Livestockreview.com, Kampus. Kelinci atau Bahasa Latinnya Oryctolagus cuniculus, memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan sebagai penghasil daging, kulit dan bulu, serta sebagai hewan percobaan dan hewan untuk dipelihara. Kelinci terbagi atas 3 jenis yaitu pedaging, hias, hias sekaligus pedaging. Jenis kelinci pedaging antara lain Flemish Giant, Chinchilla, New Zealand White, dan English Spot.
Kelinci merupakan herbivore non ruminansia yang mempunyai sistem lambung sederhana (tunggal) dengan perkembangan sekum seperti alat pencernaan ruminansia, sehingga hewan ini disebut ruminansia semu (pseudoruminant) (Cheeke dan Patton, 1982).
Klasifikasi kelinci secara ilmiah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia (hewan)
Filum : Chordata (mempunyai notochord)
Subfilum : Vertebrata (bertulang belakang)
Kelas : Mamalia (memiliki kelenjar air susu)
Ordo : Legomorpha (memiliki 2 pasang gigi seri di rahang atas)
Famili : Leporidae (rumus gigi 8 pasang diatas dan 6 pasang dibawah)
Spesies : Oryctolagus cuniculus
(Sumber : Damron, 2003).
Biologi kelinci
Kelinci merupakan salah satu ternak alternatif penghasil daging sebagai sumber protein karena kelinci mempunyai laju pertumbuhan dan perkembangbiakan yang relatif lebih cepat dibandingkan ternak ruminansia. Namun, peternakan kelinci di Indonesia kurang berkembang dengan baik karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang potensi yang dimiliki kelinci. Selain itu masyarakat cenderung menjadikan kelinci sebagai binatang peliharaan yang sayang jika disembelih untuk diambil dagingnya.
Saat ini, ternak kelinci dapat menjadi solusi dalam memenuhi kebutuhan protein hewani karena memiliki kemampuan efisiensi produksi dan reproduksi yang patut dipertimbangkan yaitu 1) ukuran tubuh yang kecil sehingga tidak membutuhkan banyak ruang, 2) tidak memerlukan biaya yang besar dalam investasi ternak dan kandang, 3) umur dewasa yang singkat (4-5 bulan), 4) kemampuan berkembang biak yang tinggi, 5) masa penggemukan yang singkat (kurang dari 2 bulan sejak disapih) (El-Raffa, 2004).
Kelebihan kelinci dapat menggunakan protein hijauan secara efisien dengan tingkat reproduksi tinggi, hanya membutuhkan makanan dalam jumlah sedikit dan kualitas dagingnya cukup tinggi karena kelinci dapat memanfaatkan feses lunak yang dihasilkan dari kegiatan coprophagy. Kegiatan tersebut yaitu memakan kembali feses yang dikeluarkan sehingga dapat mengkonversi protein asal hijauan menjadi protein mikroba yang berkualitas tinggi, mensintesis vitamin B dan memecah selulosa atau serat menjadi energi yang berguna (Farrel dan Raharjo, 1984).
Kelinci memiliki kelebihan yaitu laju pertumbuhan yang cepat, potensi reproduksi yang tinggi dan memiliki kemampuan dalam mencerna pakan hijauan karena memiliki sifat coprophagy (Cheeke dan Patton, 1982). Kelinci dapat menggunakan protein hijauan secara efisien dengan tingkat reproduksi tinggi, hanya membutuhkan makanan dalam jumlah sedikit dan kualitas dagingnya cukup tinggi karena kelinci dapat memanfaatkan feses lunak yang dihasilkan dari kegiatan coprophagy. Kegiatan tersebut yaitu memakan kembali feses yang dikeluarkan sehingga dapat mengkonversi protein asal hijauan menjadi protein mikroba yang berkualitas tinggi, mensintesis vitamin B dan memecah selulosa atau serat menjadi energi yang berguna (Farrel dan Raharjo, 1984).
Menurut El-Raffa (2004), kelinci merupakan ternak yang dapat menjadi solusi dalam memenuhi kebutuhan protein hewani karena memiliki kemampuan efisiensi produksi dan reproduksi yang patut dipertimbangkan yaitu 1) ukuran tubuh yang kecil sehingga tidak membutuhkan banyak ruang, 2) tidak memerlukan biaya yang besar dalam investasi ternak dan kandang, 3) umur dewasa yang singkat (4-5 bulan), 4) kemampuan berkembang biak yang tinggi, 5) masa penggemukan yang singkat (kurang dari 2 bulan sejak disapih). Menurut Purnama (1997), salah satu potensi ternak kelinci sebagai temak peliharaan adalah kecepatan dalam berkembang biak ataupun produktivitas dalam beranaknya, karena pada umur 5-7 bulan sudah dapat dikawinkan dengan masa buntingnya hanya 30-33 hari. Selain itu litter size yang dilahirkan 4 ekor sampai 12 ekor, sedangkan 14 hari setelah beranak dapat dikawin ulang. (BERSAMBUNG)
Pancar Suryo Ika P, Hastine Midyo Prastyowati, Eka Siswati, Mahasiswa Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang
Finalis pada Call For Policy Paper dalam Temu Ilmiah Mahasiswa Peternakan Indonesia oleh ISMAPETI, di Bengkulu, 7-12 Nopember2013 | editor: sitoresmi fauzi