Livestock Review Indonesia
  • Home
  • Fokus Utama
  • News
  • Bisnis
  • Referensi
  • Artikel Lainnya
    • Produk Olahan
    • Opini
    • Riset
    • Tokoh
    • Kampus
    • lain-lain
    • Gallery
  • About
    • Tentang Kami
    • Pemasangan Iklan
    • Contact Us
  • Download

Follow us

Facebook
Twitter
Instagram
Livestock Review Indonesia
2K Likes
2K Followers
0 Followers
Livestock Review Indonesia
  • Home
  • Fokus Utama
  • News
  • Bisnis
  • Referensi
  • Artikel Lainnya
    • Produk Olahan
    • Opini
    • Riset
    • Tokoh
    • Kampus
    • lain-lain
    • Gallery
  • About
    • Tentang Kami
    • Pemasangan Iklan
    • Contact Us
  • Download
  • Fokus Utama
  • news

Konsumsi Protein Hewani Masih Rendah, Penyakit Degeneratif Mengancam

  • Livestock Review
  • Jul 15, 2012
  • No comments
Total
0
Shares
0
0
0
0
0

Livestockreview.com, Berita. Konsumsi protein hewani rata-rata masyarakat di Indonesia rendah. Hal tersebut menyebabkan banyak penduduk bertubuh pendek, gemuk, dan rentan terhadap penyakit degeneratif. Kurangnya pemenuhan kebutuhan protein hewani mengakibatkan pembangunan manusia Indonesia tertinggal dibandingkan negara Asia lain.Direktur Jenderal Bina Gizi Kementerian Kesehatan Minarto mengatakan, angka pemenuhan kebutuhan protein hewani saat ini 60 persen per orang per tahun. Jumlah itu jauh tertinggal dibandingkan Vietnam yang sudah mencapai 80 persen dan Thailand 100 persen. ”Kebutuhan protein hewani minimal 150 gram sekali makan sehari tiga kali,” kata Minarto di Jakarta belum lama ini.

Akibat kurang pemenuhan protein hewani, kata Minarto, prevalensi orang bertubuh pendek dan gizi kurang tinggi. Data Unicef tahun 2009, prevalensi orang pendek Indonesia 37 persen dan prevalensi gizi kurang 18 persen dari jumlah penduduk. Indonesia kalah dibandingkan China (15 persen dan 6 persen), Thailand (16 persen dan 7 persen), Filipina (34 persen dan 21 persen), serta Vietnam (36 persen dan 20 persen).

Minarto mengatakan, kualitas gizi masyarakat belum membaik tahun 2012. Data Kementerian Kesehatan, prevalensi orang pendek 36 persen, turun 1 persen dari tahun 2009. Sebaliknya, prevalensi gizi kurang 31 persen, meningkat 13 persen. Sebesar 40 persen dari 33 provinsi di Indonesia, angka pemenuhan protein hewaninya berada di bawah rata-rata nasional. Daerah itu antara lain Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Sulawesi Barat, Sumatera Utara, dan Kalimantan Barat.

Untuk itu, pemerintah pusat menargetkan kenaikan pemenuhan protein hewani menjadi 100 persen tahun 2014. Harapannya, prevalensi orang pendek turun dari 36 persen menjadi 32 persen, dan prevalensi gizi kurang bisa ditekan dari 31 persen menjadi 15 persen.

Langkah yang diambil Kemenkes, antara lain, mengajari masyarakat menggali sumber protein hewani di sekitar mereka. Hal itu misalnya di Kabupaten Tegal, masyarakat bisa mengonsumsi telur karena daerah penghasil telur asin. Contoh lain, mengenalkan konsumsi susu di daerah produksi, seperti Pasuruan, Malang, dan Bandung.

Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan mengatakan mendukung upaya pemenuhan protein hewani dengan meningkatkan konsumsi susu. Dalam lima tahun, konsumsi susu ditargetkan naik menjadi 22 liter per kapita per tahun, dari 11,7 liter per kapita per tahun. ”Dukungan pendanaan dari APBN disiapkan Rp 2,4 triliun. Hal itu untuk peningkatan populasi sapi secara keseluruhan meliputi sapi pedaging dan sapi perah,” katanya.

 follow our twitter: @livestockreview

sumber: kompas | editor: soegiyono

Livestock Review

Livestockreview.com didedikasikan untuk turut memajukan industri peternakan dan produk hasil olahannya di tanah air. Diasuh oleh para ahli di bidangnya, Livestockreview.com menjadi ajang update informasi bagi para pelaku bisnis dan industri peternakan Indonesia.

Previous Article
  • Fokus Utama
  • news

Koperasi Sapi Mulai Manfaatkan Biogas

  • Livestock Review
  • Jul 15, 2012
Baca selengkapnya...
Next Article
  • Fokus Utama
  • Produk Olahan

Protein Hewani Penting untuk Anak-anak, Remaja dan Dewasa

  • the editor
  • Jul 20, 2012
Baca selengkapnya...

Baca Artikel lainnya

Baca selengkapnya...
  • Bisnis
  • Fokus Utama

Teknologi yang Menentukan Daya Saing Industri Perunggasan Nasional

  • Feb 1, 2023
Baca selengkapnya...
  • Fokus Utama
  • Referensi

Ekologi dan Kesehatan Rumen

  • Jan 25, 2023
Baca selengkapnya...
  • Fokus Utama
  • Referensi

Pentingnya Memahami Feed Intake

  • Jan 16, 2023
Baca selengkapnya...
  • Fokus Utama
  • Referensi

Ruminansia, Jerami, dan Pangan Bergizi Prima

  • Jan 12, 2023
Baca selengkapnya...
  • Bisnis
  • Fokus Utama

Merawat Optimisme Perunggasan Menapaki 2023

  • Jan 10, 2023

Trending

  • 1
    • Bisnis
    • Fokus Utama
    Teknologi yang Menentukan Daya Saing Industri Perunggasan Nasional
  • 2
    • Fokus Utama
    • Referensi
    Ekologi dan Kesehatan Rumen
  • 3
    • Fokus Utama
    • Referensi
    Pentingnya Memahami Feed Intake
  • 4
    • Fokus Utama
    • Referensi
    Ruminansia, Jerami, dan Pangan Bergizi Prima
  • 5
    • Bisnis
    • Fokus Utama
    Merawat Optimisme Perunggasan Menapaki 2023
 

Instagram

livestockreview
Perkembangan teknologi digital telah membantu perkembangan industri perunggasan menjadi lebih efisien, dengan adanya peran big data, cloud, internet untuk segala (IoT), dan kecerdasan buatan (AI) yang dapat meningkatkan produktifitas bisnis dan industri perunggasan di tanah air.
Sikap optimis dalam memasuki 2023 perlu untuk ditularkan kepada para pemangku kepentingan (Stake holder) bisnis dan industri perunggasan, agar dapat secara bersama-sama membenahi sektor perunggasan sebagai bagian dari penyuplai bahan pangan sumber protein hewani yang penting bagi masyarakat Indonesia."
Ruminansia adalah sekelompok hewan yang dicirikan oleh aktivitas memamah biak atau mengunyah kembali bolus pakan yang sudah ditelan. Kegiatan itu dikenal dengan istilah ruminasi.
Jika pemerintah baik di tingkat pusat maupun di daerah menginginkan keberhasilan pembangunannya tinggi di bidang peternakan, maka para penyusun program perencanaan pembangunan peternakan harus pula dilibatkan dan ditempatkan sebagai “pengawal program pembangunan” yang diberikan kekuasan khusus karena mereka bukan tenaga struktural, pada saat program tersebut dilaksanakan.
Lumpy skin disease (LSD) merupakan penyakit kulit pada sapi asal Afrika yang sangat sulit diberantas.
Waspada !!! Badai Penyakit Mulut dan Kuku (FMD) belum Selesai, LSD sudah Menyebar
Follow
Livestock Review Indonesia
  • About
  • Term Of Service
  • Privacy Policy
  • Arsip Artikel
  • Gallery
  • Download
  • Contact Us
  • WP File download search
Dairy, Meat & Livestock Update, Portal Berita Peternakan
Design & Dev by IMAJIX DIGITAL

Input your search keywords and press Enter.