Livestockreview.com, Bisnis. Industri perunggasan saat ini tengah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Rendahnya tingkat konsumsi daging unggas masyarakat Indonesia dibanding negara ASEAN lain, telah membuat stakeholder dan semua pihak yang berhubungan dengan industri perunggasan ini berhasrat untuk dapat meningkatkan tingkat konsumsi masyarakat.
Hal itu dibahas dalam seminar tentang prospek bisnis unggas 2014 oleh Perhimpunan Peternak Unggas Nusantara (PPUN) di Bogor pada pertengahan Nopember lalu. Tampak hadir dalam acara milik para peternak unggas pedaging itu antara lain Wakil Menteri Perdagangan RI, Dr. Bayu Krisnamurthi dan Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Ditjen Peternakan, Kementerian Pertanian, Ahmad Junaidi.
Pemerintah pun turut serta mendukung program tersebut karena memang, konsumsi protein hewani masyarakat memang bisa dikatakan masih rendah. Dengan menargetkan double consumption selama 5 tahun kedepan dari angka 7,5 kg/kapita/tahun menjadi 15 kg/kapita/tahun harapannya dapat pula meningkatkan kecerdasan anak bangsa yang didukung oleh cakupan gizi yang cukup dari konsumsi protein hewani ini.
Peternakan ayam broiler pun menjadi lini terdepan sebagai “pabrik” penghasil daging unggas. Peternakan ayam broiler pun mulai banyak melakukan pengembangan di beberapa daerah dan didukung oleh sarana dan prasarana yang lain. Ayam pedaging (broiler) adalah ayam ras yang mampu tumbuh cepat sehingga dapat menghasilkan daging daging dalam waktu relatif singkat. Dengan bantuan ilmu pengetahuan untuk menghasilkan genetik ayam, kini ayam broiler telah mampu dipanen pada usia pemeliharaan yang relatif singkat, yakni satu bulan pemeliharaan.
Industri perunggasan Indonesia pun kini telah mengalami swasembada daging unggas, walaupun memang untuk beberapa hal seperti pasokan bahan baku pakan, bibit ayam, obat masih diimpor. Namun dalam hal produksi ayam broiler, telah mampu mencapai swasembada dan akan ditingkatkan produksinya.
Tantangan di era global
Permasalahan tidak hanya berhenti disitu saja ternyata, negara Indonesia sebagai salah satu anggota WTO dan dalam persaingan global, tak dapat melarang negara lain untuk memasarkan produknya di dalam negeri begitu pula dengan Indonesia sendiri. Dalam konteks ini, akankah produk daging unggas dari luar negeri akan masuk dan menggempur peternakan dalam negeri?
Pertanyaan tersebut menjadi mimpi buruk bagi sebagian peternak di dalam negeri. Jika ancaman akan pasar global menyebabkan produk unggas masuk ke Indonesia, akan mengancam peternak ayam di Indonesia. Hal ini dikarenakan tingkat efisiensi pemeliharaan ayam di luar negeri sudah sangat tinggi sehingga mampu menghasilkan produk unggas dengan harga jual yang rendah. Sementara, peternakan di Indonesia yang belum menerapkan closed house untuk menghasilkan efisiensi akankah dapat bersaing dengan produk tersebut?
Saat ini, barrier yang diberlakukan untuk menghalangi produk unggas asing masuk ialah sertifikasi Halal. Namun sebenarnya ini hanyalah permasalahan waktu saja. Karena negara Brazil mengaku telah mempekerjakan karyawan muslim di RPA mereka dari negara Arab untuk mendapatkan label sertifikat Halal. Sekarang pertanyaan yang muncul kembali, akankah Indonesia mematuhi aturan yang ada di WTO? Akankah Indonesia masih akan mengimpor daging unggas walaupun sebenarnya sudah mengalami swasembada daging unggas?
sumber: ppun | editor: sitoresmi fauzi
follow our twitter: @livestockreview