Livestock Review Indonesia
  • Home
  • Fokus Utama
  • News
  • Bisnis
  • Referensi
  • Artikel Lainnya
    • Produk Olahan
    • Opini
    • Riset
    • Tokoh
    • Kampus
    • lain-lain
    • Gallery
  • About
    • Tentang Kami
    • Pemasangan Iklan
    • Contact Us
  • Download

Follow us

Facebook
Twitter
Instagram
Livestock Review Indonesia
2K Likes
2K Followers
0 Followers
Livestock Review Indonesia
  • Home
  • Fokus Utama
  • News
  • Bisnis
  • Referensi
  • Artikel Lainnya
    • Produk Olahan
    • Opini
    • Riset
    • Tokoh
    • Kampus
    • lain-lain
    • Gallery
  • About
    • Tentang Kami
    • Pemasangan Iklan
    • Contact Us
  • Download
  • Fokus Utama
  • Kampus

Swasembada Daging 2014: Harapan atau Mimpi (Bag II)

  • Livestock Review
  • Jan 7, 2014
  • No comments
Total
0
Shares
0
0
0
0
0

Livestockreview,com, Kampus. Kebutuhan daging sapi nasional akan tercukupi selama pemerintah bersungguh-sungguh dalam melaksanakan pembangunan di sektor peternakan. Kurangnya keseriusan pemerintah dalam menghadapi permasalahan daging sapi ini membuat pemerintah hanya akan mengandalkan impor untuk menyuplai kebutuhan nasional. Tanpa disadari bahwa kegiatan importasi malahan akan mematikan produksi dalam negeri karena produksi sapi dalam negeri akan kalah saing dengan produk impor.

Menyikapi Kenyataan di lapangan yang seperti itu harusnya pemerintah lebih memperbaiki sistem yang ada di dalam negeri ketimbang menambah kuota impor dalam pemenuhan kebutuhan nasional. Pemerataan jumlah populasi sapi potong di indonesia perlu dilakukan untuk mencukupi kebutuhan dari setiap daerah. Perlu diadakannya pembagian wilayah yang akan menjadi sentra pembibitan dan penggemukan sapi berdasarkan tingkat kebutuhannya.

Wilayah timur Indonesia, Kalimantan dan Sumatera bisa dijadikan sebagai sentra pembibitan sapi karena faktor ketersediaan pakan, dan memiliki luas area yang masih belum teroptimalkan. Hasil pembibitan dari wilayah tersebut nanti akan didistribusikan kepada wilayah yang memiliki tingkat kebutuhan daging sapi yang tinggi seperti Pulau Jawa dan kota-kota besar di pulai lainnya sebagai sentra penggemukan sapi. Sehingga terlihat jelas peta konsep produksi sapi di Indonesia.
dengan adanya peta konsep tersebut tinggal dilakukan pembenahan dan perbaikan sarana dan prasarana pendukung kegiatan.

Setelah Pembibitan dan Penggemukan berjalan, program dilanjutkan dengan perbaikan tata niaga dari hulu sampai hilir dengan tujuan memperoleh penataan harga, mulai harga pokok produksi, biaya distribusi, biaya pokok penjualan, sampai harga pokok penjualan. Hal ini akan membuat daya beli masyarakat dapat terukur dengan konsekuensi bahwa, harga mengikuti perkembangan kondisi sarana produksi peternakan. sarana produksi penunjang, misalnya perkembangan teknologi pakan ternak yang akan menyuplai teknologi tepat guna dalam pengolahan pakan, regulasi dan deregulasi pemerintah untuk ketahanan pangan serta perkembangan kebutuhan dan distribusi produk harus tidak luput dari perhatian semua pihak.

Salah satu program pemerintah dalam mendukung swasembada daging 2014 adalah Sarjana Membangun Desa (SMD). Pelaksanaan program SMD secara operasional menggunakan model pendampingan secara penuh seorang sarjana peternakan. SMD secara sistem
mengharuskan peran aktif dari sarjana program SMD terpilih dan kelompok petani peternak yang terpilih. Program ini merupakan langkah yang efisien dalam upaya mewujudkan swasembada daging. Terbukti dengan terus ditambahnya kuota sarjana yang ditetapkan oleh ditjenak.

Peningkatan jumlah kuota program Sarjana Membangun Desa (SMD) dari tahun 2007 sampai 2010 mengidentifikasikan bahwa program SMD ini merupakan program pemberdayaan dengan pemberian dana hibah yang sukses. Berawal dari hanya 10 paket pada tahun 2007, menjadi 200 paket pada 2008, naik lagi menjadi 600 paket pada 2009, kemudian menjadi 700 paket untuk
tahun 2010.

Sebuah peningkatan yang fantastis, hal ini mengindentifikasikan respon positif pemerintah terhadap perkembangan program SMD yang di gulirkan. Program SMD berlangsung hingga sekarang yang memiliki tujuan penting yaitu memperkuat modal usaha, sarana dan prasarana dalam mengembangkan usaha peternakan. Sehingga dengan itu, kelompok tani ternak yang belum terberdaya dengan baik akan segera dibina dan didampingi oleh seorang ahli untuk dapat meningkatkan prosuktivitas peternakannya.

Bahkan dengan adanya SMD ini akan bermunculan kelompok tani ternak yang baru yang akan meningkatkan populasi ternak. SMD merupakan cara penyaluran dana hibah yang ke tingkat masyarakat dengan adanya peran pertanggungjawaban dari seorang sarjana yang membangun desa. Namun pelaksanaan ini harus diiringi dengan proses monitoring dan evaluasi yang berkesinambungan agar tidak terjadi penyelewengan.

Program sarjana membangun desa ini juga dapat meningkatkan populasi ternak, produktivitas dan pendapatan peternak. Dengan bekal ilmu pengetahuan yang di adopsinya dari perguruan tinggi, sarjana membangun desa akan mampu mentransfer ilmu tersebut kepada para peternak yang notabene mereka beternak secara tradisional. Maka dengan adanya program SMD ini pola beternak tradisional peternak binaan akan berubah secara bertahap menjadi beternak ilmiah sesuai dengan ilmu pengetahuan. Dengan adanya pola perubahan tekhnik tersebut maka akan terjadi peningkatan produktivitas. Peningkatan tersebut diharapkan dapat menyuplai kebutuhan daging dalam negeri. Dengan adanya peningkatan produksi maka bukan tidak mungkin akan menambah tingkat pendapatan peternak itu sendiri sehingga tidak akan ada ungkapan “peternak itu miskin”.

Data dari ditjen peternakan dan kesehatan hewan membuktikan bahwa pada tahun diselenggarakannya SMD pada tahun 2007 terjadi peningkatan populasi sapi di indonesia. Berdasarkan sumber dari Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan bahwa terjadi peningkatan populasi sapi sebesar 6.5 % dari tahun ketahun. Populasi sapi terbesar terdapat di Provinsi Jawa
Timur 4,7 juta ekor, Jawa Tengah 1,9 juta ekor, Sulawesi Selatan 983,9 ribu ekor, Nusa Tenggara Timur 778,2 ribu ekor, Nusa Tenggara Barat 685,8 ribu ekor dan Bali 637,4 ribu ekor.

Sebagian besar populasi sapi terbesar di Pulau Jawa dan wilayah timur Indonesia, jika dikelompokan berdasarkan pulau maka populasi terbesar di pulau Jawa sebesar 50,68 %, pulau Sumatera 18,38 %, pulau Bali dan Nusra 14,8 %, pulau Sulawesi 12,08 %, pulau Kalimantan 2,9 % dan Pulau Maluku serta Papua 1,74 %. Pulau Sumatera dan Wilayah Timur Indonesia masih
mempunyai potensi yang besar untuk pengembangan peternakan sapi sedangkan pulau Jawa lahan sudah semakin sempit sehingga pengembangan ternak semakin sulit dilakukan. Melihat potensi dari pulau sumatera dan wilayah timur Indonesia untuk mengembangkan peternakan sapi, itu menjadi agenda lanjutan yang harus dibenahi dari program ini.

Program SMD akan terintegrasi dengan sistem pembagian wilayah produksi ternak sapi di indonesia. Dimana sumatera, kalimantan, dan wilayah timur indonesia itu bisa dijadikan wilayah sentra pembibitan sapi potong. Karena potensinya yang memiliki lahan kosong yang cukup luas sehingga dapat menyediakan pakan secara kontinyuitas untuk pembibitan sapi. Namun
pelaksanaan konsep tersebut harus di dampingi oleh bagian yang ahlinya.

Di sini peran dari para SMD diharapkan, yaitu untuk bisa mengembangkan sentra-sentra wilayah penghasil ternak yang ada di Indonesia. mengembangkan potensi yang dimiliki akan lebih mudah ketimbang harus mengadaptasi dari luar. Dengan bekal pengetahuannya diharapkan mereka menjadi promotor untuk bisa mengembangkan sentra pembibitan sapi. Maka dengan adanya konsep itu diperlukan para sarjana yang berkualitas untuk mengemban amanah tersebut. Konsep ini pula akan terintegrasi dengan perguruan tinggi agar para lulusan peternakannya dapat terserap sepenuhnya, tanpa adanya sarjana peternakan yang nganggur atau bahkan memilih bidang pekerjaan lain.

Pencapaian program swasembada daging pada tahun 2014 tidak akan lepas dari peran birokrasi di pemerintahan. Pemerintahan, yang berperan disini adalah kementrian pertanian yang mencanangkan bahwa tahun 2014 kebutuhan daging sapi nasional akan terpenuhi oleh produksi lokal sebesar 90% dan 10% dari impor daging sapi luar. Pihak yang bertanggung jawab atas terealisasikannya program kementrian pertanian tersebut adalah ditjen peternakan dan kesehatan hewan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan merupakan organisasi Unit Eselon I lingkup Kementerian Pertanian yang sebelumnya bernama Direktorat Jenderal Peternakan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian disebutkan bahwa Kementerian Pertanian mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang pertanian dalam pemerintahan yang dalam pelaksanaan tugasnya mencakup fungsi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan
di bidang pertanian.

Ditjen peternakan dan kesehatan hewan yang terbagi kedalam ke dalam 5 direktorat memiliki tugas untuk merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang peternakan dan kesehatan hewan, sedangkan fungsinya adalah merumuskan kebijakan di bidang perbibitan, pakan, budidaya ternak, kesehatan hewan, dan kesehatan masyarakat veteriner; Melaksanakan kebijakan di bidang perbibitan, pakan, budidaya ternak, kesehatan hewan, dan kesehatan masyarakat veteriner;
Menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perbibitan, pakan, budidaya ternak, kesehatan hewan, dan kesehatan masyarakat veteriner; Memberi bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perbibitan, pakan, budidaya ternak,
kesehatan hewan, dan kesehatan masyarakat veteriner; Melaksanakan administrasi Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Direktorat jenderal peternakan terbagi kedalam lima bagian. Bagian yang mengurusi tentang pembibitan ternak menjadi tanggung jawab direktorat pembibitan ternak, bagian yang mengurusi tentang perpakanan menjadi bagian direktorat pakan ternak. Budidaya ternak menjadi tanggung jawab direktorat budidaya ternak. Masalah kesehatan ternak dibawahi oleh direktorat kesehatan hewan, dan bagian kesehatan masyarakat veteriner dan pasca panen merupakan tanggung jawab direktorat kesehatan masyarakat veteriner dan pasca panen.

Sebenarnya kelembagaan di dalam internal ditjen peternakan dan kesehatan hewan sudah terstruktur dengan baik. Mulai dari sektor hulu ke hilir memiliki kelembagaan masing-masing. Hanya saja fungsi dari kelembagaan tersebut belum sepenuhnya bekerja dengan baik. Maka untuk mencapai swasembada daging 2014 perlu adanya optimalisasi fungsi dari setiap lini di kelembagaan agar dapat bekerja keras untuk mewujudkan swasembada daging sapi. Peran kontrol menteri pertanian dalam hal ini diperlukan agar setiap lembaga di bawah naungannya dapat bekerja secara optimal.

Melihat dari kelembagaan yang sudah terstruktur dengan baik, maka opini untuk mendirikan kementerian peternakan secara terpisah dari kementrian pertanian itu dirasa belum perlu untuk sekarang ini. Fungsi pengaturan dan kebijakan tentang peternakan sudah dibawahi oleh suatu lembaga dirjen peternakan dan kesehatan hewan. Hanya yang perlu jadi bahan
perhatian dan pertimbangan itu adalah optimalisasi dari setiap fungsi kelembagaan di bawahnya.

Program-program yang sudah dicanangkan diharapkan dapat terealisasikan dengan baik dan tepat waktu. Pembentukan kementerian baru hanya akan menambah anggaran baru bagi APBN negara untuk mendirikan kementrian baru. Lebih bijak lagi jika pemerintah menambah anggaran untuk operasional kementrian pertanian.

Kementerian Pertanian terdiri atas 13 organisasi termasuk Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan yang dipimpin oleh Direktur Jenderal dan bertanggung jawab kepada Menteri. Untuk menjalankan program kerja, ditjen peternakan kesahatan hewan sangat bergantung pada anggaran yang dialokasikan pada bagian tersebut. Maka alokasi anggaran dana harus benar-benar diperhatikan dan dipertimbangkan. Anggaran Kementerian Pertanian (Kementan) RI pada tahun anggaran 1981-1982 mencapai 17%. Ini menunjukan pemerintah Orde Baru serius mencapai swasembada pangan.

Keseriusan ini berhasil mengantarkan bangsa ini mencapai swasembada pangan pada dari tahun 1984 hingga 1989. Berbeda dengan sekarang ini dimana anggaran Kementerian Pertanian untuk tahun 2014 mendapat sorotan publik karena hanya mendapatkan 2,5% dari APBN. Anggaran kementerian ini pada tahun 2014 mengalami pemangkasan sebesar 909,5 milyar dibanding tahun sebelumnya. Pemotongan anggaran Kementerian Pertanian tentunya mengurangi anggaran disejumlah pos anggaran.

Pengurangan pos-pos anggaran terjadi di semua Direktorat Jenderal (Irjen), Inspektorat Jenderal (Irjen) dan Sekretaris Jenderal (Sekjen). Pos-pos kegiatan belanja non operasional dan perjalanan dinas mendapat pengurangan. Melihat kondisi seperti itu maka bukan tidak mungkin bahwa pemerintah itu tidak begitu serius dalam upaya penacapaian swasembada daging sapi 2014. Dengan diadakannya program pemotongan anggaran akan secara otomatis berpengaruh terhadap alokasi anggaran pada setiap bagian.

Tanpa bisa dihindari lagi bahwa akan adanya program atau rencana kegiatan yang macet dari proses pengurangan anggaran tersebut. Program Swasembada daging sapi 2014 perlu dukungan dari semua pihak yang ada di dalamnya, termasuk peran pemerintah. Pemerintah, dalam hal ini kementrian kelembagaan yang mengurusi tentang kebijakan impor daging sapi harus bisa menekan jumlah impor untuk menyuplai kebutuhan nasional akan daging sapi. (BERSAMBUNG)

Wardiman, Muhammad Yusuf Fajar, Vivi WIjayanti, Universitas Diponegoto Semarang, Jawa Tengah

Finalis Debat Peternakan Nasional 2013, TIMPI ISMAPETI

follow our official twitter: @livestockreview  |  follow our official instagram: livestockreview

Livestock Review

Livestockreview.com didedikasikan untuk turut memajukan industri peternakan dan produk hasil olahannya di tanah air. Diasuh oleh para ahli di bidangnya, Livestockreview.com menjadi ajang update informasi bagi para pelaku bisnis dan industri peternakan Indonesia.

Previous Article
  • Fokus Utama
  • Kampus

Swasembada Daging 2014: Harapan atau Mimpi (Bag I)

  • Livestock Review
  • Jan 6, 2014
Baca selengkapnya...
Next Article
  • Bisnis
  • Fokus Utama

Woooow…Tahun ini Proyeksi Impor jagung 3,5 juta ton !

  • Livestock Review
  • Jan 8, 2014
Baca selengkapnya...

Baca Artikel lainnya

Baca selengkapnya...
  • Bisnis
  • Fokus Utama

Teknologi yang Menentukan Daya Saing Industri Perunggasan Nasional

  • Feb 1, 2023
Baca selengkapnya...
  • Fokus Utama
  • Referensi

Ekologi dan Kesehatan Rumen

  • Jan 25, 2023
Baca selengkapnya...
  • Fokus Utama
  • Referensi

Pentingnya Memahami Feed Intake

  • Jan 16, 2023
Baca selengkapnya...
  • Fokus Utama
  • Referensi

Ruminansia, Jerami, dan Pangan Bergizi Prima

  • Jan 12, 2023
Baca selengkapnya...
  • Bisnis
  • Fokus Utama

Merawat Optimisme Perunggasan Menapaki 2023

  • Jan 10, 2023

Trending

  • 1
    • Bisnis
    • Fokus Utama
    Teknologi yang Menentukan Daya Saing Industri Perunggasan Nasional
  • 2
    • Fokus Utama
    • Referensi
    Ekologi dan Kesehatan Rumen
  • 3
    • Fokus Utama
    • Referensi
    Pentingnya Memahami Feed Intake
  • 4
    • Fokus Utama
    • Referensi
    Ruminansia, Jerami, dan Pangan Bergizi Prima
  • 5
    • Bisnis
    • Fokus Utama
    Merawat Optimisme Perunggasan Menapaki 2023
 

Instagram

livestockreview
Perkembangan teknologi digital telah membantu perkembangan industri perunggasan menjadi lebih efisien, dengan adanya peran big data, cloud, internet untuk segala (IoT), dan kecerdasan buatan (AI) yang dapat meningkatkan produktifitas bisnis dan industri perunggasan di tanah air.
Sikap optimis dalam memasuki 2023 perlu untuk ditularkan kepada para pemangku kepentingan (Stake holder) bisnis dan industri perunggasan, agar dapat secara bersama-sama membenahi sektor perunggasan sebagai bagian dari penyuplai bahan pangan sumber protein hewani yang penting bagi masyarakat Indonesia."
Ruminansia adalah sekelompok hewan yang dicirikan oleh aktivitas memamah biak atau mengunyah kembali bolus pakan yang sudah ditelan. Kegiatan itu dikenal dengan istilah ruminasi.
Jika pemerintah baik di tingkat pusat maupun di daerah menginginkan keberhasilan pembangunannya tinggi di bidang peternakan, maka para penyusun program perencanaan pembangunan peternakan harus pula dilibatkan dan ditempatkan sebagai “pengawal program pembangunan” yang diberikan kekuasan khusus karena mereka bukan tenaga struktural, pada saat program tersebut dilaksanakan.
Lumpy skin disease (LSD) merupakan penyakit kulit pada sapi asal Afrika yang sangat sulit diberantas.
Waspada !!! Badai Penyakit Mulut dan Kuku (FMD) belum Selesai, LSD sudah Menyebar
Follow
Livestock Review Indonesia
  • About
  • Term Of Service
  • Privacy Policy
  • Arsip Artikel
  • Gallery
  • Download
  • Contact Us
  • WP File download search
Dairy, Meat & Livestock Update, Portal Berita Peternakan
Design & Dev by IMAJIX DIGITAL

Input your search keywords and press Enter.