Livestockreview.com, Berita. Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) menilai pemerintah lamban menangani impor sapi ilegal dan tidak tegas mengambil keputusan terhadap dampak praktik perdagangan tidak sehat itu. “Pemerintah lamban dan tidak tegas mengatasi impor sapi illegal. Persoalan ini akan menjadi masalah serius menuju suksesnya swasembada daging nasional 2014,” kata Sekjen DPP PPSKI Rochadi Thawaf dikutip Antara. Selain itu, peredaran impor daging ilegal juga masih deras merembes ke pasar-pasar di dalam negeri. Indikasinya, kata Rochadi, terdapat perbedaan data Ditjen Kementerian Pertanian dengan data BPS. Data Ditjen Kementerian Pertanian pada 2009, impor daging dan jeroan hanya 70.000 ton. Namun, BPS menyebutkan data yang sama sebanyak 110.000 ton. “Perbedaan yang sangat signifikan ini merupakan indikasi kuatnya terjadi impor daging sapi ilegal di pasaran,” ujarnya. Alasan makin beraninya para importir melakukan impor ilegal sapi potong dan daging sapi itu karena tingkat keuntungan yang menggiurkan serta lemahnya pengawasan dalam pemasukan daging itu ke dalam negeri.
Akibatnya, kata Rochadi, peternak sapi lokal menjerit karena harga jual sapi potong menjadi rendah. Salah satunya anggota Asosiasi Pedagang Ternak Sapi Sumedang (Aptis) yang berharap pemerintah dapat membantu menurunkan harga sapi di pasaran dengan mengendalikan atau menghentikan sapi impor. “Mereka salah alamat karena faktor utamanya adalah banjirnya daging sapi ilegal sehingga membuat daya beli para jagal dan konsumen rendah. Padahal, kelebihan suplai yang tidak terdeteksi dalam bentuk daging dan sapi siap potong.”
Selain itu, PPSKI mensinyalir adanya penyalah gunaan sertifikat halal yang disematkan terhadap daging-daging ilegal itu meski disinyalir prosesnya tidak sesuai dengan kriteria halal. “Hasil pengecekan ke pasar-pasar ditemukan daging-daging kualitas rendah seperti daging pipi impor yang masuk ke pasaran. Daging harga murah dijual dengan harga normal, jelas itu tidak bisa dibiarkan karena merugikan bagi pasar sapi lokal,” paparnya. as/bi