Livestockreview.com, Kampus. Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) RI melalui program Kedaulatan Indonesia dalam Reka Cipta (Kedaireka) menggandeng Fakulltas Peternakan UGM dalam mewujudkan sebuah inovasi untuk mewujudkan merdeka belajar bagi setiap insan di Indonesia. Fakultas Peternakan UGM berkolaborasi dengan PT Magalarva Sayana Indonesia dan Swasembada Enterprise mengampanyekan sektor usaha budidaya maggot sebagai alternatif pakan ternak dan pengurai permasalahan limbah.
Salah satu kegiatan kolaborasi yang diselenggarakan yakni webinar nasional dengan tema “Budidaya Maggot untuk Biokonversi Sampah Organik dan Alternatif Pakan Ternak” yang diselenggarakan pada hari Selasa (14/12/2021). Dr. Muhsin Al Anas, selaku dosen di Fakultas Peternakan UGM sekaligus moderator pada acara tersebut memberikan gambaran mengenai peningkatan volume sampah yang selalu bertambah setiap hari.
Berdasarkan data dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melaporkan bahwa pada tahun 2020, jumlah sampah yang dihasilkan penduduk Indonesia mencapai 67,8 juta ton atau setara 2,2 ton per detik. “Sampah terus menjadi permasalahan masyarakat Indoneisa. Sekitar 37,3 persen sampah dihasilkan dari aktivitas rumah tangga yang sebagaian besar merupakan sampah organik (50-60%).
Oleh sebab itu, inovasi untuk mendegradasi sampah sangat penting. Fakultas Peternakan UGM berkolaborasi dengan PT Magalarva Sayana Indonesia dan Swasembada Enterprise berupaya mengembangkan inovasi atau teknologi untuk penguraian permasalahan tersebut, sekaligus dapat dimanfaatkan untuk industri peternakan,” jelas Muhsin sekaligus ketua penelitian pengembangan teknologi suplemen pakan berbahan produk maggot yang mendapatkan pendaaan dari Program Kedaireka, Dikti.
Kegiatan webinar menghadirkan dua narasumber yakni Rendria Arsyan Labde, Chief Executive Officer (CEO) PT. Magalarva Sayana Indonesia yang merupakan industri pengolahan sampah organik untuk menghasilkan maggot. Menurut Rendria, sampah dalam jangka waktu ke depan akan menumpuk dan berdampak pada kelangsungan lingkungan. Pada kesempatan yang sama, Rendria juga memaparkan mengenai potensi market dengan memanfaatkan maggot untuk biokonversi sampah yang memberikan dampak positif terhadap kelangsungan lingkungan dan ekonomi.
Menurut Rendria, bahan baku pakan ternak berasal dari produk yang tidak dapat sustain dalam waktu yang panjang. Ia menambahkan mengenai potensi kerusakan lingkungan akibat eksploitasi bahan baku dengan waktu regenerasi yang lama. Ia juga memberikan solusi bahwa produk yang berbahan dasar maggot BSF dapat berpotensi lebih sustain karena dapat diproduksi dalam waktu yang cepat serta dapat menjadi biokonversi sehingga lebih ramah lingkungan.
“Maggot BSF memiliki potensi market yang bagus di masa depan nanti, bahan baku (raw material) yang berasal dari sektor lingkungan, seperti tumbuh-tumbuhan akan berpotensi terhadap kerusakan lingkungan. Adanya maggot BSF dapat menjadi solusi produk yang memiliki kandungan nutrisi yang tinggi dan bermanfaat apabila digunakan sebagai bahan baku pakan ternak. Hanya saja produksi skala besar masih sangat diperlukan untuk mendapatkan perhitungan ekonomi secara efisien,” ujarnya.
Selaras dengan hal tersebut, Muhsin Al Anas juga menegaskan bahwa dinamika produk pakan ternak khususnya sumber protein seperti soybean meal (SBM), tepung ikan, dan meat bone meal (MBM), hamper 100 persen berasal dari impor.
Pembicara kedua adalah Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS., IPU., yang merupakan Guru Besar IPB yang memiliki banyak pengalaman penelitian pemanfaatan produk maggot sebagai pakan ternak. Dewi memaparkan bahwa maggot memiliki potensi sebagai bahan baku pakan potensial untuk ternak, tidak hanya sebagai sumber nutrien tetapi memiliki kandungan fungsional untuk meningkatkan kesehatan ternak.
“Manajemen maggot tidak jauh beda dengan tatacara memelihara ternak yang lain. Hanya saja permasalahan yang sering dialami oleh peternak maggot yang menyebabkan pertumbuhan tidak optimal adalah media yang digunakan, serta rasio antara sumber karbon (C) dan nitrogen (N). Media dan pakan maggot yang memiliki kandungan nutrien yang bagus akan berdampak pada ukuran maggot yang dihasilkan serta dapat mempercepat fase produksi sehingga dapat mempercepat waktu panen” jelas Dewi yang juga merupakan pakar nutrisi dari Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI) tersebut.
Pakan menjadi tantangan besar dalam industri peternakan karena berdampak pada biaya produksi yang mencapai 50-70%. Di sisi lain, produksi sampah di Indonesia sangat banyak dan memiliki peluang untuk dikelola sebagai media budidaya maggot yang memiliki kandungan protein tinggi sebagai pakan ternak.
Kolaborasi antara universitas dan perusahaan diharapkan akan menghasilkan solusi dalam menghasilkan inovasi dan teknologi dalam penyelesaian permasalahan sampah. Program Kedaireka mampu menjembatani dan meningkatkan kolaborasi antara universitas dan perguruan tinggi. lr (ugm)