Livestockreview.com, Opini. Dalam kehebohan tingginya harga daging domestik dan maraknya impor daging sapi, yang paling diuntungkan tentu adalah importir, karena kesenjangan harga antara pasar internasional dan dalam negeri.
Itu sebabnya sejumlah negara sewot dengan pembatasan kuota impor, sampai-sampai Amerika Serikat (AS) mengadukan Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Kehebohan ini ibarat anomali, terutama jika kita dihadapkan pada fakta konsumsi daging di negeri ini yang termasuk rendah dibanding di negara lain. Rata-rata orang Indonesia mengonsumsi sekitar 2 kg daging sapi/ tahun (5,5 gr/ hari). Bandingkan dengan warga Iran dan Uruguay, peringkat ke-20 dan ke-1 dunia, yang mengonsumsi 10 kg dan 62 kg daging sapi/ tahun.
Haruskah kita masygul karena rendahnya tingkat konsumsi daging sapi? Kerendahan angka konsumsi, termasuk daging sapi, memang bisa menciptakan rasa rendah diri. Mendag Gita Wiryawan menyatakan untuk meningkatkan mutu manusia Indonesia pemerintah bertekad meningkatkan konsumsi daging sapi per kapita lipat sepuluh menjadi 20 kg/ tahun. Angka itu bisa dicapai dalam 10-15 tahun.
Rendahnya angka konsumsi itu menjadi daya pikat bagi pelaku bisnis daging sapi, baik nasional maupun internasional, untuk mengisi pasar kita.
follow our twitter: @livestockreview
sumber: bud1 w1djanarko (suara) | editor: sitoresmi fauzi