Livestockreview.com, Bisnis. Sebagai salah satu negara dengan produksi sawit tertinggi di dunia, Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan penggunaan produk sampingan hasil industri sawit sebagai pakan ternak. Produksi inti sawit dapat mencapai 9,8 juta ton/tahun dengan potensi produksi bungkil inti sawit dapat mencapai 4,42 juta ton/tahun.
Namun, jumlah yang besar ini belum dapat terserap menjadi bahan pakan pada ternak secara optimal. Hal ini dikarenakan adanya pembatas dalam penggunaan bungkil inti sawit. Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan adanya pengolahan, tetapi masih banyak sektor yang belum mengetahui hal tersebut.
Hal itu dibahas dalam Webinar bertajuk Pengelolaan Bungkil Inti Sawit sebagai Pakan yang diselenggarakan oleh IPB, AINI, MIPI, ISPI, dan GPMT yang diselenggarakan melalui sebuah aplikasi daring pada Rabu, 12 Januari 2022. Dalam acara tersebut menghadirkan Keynote Speaker Dr. Ir. Nasrullah, M.Sc yang diwakili oleh Direktur Pakan Agus Sunanto yang membawakan materi seputar kebijakan pemakaian bungkil inti sawit sebagai pakan.
Para narasumber yang hadir dalam acara yang diikuti oleh tidak kurang dari 500 peserta itu yakni Ketua Umum GPMT drh. Desianto Budi Utomo, Ph.D yang membawakan materi “Kontribusi Bungkil Inti Sawit dalam Mendukung Industri Perunggasan”, Ketua Umum ISPI Ir. Didiek Purwanto, IPU yang membawakan topik “Kontribusi Bungkil Inti Sawit dalam Mendukung Industri Feedlot dan Dairy”, serta Guru Besar Fakultas Peternakan IPB Prof. Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc yang membawakan topik “Teknologi Terkini dalam Memperbaiki Kualitas Bungkil Inti Sawit sebagai Pakan Unggas”. Acara dipandu oleh Ketua Umum MIPI Prof Dr Arnold Sinurat.
Dalam acara itu Nahrowi menandaskan, Indonesia memiliki bungkil inti sawit (BIS) yang ketersediaannya terjamin sepanjang tahun dengan harga yang relatif murah. “Teknologi fraksinasi yang diikuti dengan proses hidrolisis tidak hanya dapat menginaktkan kualitas fisik, tetapi juga kualitas kimia BIS,” kata Nahrowi.
Ia menambahkan, BIS terhidrolisis dapat dipakai dalam campuran ransum unggas sebesar 12,5% dan masih dapat ditingkatkan lagi penggunaannya jika diikuti dengan penambahan enzim penghidrolisis serat. LR