Livestockreview.com, Kampus. Landasan mengapa masih seringnya distribusi antar daerah yang jauh sebenarnya bisa ditekan, akan tetapi ini sudah menjadi mind set yang salah bagi para konsumen daging di negeri ini. Masyarakat masih dominan yang beranggapan bahwa beli daging sapi harus daging sapi segar atau bahkan harus masih dalam bentuk hidup untuk komoditas ternak lain seperti ayam dan lainnya. Tentu ini mengharuskan adanya distribusi yang memngkinkan.
Permasalahan terakhir dari uraian ini yaitu pemotongan sapi betina produktif masih sering dilakukan oleh pelaku industri di indonesia. Dari jumlah sapi yang dipotong 60% – 80% merupakan sapi betina produktif terus dilakukan pemotongan,” ujar Anggota Komisi IV DPR Mohammad Ali Yahya, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP), di Gedung DPR, Jakarta (Fik/Nur, 2013). Tentu ini menjadi hal yang miris karena sapi betina produktif seharusnya bukan menjadi produk akhir, seharusnya ini menjadi komoditi yang bisa kita gunakan untuk melipatgandakan populasi sapi yang ada karena masih terus menghasilkan pedet.
Penyelesaian dan Kebijakan
Pertama, mengenai produksi yang masih kekurangan. Melihat uraian permasalahan-permasalahan diatas, maka diperlukan sistem peternakan yang terbaru yaitu menggunakan Integrated Farming System untuk semua skala peternakan di indonesia merupakan alternatif cara yang bisa kita lakukan untuk menyelesaiakan masalah ini. Karena dengan sistem ini, kita bisa meminimalisir biaya pada pakan maupun operasional lainnya, bahkan bisa meningkatkan ketertarikan peternak untuk memprioritaskan aktivitas beternakanya sebagai pekerjaan utama.
Kedua, terkait modal yang bisa dikatakan tinggi tentu peran pemerintah disini. Kredit untuk usaha bidang peternakan baik hulu maupun hilir dengan bunga yang kecil dan dengan segala kemudahan lebih dinaikkan anggaranya. Sehingga uang tersebut bisa dimanfaatkan untuk modal awal dalam beternak.
Ketiga, yaitu dengan Sentralisasi Usaha Peternakan (SUP). Ketika sekarang kita lihat permaslahan hanya ada peternakan rakyat skala kecil, distribusi yang terkendala sarana dan biaya maka perlu diadakan SUP ini. Teknisnya dengan menggabungkan kebijakan pertama dan kedua, yaitu dengan jalan melakukan pemusatan industri peternakan yang dikelola dengan sistem integrasi dan sumber modal dari pemerintah yang mencukupi. SUP akan dipusatkan di daerah tertentu per pulaunya. Misal jawa dipusatkan di Jawa Timur, Nusa Tenggara di NTT, dan sebagainya. Sehingga permasalah distribusi bisa ditekan dengan biaya yang lebih rendah karena hanya membutuhkan transportasi darat jarak dekat.
Daerah SUP ini difungsikan sebagai pusat aktvitas peternakan, mulai dari pemeliharaan, pemotongan, packaging sehingga semua daging sudah menjadi daging siap distribusi. Distribusi daging segar untuk daerah lokal dan daging beku/awetan untuk daerah dengan jarak tempuh yang agak jauh. Hal lainnya adalah dengan kontrol RPH yang ada sehingga meminimalisir jumlah pemotongan sapi betina produktif.
Kesimpulan kebijakan
– Pencanangan kewajiban Integrated Farming System bagi pelaku usaha bidang peternakan guna memanfaatkan semua potensi yang ada di negeri ini serta menekan biaya produksi yang selama ini menjadi kendala karena sangat besar.
– Pemberian modal dengan kredit mudah dan murah bagi setiap pelaku usaha bidang peternakan
– Pembuatan daerah SUP untuk pemaksimalan produksi dan distribusi bidang peternakan. Sehingga semua ternak sebelum dipotong wajib masuk daerah SUP untuk kemudian dipotong dan di distribusikan dan bentuk segar adan olahan. Serta pemusatan pemeliharaan sapi di daerah-daerah tertentu.
Rekomendasi
Guna memaksimalkan kebijakan ini, semua harus berupaya semaksimal mungkin mensukseskan program ini. Baik pemerintah, akademisi, penyuluh, industriawan serta seluruh masyarakat. Terutama untuk mengubah mind set beternak adalah pekerjaan sampingan dan membel daging harus daging segar. Sehingga harapannya dengan ini kita tidak lagi membutuhkan daging impor karena sudah tercukupinya semua kebutuhan dalam negeri. (TAMAT)
Ajat Santoso, Surya Primadi, dan Deni Setiadi, Mahasiswa Fakultas Peternakan UGM
Penyaji Terbaik pada Call For Policy Paper dalam Temu Ilmiah Mahasiswa Peternakan Indonesia oleh ISMAPETI, di Bengkulu, 7-12 Nopember2013 | editor: sitoresmi fauzi