Livestockreview.com, Opini. Sebuah pesan singkat (SMS) dari nomor tanpa nama masuk ke ponsel, isinya begini, ‘’Ibadah kurban mengurangi populasi hewan ternak. Awas, jangan sampai seperti nasib badak Jawa’’.
Penulis tersenyum membaca pesan itu. Pernyataan tidak bersahabat tersebut harus ditanggapi secara hati-hati, dengan kepala dingin dibarengi berbaik sangka. Seorang teman menanggapi, ‘’ Tidak masalah. Tuhan yang memerintahkan ibadah kurban, pastilah Dia senantiasa menyediakan hewan kurban itu, tak perlu khawatir.’’ Penulis kembali tersenyum membaca tanggapan SMS dari teman itu.
Yang terbayang di benak penulis adalah mekanisme hukum alam sebagai pelaksana sunatulah mengenai kelestarian lingkungan hidup. Berapa luas hutan yang makin gundul akibat dahsyatnya illegal logging. Proses penghutanan kembali atau reboisasi tak mampu mengembalikan kondisi itu. Berapa banyak populasi hewan di hutan sedikit demi sedikit berkurang karena ulah manusia hingga akhirnya hewan itu disebut hewan langka, dan harus dilindungi, bahkan dalam area konservasi. Akankah sapi dan kambing menjadi binatang langka yang patut dilindungi kelestariannya?
Jalan pikiran pengirim SMS yang pertama memang masuk akal. Berapa juta ekor kambing dan sapi disembelih untuk ibadah kurban. Belum lagi sejumlah domba yang diekspor ke Arab Saudi untuk menyediakan hewan kurban atau sebagai pembayar dam (denda) calhaj melanggar regulasi ringan ibadah.
Di Indonesia, penyembelihan hewan kurban tidak dilakukan di rumah pemotongan hewan (RPH) sehingga jumlah yang disembelih tidak tercatat dengan baik, meskipun petugas pemerintah senantiasa memantau lokasi pemotongan hewan kurban. Memang tidak bisa disamakan hebatnya ‘’kematian’’ hewan kurban tiap musim pemotongan tanggal 10 Zulhijah dengan gejala illegal logging dalam konteks kelestarian hutan di Indonesia. Namun jumlah ternak berkaki empat (kecuali kelinci dan babi) yang disembelih tiap Idul Adha yang resminya berlangsung sampai tiga hari, pastilah ratusan ribu kali banyaknya ketimbang jumlah hewan yang tiap harinya dipotong untuk konsumsi sehari-hari, misalnya untuk makan harian ataupun pesta.
Kalifah di Bumi
Sampai sejauh inipun tidak ada laporan oleh Dinas Peternakan terkait dengan kekhawatiran atas populasi hewan kurban sebagai akibat pelaksanaan ibadah kurban. Jumlah hewan yang tidak laku terjual di pangkalan penjualan hewan kuban di sepanjang jalan masih tetap banyak. Stok hewan kurban di sebuah kota, seperti Semarang, barangkali bisa menipis untuk memenuhi kebutuhan harian, namun kita masih memiliki penyangga kebutuhan daging dari daerah sekitar.
Secara matematis, kalau penawaran (supply) hewan sembelihan tidak bisa memenuhi besarnya permintaan (demand) terkait pelaksanaan ibadah kurban, dapat dipastikan populasi ternak itu mengalami susut besar. Tanpa ada ‘’penanggulangan’’ yang berarti, manusia mengalami defisit besar-besaran Apa yang dikhawatirkan oleh pengirim SMS pasti akan terjadi. namun benarkan demikian?
Memang benar bahwa Allah yang menciptakan segalanya dan Allah pula yang memeliharanya. Allah pula yang mensyariatkan penyembelihan hewan kurban tiap hari nahar, yaitu tanggal 10 Zulhijah, dan pastilah Dia selalu menyediakan hewan sebagai sarana ibadah itu. Namun harus diingat bahwa proses pemeliharaan dan penyediaan sarana ibadah itu berlangsung mengikuti hukum alam atau sunatulah. Salah satu proses sunatulah adalah seleksi alam.
Seleksi alam itu bisa berupa diciptakannya predator bagi tiap jenis mahluk agar keseimbangannya senantiasa terjaga. Manusia adalah predator bagi hampir semua hewan, yang bisa memberinya kenikmatan hidup. Namun harus diingat bahwa pemangsaan terhadap makhluk lainnya tidak selamanya dilakukan atas dasar nafsu serigala atas dirinya. Menyembelih hewan kurban bukan untuk memuaskan nafsu melainkan melaksanakan syariat agama, dan untuk memeratakan kesejahteraan sesama sebagai wujud solidaritas. Di sini peran manusia sebagai kalifah di bumi harus lebih dominan ketimbang posisinya sebagai predator.
suara | abu su’ud, guru besar emiritus universitas negeri semarang (unnes), dan guru besar ikip pgri semarang