Livestockreview.com, Bisnis. Pemerintah dinilai ‘males-malesan’ alias tidak serius mengembangkan peternakan rakyat terutama unggas lokal. Jika sejak dulu usaha peternakan di pedesaan didukung oleh kebijakan yang kondusif, maka kelangkaan dan mahalnya daging sapi di pasaran seperti terjadi belakangan ini, tidak bakal terjadi.
Hal itu dilontarkan Ketua Umum Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli) Ade M Zulkarnaen terkait langka dan mahalnya daging sapi di pasaran. Program Swasembada Daging Sapi (PSDS), lanjutnya, sudah berjalan selama delapan tahun namun kenyataannya, impor sapi dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun lalu impor sapi sudah mencapai 770.000 ekor senilai 318 juta dollar AS atau sekitar Rp 3 triliun.
Tahun 2012 ini kuota impor sapi mencapai 500 ribu ekor. Ini tidak termasuk kuota impor daging sapi lebih dari 7.000 ton per tahun. Kalau pemerintah serius mengembangkan unggas lokal, kebutuhan protein terutama di pedesaan tetap terjaga. Catatan di sini adalah unggas lokal, bukan unggas ras yang selama ini dketahui berasal dari impor, yang berkontribusi terhadap swasembada semu daging dan telur ayam.
Teknis budi daya unggas lokal sudah dikuasai petani/petenak di pedesaan. Pakan ternak bisa dengan memanfaatkan sumber pakan dari dalam negeri. Selain itu devisa juga bisa dihemat karena tidak perlu banyak-banyak mengimpor ayam.
Sekarang, lanjut Ade, kondisinya sangat ironis. Kendati Indonesia merupakan salah satu pusat domestikasi ayam dunia, namun hampir 40 tahun industri peternakan unggas 100 persen masih bergantung impor. Misalnya, produksi ayam impor (ras) tahun 2013 diproyeksikan 2,3 miliar ekor. Ini berarti, industri peternakan memerlukan grand parenst stock atau ayam induk impor sekitar 700.000 ekor.
Akibatnya, unggas lokal yang dipelihara oleh jutaan peternak di Tanah Air sulit berkembang karena tidak mampu bersaing dengan ayam ras. Target produksi unggas lokal berkontribusi 25 persen terhadap produksi nasional, yakni sekitar 500 juta ekor per tahun, sulit dicapai. “Produksi unggas lokal saat ini hanya menyumbang 6 persen terhadap produksi nasional, yakni 90 juta ekor,” ujarnya.
sumber: k0mpas | editor: soegiyono
follow our twitter: @livestockreview