Livestock Review Indonesia
  • Home
  • Fokus Utama
  • News
  • Bisnis
  • Referensi
  • Artikel Lainnya
    • Produk Olahan
    • Opini
    • Riset
    • Tokoh
    • Kampus
    • lain-lain
    • Gallery
  • About
    • Tentang Kami
    • Pemasangan Iklan
    • Contact Us
  • Download

Follow us

Facebook
Twitter
Instagram
Livestock Review Indonesia
2K Likes
2K Followers
0 Followers
Livestock Review Indonesia
  • Home
  • Fokus Utama
  • News
  • Bisnis
  • Referensi
  • Artikel Lainnya
    • Produk Olahan
    • Opini
    • Riset
    • Tokoh
    • Kampus
    • lain-lain
    • Gallery
  • About
    • Tentang Kami
    • Pemasangan Iklan
    • Contact Us
  • Download
  • Fokus Utama
  • Opini

Flu Burung yang Tidak Lagi Mengagetkan

  • Livestock Review
  • Jan 30, 2012
  • One comment
  • 2 views
Total
0
Shares
0
0
0
0
0
Livestockreview.com, Opini. Penyakit flu burung mah sudah biasa. Itulah reaksi masyarakat menghadapi maraknya kasus kematian unggas di sejumlah wilayah Tanah Air. Padahal, ada empat korban dikonfirmasi meninggal dunia akibat flu burung dalam kurun tiga bulan pertama 2011. Meningkatnya intensitas kasus lebih dikaitkan dengan musim dan perubahan iklim di tengah makin berkurangnya perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap dampak flu burung dan banyaknya isu nasional lain yang tak kalah penting.
Indonesia bersama China dan Vietnam yang dianggap ”wilayah panas” ( hotspot ) flu burung berpotensi jadi pusat pencetus pandemi dunia. Meski kasus di sebagian besar negara yang tertular di Asia, termasuk Indonesia, cenderung turun dibandingkan puncak wabah 2004-2005, flu burung masih jadi prioritas tinggi dalam isu kesehatan global. Flu burung unggas yang merebak kembali di 12 provinsi pada awal tahun ini menunjukkan, peperangan melawan penyakit ini sesungguhnya belum selesai. Sekecil apa pun fluktuasinya, ancaman terhadap kesehatan manusia masih terus berlanjut. Dengan keberadaannya yang telah memasuki tahun kedelapan, ajakan hidup sehat berdampingan dengan virus flu burung akan kontraproduktif jika tujuan akhir menargetkan Indonesia bebas dari penyakit ini.
Tidak vaksinasi lagi

Pemerintah menghentikan program vaksinasi massal gratis pada akhir 2007. Sejak itu tak ada lagi alokasi dana untuk vaksinasi dan kompensasi bagi unggas- unggas yang dimusnahkan. Faktor pendorong kebijakan pemerintah waktu itu adalah sejumlah temuan kurang efektifnya penggunaan vaksin di lapangan. Juga kendala penyaluran uang kompensasi yang tak bisa digunakan sebagai insentif bagi peternak yang segera melaporkan kejadian flu burung.
Padahal, dalam situasi endemik saat konsentrasi dan tingkat sirkulasi virus masih tinggi, populasi di sektor perunggasan rakyat dan ayam belakang rumah cukup rentan, terlebih pada musim hujan. Sebaliknya sektor perunggasan komersial yang menggunakan vaksin dalam kuantitas besar dan tanpa dikoordinasi secara formal oleh pemerintah berhasil menurunkan tingkat kejadian penyakit dan menekan kerugian ekonomi. Kenyataannya di lapangan, serangan virus masih terus terjadi secara periodik di semua sektor meski kasus kematian berkurang.

Vaksinasi jelas harus dibarengi dengan strategi lain, seperti biosekuriti dan pengawasan lalu lintas unggas. Jika prosedur benar dan dibarengi pemantauan pascavaksinasi dan surveilans, vaksinasi mampu menurunkan tingkat infeksi pada populasi unggas. Implikasinya bisa menurunkan tingkat probabilitas terdedahnya manusia terhadap virus.
Sirkulasi virus

Hasil sejumlah penelitian memperlihatkan, tingkat sirkulasi virus di lingkungan sangat ekstensif. Pelimpahan atau pendedahan virus terjadi ke jenis hewan lain, seperti babi, anjing, kucing, dan berbagai jenis burung, meski tanpa gejala dan saat ini bukan ancaman bagi manusia. Virus telah berevolusi dan beradaptasi terhadap lingkungan sekitar sebagai akibat tekanan berbagai faktor, seperti vaksinasi, kepadatan populasi unggas, keberadaan carrier itik, curah hujan, dan kekeringan. Begitu juga agregasi unggas, terutama di pasar unggas hidup, menyebabkan kemampuan virus menyebar jadi jauh lebih efisien.
Virus juga telah mengontaminasi berbagai media lingkungan peternakan, baik air, tanah, maupun peralatan lewat kotoran atau leleran unggas. Penyebaran virus bergantung bagaimana kita memahami epidemiologi dan ekologi virus serta faktor risikonya, penyampaian komunikasi risiko yang mudah dipahami masyarakat, sekaligus menetapkan aksi pencegahan. Setiap negara dengan pendekatan vaksinasi harus memikirkan kebijakan resmi tentang kapan penghentian vaksinasi ( exit strategy ) dilakukan. Ditambah penetapan secara progresif kompartemen atau zona bebas bergantung pada sistem produksi unggas. Sampai kini kita belum punya cetak biru penanggulangan menuju pembebasan.
Kendalanya, ketidakterbukaan industri perunggasan konglomerasi yang menguasai 70 persen pangsa pasar domestik dalam melaporkan kasus flu burung. Apa pun alasan ekonomi yang dikemukakan, tetap akan membuat tujuan akhir bebas tak bakal tercapai. Mata rantai produksi dan pemasaran yang kait-mengait dan tumpang tindih antarsektor serta keengganan sektor ayam potong untuk vaksinasi seharusnya mendorong pemerintah pegang rentang kendali antarsektor secara profesional dan tak hanya fokus pada ayam belakang rumah seperti selama ini.
Melihat kenyataan pelaksanaan vaksinasi unggas yang tak berkesinambungan dan sektor perunggasan tersandera kebijakan pemerintah yang tak tuntas dan tak utuh, sulit melihat prospek pemberantasan nasional flu burung jangka pendek dan mungkin juga jangka panjang. Pemerintah secara serius perlu segera kaji ulang keseluruhan program vaksinasi mulai dari seleksi bibit vaksin, monitor variasi antigenik, logistik, infrastruktur, biaya, sampai kemitraan pemerintahswasta.
Keputusan berani harus diambil untuk memilih vaksin yang mampu meminimalkan risiko timbulnya variasi antigenik sedemikian rupa untuk membantu menurunkan kecepatan mutasi virus.  follow our twitter: @livestockreview
kompas | tri satya putri, bekerja pada food and agriculture organization of the united nations
Livestock Review

Livestockreview.com didedikasikan untuk turut memajukan industri peternakan dan produk hasil olahannya di tanah air. Diasuh oleh para ahli di bidangnya, Livestockreview.com menjadi ajang update informasi bagi para pelaku bisnis dan industri peternakan Indonesia.

Previous Article
  • Fokus Utama
  • Produk Olahan

Antara Daging Merah dan Daging Putih

  • the editor
  • Jan 29, 2012
Baca selengkapnya...
Next Article
  • Fokus Utama
  • Opini

Mengusik Citra Halal Sapi Potong

  • Livestock Review
  • Jan 31, 2012
Baca selengkapnya...

Baca Artikel lainnya

Baca selengkapnya...
  • Fokus Utama
  • Referensi

Mikroba Rumen: Kecil Jasadnya, Besar Fungsinya

  • Mar 9, 2023
Baca selengkapnya...
  • Bisnis
  • Fokus Utama

Akselerasi Teknologi Tepat Guna untuk Perunggasan Indonesia

  • Feb 27, 2023
Baca selengkapnya...
  • Bisnis
  • Fokus Utama

Teknologi yang Menentukan Daya Saing Industri Perunggasan Nasional

  • Feb 1, 2023
Baca selengkapnya...
  • Fokus Utama
  • Referensi

Ekologi dan Kesehatan Rumen

  • Jan 25, 2023
Baca selengkapnya...
  • Fokus Utama
  • Referensi

Pentingnya Memahami Feed Intake

  • Jan 16, 2023

Trending

  • 1
    • Fokus Utama
    • Referensi
    Mikroba Rumen: Kecil Jasadnya, Besar Fungsinya
  • 2
    • Bisnis
    • Fokus Utama
    Akselerasi Teknologi Tepat Guna untuk Perunggasan Indonesia
  • 3
    • Bisnis
    • Fokus Utama
    Teknologi yang Menentukan Daya Saing Industri Perunggasan Nasional
  • 4
    • Fokus Utama
    • Referensi
    Ekologi dan Kesehatan Rumen
  • 5
    • Fokus Utama
    • Referensi
    Pentingnya Memahami Feed Intake
 

Instagram

livestockreview
Indonesia Livestock Club (#ILC25): Kesiapan Industri Perunggasan Menyambut Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri
Beberapa menit setelah lahir, ruminansia muda yang sering disebut pre-ruminant, terekspos dengan bermacam-macam mikroba sejak mulai di saluran organ reproduksi dan vagina, saliva, kulit, dan feses induknya. Ketika lahir, induknya menjilat-jilat dan memakan lendir dan cairan yang menyelimuti tubuh anaknya.
Salah satu kunci untuk dapat bertahan di perunggasan adalah melalui efisien dan peningkatan produktifitas yang dapat terwujud dengan penggunaan teknologi.
Perkembangan teknologi digital telah membantu perkembangan industri perunggasan menjadi lebih efisien, dengan adanya peran big data, cloud, internet untuk segala (IoT), dan kecerdasan buatan (AI) yang dapat meningkatkan produktifitas bisnis dan industri perunggasan di tanah air.
Sikap optimis dalam memasuki 2023 perlu untuk ditularkan kepada para pemangku kepentingan (Stake holder) bisnis dan industri perunggasan, agar dapat secara bersama-sama membenahi sektor perunggasan sebagai bagian dari penyuplai bahan pangan sumber protein hewani yang penting bagi masyarakat Indonesia."
Ruminansia adalah sekelompok hewan yang dicirikan oleh aktivitas memamah biak atau mengunyah kembali bolus pakan yang sudah ditelan. Kegiatan itu dikenal dengan istilah ruminasi.
Follow
Livestock Review Indonesia
  • About
  • Term Of Service
  • Privacy Policy
  • Arsip Artikel
  • Gallery
  • Download
  • Contact Us
  • WP File download search
Dairy, Meat & Livestock Update, Portal Berita Peternakan
Design & Dev by IMAJIX DIGITAL

Input your search keywords and press Enter.