Livestockreview.com, Berita. Pengembangan peternakan ayam ras di Indonesia ditopang oleh dua kategori ayam, yakni ayam ras dan ayam lokal -yang keduanya memiliki karakteristik sangat berbeda. Ayam lokal memiliki bibit asli dari dalam negeri, dengan pakan yang bisa diambil dari ransum lokal, juga hasil samping produk pertanian dan industri pertanian.
Kelebihan ayam lokal yang lain adalah ia telah beradaptasi dengan lingkungan, serta penghargaan masyarakat akan daging ayam lokal sangat tinggi karena eksotika dan citarasanya yang lebih lezat.
Hal berbeda terjadi pada ayam ras. Ayam yang marak dibudidayakan dalam skala industri ini memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap pasokan dari luar negeri, baik dalam hal pakan maupun bibit ayamnya, baik grand parent stock maupun parent stock-nya.
Pembahasan tentang ayam lokal dan ayam ras tersebut mengemuka dalam Seminar Unggas Lokal yang digelar oleh Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang beberapa waktu lalu. Dalam seminar tentang unggas lokal yang digelar secara rutin tiap tahun tersebut, pakar perunggasan UNDIP Dr Edjeng Suprijatna mengatakan, ketergantungan yang tinggi terhadap bahan produksi dari impor memberi ancaman yang sangat nyata terhadap penyediaan produk daging dan telur dalam negeri. Jika pasokan bibit dan bahan paku pakan dari luar negeri tersendat atau bahkan berhenti sama sekali, maka produksi daging dan telur ayam ras domestik akan mengalami kegoncangan. Di tengah kondisi ketahanan pangan yang semakin terancam karena berbagai ketidakpastian global tersebut,” Pemanfaatan sumber daya genetika ternak lokal dan pemanfaatan bahan ransum lokal serta hasil samping pertanian dan industri pertanian, menjadi suatu keharusan untuk menjaga sistem penyediaan pangan,terutama pangan sumber protein hewani,” tandas Suprijatna.
Permasalahan yang kerap dihadapi dalam upaya pengembanan ayam lokal, paparnya, yakni sistem pemeliharaan yang masih bersifat ekstensif tradisional, produktifitas ayam lokal yang belum optimal, kualitas bibit yang beragam, ketersediaan bibit yang terbatas, standar kebutuhan ransum yang belum terpenuhi, serta program pencegahan penyakit yang belum tersusun secara baku.
Alternatif solusi
Berbagai kendala tersebut bukan merupakan penghalang bagi kemandirian peternakan ayam dalam negeri, namun harus dihadapi dan dicari solusi penyelesaiannya. Suprijatna memberi beberapa alternatif strategi pengembangan ayam lokal agar bisa lebih maju dan menjadi andalan pengembanan industri peternakan ayam Indonesia di masa depan. Strategi itu yakni perbaikan sistem pemeliharaan, perbaikan mutu genetik, perbaikan mutu pakan, peningkatan skala usaha dan spesialisasi usaha, pencegahan polusi dengan memanfaatkan herbal dan ransum rendah protein.
Dalam hal perbaikan manajemen, Suprijatna menekankan perlunya pemeliharaan ayam lokal secara intensif ataupun ekstensif melalui pengembangan kelompok ternak ayam lokal berskala rumah tangga. “Pemeliharaan ayam lokal harus selalu berorientasi pada pasar,” jelasnya. Di samping itu, dalam hal penyediaan bibit, diarahkan untuk secara intensif menghasilkan bibit ayam lokal yang telah dikurangi sifat mengeram dan sifat kanibalnya.
Perbaikan mutu genetik juga harus dilakukan. Targetnya yakni, agar bisa dihasilkan suatu ayam lokal yang memiliki kualitas tinggi (quality indigenous chickens), serta mampu menghasilakn ayam lokal hibrida (comercial stock) sebagai ayam ras berbasis genetika lokal. Perbaikan mutu genetika ini, jelas Suprijatna, dapat dilakukan dengan metokde comercial stock atau pemurnian galur ayam lokal, atau dilakukan dengan quality indegenous, yakni melalui program seleksi bibit yang ketat serta melakukan crossing antar ayam lokal unggul. red