dan bisa menyebar dari sel yang satu ke sel yang lain, walaupun penderita diberikan obat Tamiflu. Keadaan ini sangat berbahaya dan dapat mengancam nyawa penderita. Sebagai contoh, kasus kematian penderita akibat terinfeksi H5N1 yang kebal terhadap Tamiflu antara lain dilaporkan terjadi di Vietnam serta akibat infeksi H1N1 yang kebal Tamiflu dilaporkan terjadi di Belanda.

Mutasi gen ”neuraminidase”

Virus influenza bisa berubah menjadi kebal terhadap Tamiflu karena terjadi mutasi pada gen neuraminidase, yaitu gen penyandi protein neuraminidase. Mutasi adalah perubahan basa nukleotida pada molekul DNA atau gen, misalnya, perubahan basa sitosin (C) menjadi basa timin (T). Perubahan basa ini dapat mengakibatkan perubahan sandi genetik yang selanjutnya bisa mengubah residu asam amino dari protein yang disandi.
Gen neuraminidase berukuran 1.362 pasang basa dan menyandi protein neuraminidase, yang terdiri dari 454 residu asam amino. Mutasi C menjadi T pada basa nukleotida yang ke-763 mengubah residu asam amino yang ke-454 pada protein neuraminidase dari histidin menjadi tirosin.
Perubahan ini mengakibatkan tempat penempelan oseltamivir pada protein neuraminidase berubah sehingga oseltamivir tidak lagi bisa terikat pada neuraminidase (lihat Gambar). Akibatnya, aktivitas neuraminidase tidak bisa dihambat dan replikasi virus tidak bisa dihentikan oleh Tamiflu. Mutasi lain yang juga dilaporkan menimbulkan resistensi terhadap Tamiflu adalah mutasi yang mengubah residu asam amino ke-292 dari arginin menjadi lisin dan yang mengubah residu ke-294 dari asparagin menjadi serin.
Untuk mengantisipasi munculnya mutasi yang berbahaya pada virus influenza, sekuen atau urutan basa nukleotida DNA virus yang sedang berjangkit perlu dianalisis secara rutin. Perubahan gen neuraminidase perlu dipantau guna mengantisipasi berjangkitnya virus yang resisten terhadap Tamiflu. Selain itu, obat antivirus influenza alternatif juga perlu dikembangkan. Pengobatan menggunakan beberapa senyawa dengan cara kerja yang berbeda juga perlu dipertimbangkan.Artika

Livestockreview.com, Referensi. Agar bisa menculik Dewi Sinta, Mahapatih Kala Marica bersiluman menjadi kijang emas, sementara Prabu Rahwana berubah menjadi pendeta tua. Usaha itu mereka lakukan untuk mengelabui dan mengecoh sistem penjagaan terhadap Dewi Sinta. Rahwana akhirnya berhasil mencuri Dewi Sinta. Demikian dikisahkan dalam cerita Ramayana. Cara seperti yang dilakukan Kala Marica ditiru oleh virus, yang merupakan parasit bagi makhluk hidup, dengan senantiasa ”bersiluman” dengan cara bermutasi guna mengelabui sistem pertahanan sel inang.
Cara ini memudahkan virus untuk memasuki sel dan membuat virus bisa luput dari serangan sel inang. Virus kemudian bisa berbiak di dalam sel inang dan bisa mengakibatkan kematian bagi organisme yang diinfeksi. Bukan hanya itu, dengan bermutasi, virus juga bisa menjadi kebal terhadap obat yang digunakan manusia untuk menumpas virus.
Salah satu virus yang berbahaya bagi manusia adalah virus influenza. Pada kurun lima tahun terakhir masyarakat dunia dihebohkan oleh penyebaran salah satu subtipe influenza A, yaitu H5N1 yang disebut flu burung. Virus ini dilaporkan telah membunuh 262 orang di seluruh dunia. Di Indonesia saja korbannya mencapai 115 orang.
Belum selesai menghadapi H5N1, kini masyarakat dunia dikejutkan oleh merebaknya infeksi dan penularan virus influenza A subtipe H1N1. Dalam waktu yang relatif singkat, virus ini telah membunuh lebih dari 400 orang di seluruh dunia. Dunia pun dinyatakan dalam keadaan pandemi influenza.
Di tengah kecemasan menghadapi pandemi, dilaporkan bahwa mulai ada virus influenza, baik H5N1 maupun H1N1, yang kebal terhadap Tamiflu. Padahal, Tamiflu dijadikan obat antivirus andalan untuk menangkal penyebaran H5N1 ataupun H1N1.

Hambat ”neuraminidase”

Oseltamivir, obat antivirus influenza yang dikenal dengan sebutan Tamiflu, bekerja dengan cara menghambat neuraminidase, yaitu protein enzim yang berada pada permukaan virus. Dalam menghambat neuraminidase, oseltamivir menempel pada sisi aktif enzim tersebut sehingga enzim neuraminidase menjadi tidak aktif. Neuraminidase berperan dalam melepaskan virus yang baru terbentuk sehingga virus baru ini bisa menyebar dan menginfeksi sel yang lain.
Virus yang baru terbentuk sebagai hasil perkembangbiakan di dalam sel awalnya masih menempel pada permukaan sel melalui residu asam sialat. Untuk melepaskan virus dari membran sel inang, neuraminidase memotong residu asam sialat tersebut. Jika aktivitas neuraminidase dihambat oleh oseltamivir, virus yang baru terbentuk tidak bisa lepas untuk menyebar sehingga perkembangbiakan virus bisa dihentikan.
Kondisi ini akan membantu sistem pertahanan tubuh untuk memenangi pertarungan melawan virus influenza yang tengah menyerang sehingga orang yang terinfeksi bisa sembuh.
Namun, jika oseltamivir gagal menghambat aktivitas neuraminidase, virus akan tetap berkembang biak dan bisa menyebar dari sel yang satu ke sel yang lain, walaupun penderita diberikan obat Tamiflu. Keadaan ini sangat berbahaya dan dapat mengancam nyawa penderita. Sebagai contoh, kasus kematian penderita akibat terinfeksi H5N1 yang kebal terhadap Tamiflu antara lain dilaporkan terjadi di Vietnam serta akibat infeksi H1N1 yang kebal Tamiflu dilaporkan terjadi di Belanda.

Mutasi gen ”neuraminidase”

Virus influenza bisa berubah menjadi kebal terhadap Tamiflu karena terjadi mutasi pada gen neuraminidase, yaitu gen penyandi protein neuraminidase. Mutasi adalah perubahan basa nukleotida pada molekul DNA atau gen, misalnya, perubahan basa sitosin (C) menjadi basa timin (T). Perubahan basa ini dapat mengakibatkan perubahan sandi genetik yang selanjutnya bisa mengubah residu asam amino dari protein yang disandi.
Gen neuraminidase berukuran 1.362 pasang basa dan menyandi protein neuraminidase, yang terdiri dari 454 residu asam amino. Mutasi C menjadi T pada basa nukleotida yang ke-763 mengubah residu asam amino yang ke-454 pada protein neuraminidase dari histidin menjadi tirosin.
Perubahan ini mengakibatkan tempat penempelan oseltamivir pada protein neuraminidase berubah sehingga oseltamivir tidak lagi bisa terikat pada neuraminidase (lihat Gambar). Akibatnya, aktivitas neuraminidase tidak bisa dihambat dan replikasi virus tidak bisa dihentikan oleh Tamiflu. Mutasi lain yang juga dilaporkan menimbulkan resistensi terhadap Tamiflu adalah mutasi yang mengubah residu asam amino ke-292 dari arginin menjadi lisin dan yang mengubah residu ke-294 dari asparagin menjadi serin.
Untuk mengantisipasi munculnya mutasi yang berbahaya pada virus influenza, sekuen atau urutan basa nukleotida DNA virus yang sedang berjangkit perlu dianalisis secara rutin. Perubahan gen neuraminidase perlu dipantau guna mengantisipasi berjangkitnya virus yang resisten terhadap Tamiflu. Selain itu, obat antivirus influenza alternatif juga perlu dikembangkan. Pengobatan menggunakan beberapa senyawa dengan cara kerja yang berbeda juga perlu dipertimbangkan.Artika

the editor

Menyelesaikan kuliah di Universitas Gadjah Mada Fakultas Peternakan Yogyakarta, pada 2006 bersama beberapa para ahli teknologi pangan merintis pendirian majalah teknologi dan industri pangan.Minat yang disukai adalah dalam hal jurnalistik, pangan, peternakan, wira usaha dan teknologi.

Previous Article
  • Referensi

Pasar Unggas & Krisis Keuangan Dunia

  • the editor
  • Jan 30, 2010
Baca selengkapnya...
Next Article
  • Artikel
  • Referensi

Susu, Sumber Protein Hewani Penting Bagi Anak

  • the editor
  • May 17, 2010
Baca selengkapnya...

Baca Artikel lainnya

Baca selengkapnya...
  • Fokus Utama
  • Referensi

Mikroba Rumen: Kecil Jasadnya, Besar Fungsinya

  • Mar 9, 2023
Baca selengkapnya...
  • Fokus Utama
  • Referensi

Ekologi dan Kesehatan Rumen

  • Jan 25, 2023
Baca selengkapnya...
  • Fokus Utama
  • Referensi

Pentingnya Memahami Feed Intake

  • Jan 16, 2023
Baca selengkapnya...
  • Fokus Utama
  • Referensi

Ruminansia, Jerami, dan Pangan Bergizi Prima

  • Jan 12, 2023
Baca selengkapnya...
  • Fokus Utama
  • Referensi

Waspada Dampak Penyakit Mulut dan Kuku

  • May 12, 2022

Trending

  • 1
    • Fokus Utama
    • Referensi
    Mikroba Rumen: Kecil Jasadnya, Besar Fungsinya
  • 2
    • Bisnis
    • Fokus Utama
    Akselerasi Teknologi Tepat Guna untuk Perunggasan Indonesia
  • 3
    • Bisnis
    • Fokus Utama
    Teknologi yang Menentukan Daya Saing Industri Perunggasan Nasional
  • 4
    • Fokus Utama
    • Referensi
    Ekologi dan Kesehatan Rumen
  • 5
    • Fokus Utama
    • Referensi
    Pentingnya Memahami Feed Intake
 

Instagram

livestockreview
Indonesia Livestock Club (#ILC25): Kesiapan Industri Perunggasan Menyambut Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri
Beberapa menit setelah lahir, ruminansia muda yang sering disebut pre-ruminant, terekspos dengan bermacam-macam mikroba sejak mulai di saluran organ reproduksi dan vagina, saliva, kulit, dan feses induknya. Ketika lahir, induknya menjilat-jilat dan memakan lendir dan cairan yang menyelimuti tubuh anaknya.
Salah satu kunci untuk dapat bertahan di perunggasan adalah melalui efisien dan peningkatan produktifitas yang dapat terwujud dengan penggunaan teknologi.
Perkembangan teknologi digital telah membantu perkembangan industri perunggasan menjadi lebih efisien, dengan adanya peran big data, cloud, internet untuk segala (IoT), dan kecerdasan buatan (AI) yang dapat meningkatkan produktifitas bisnis dan industri perunggasan di tanah air.
Sikap optimis dalam memasuki 2023 perlu untuk ditularkan kepada para pemangku kepentingan (Stake holder) bisnis dan industri perunggasan, agar dapat secara bersama-sama membenahi sektor perunggasan sebagai bagian dari penyuplai bahan pangan sumber protein hewani yang penting bagi masyarakat Indonesia."
Ruminansia adalah sekelompok hewan yang dicirikan oleh aktivitas memamah biak atau mengunyah kembali bolus pakan yang sudah ditelan. Kegiatan itu dikenal dengan istilah ruminasi.
Follow
Livestock Review Indonesia
  • About
  • Term Of Service
  • Privacy Policy
  • Arsip Artikel
  • Gallery
  • Download
  • Contact Us
  • WP File download search
Dairy, Meat & Livestock Update, Portal Berita Peternakan
Design & Dev by IMAJIX DIGITAL

Input your search keywords and press Enter.