Livestockreview.com, Referensi. Beberapa waktu lagi umat muslim akan merayakan hari raya Idul Adha yang akan tiba pada tanggal 10 Dzulhijah 1441H (31 Juli 2020). Pada hari raya Idul Adha, umat muslim disyariatkan untuk menyembelih hewan kurban, seperti yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail AS. Syariat berkurban ini juga dimaknai sebagai momen berbagi kepada sesama.
Umat muslim yang berkecukupan diwajibkan untuk menyembelih hewan kurban dan hasilnya dibagikan kepada yang lebih membutuhkan. Dengan perkiraan jumlah penduduk muslim yang mencapai 229,6 juta jiwa menjadikan Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbanyak di dunia. Dengan jumlah umat muslim yang besar tersebut, momen Idul Adha dapat dijadikan sebagai momentum untuk pemenuhan protein hewani bagi masyarakat muslim Indonesia pada umumnya.
Di Indonesia, uforia pelaksanaan ibadah kurban pada saat hari raya Idul Adha menjadi momen yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang. Beberapa tradisi pun mengiringi momen perayaan Idul Adha tersebut, diantaranya tradisi ‘Manten Sapi’ di Pasuruan, tradisi ‘Grebeg Gunungan’ di Yogyakarta, tradisi ‘Kaul dan Abda’u’ di Maluku tengah, dan tradisi ‘Toron’ di Madura. Momen tradisi tersebut menjadi sarana untuk berkumpulnya sanak family dan handai taulan. Namun di era pandemi Covid-19 banyak pembatasan dan penyesuaian yang harus dilakukan masyarakat Indonesia dalam melaksanakan ibadah kurban. Pembatasan dan penyesuaian tersebut diharapkan dapat mencegah penyebaran virus Covid-19 sehingga masyarakat Indonesia dapat secepatnya terbebas dari pandemi ini.
Pemerintah melalui Kementrian Pertanian mengeluarkan surat edaran tentang pelaksanaan ibadah kurban dimasa pademi covid-19. Beberapa rekomendasi dari Kementrian Pertanian antara lain penjualan hewan kurban juga harus dilakukan di tempat yang telah mendapat izin dari kepala daerah setempat, Penjualan hewan kurban juga diharapkan melibatkan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM), Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), dan organisasi atau lembaga amil zakat lainnya. Organisasi dan lembaga amil zakat ini dapat membantu pengaturan tata cara penjualan hewan kurban yang meliputi pembatasan waktu, layout tempat penjualan, dan penempatan fasilitas alat kebersihan. Selain itu, penjual hewan kurban juga harus dilengkapi dengan Alat Pelindung Diri (APD) minimal berupa masker, lengan panjang, dan sarung tangan sekali pakai selama di tempat penjualan. Kemudian, setiap orang yang masuk ke tempat penjualan harus mencuci tangan lebih dulu menggunakan sabun atau hand sanitizer dan menjaga jarak. Bagi penjual hewan kurban yang berasal dari luar wilayah, harus dalam kondisi sehat dengan melampirkan surat keterangan sehat dari puskesmas atau rumah sakit,
Pada saat pelaksanaan pemotongan hewan kurban, rekomendasi yang diberikan sebagai berikut: petugas pemotongan hewan kurban harus menggunakan masker dan atau face shield, tidak merokok, meludah, dan memperhatikan etika bersin serta batuk selama berkegiatan pemotongan kurban. Petugas pemotongan hewan kurban juga diharuskan berasal dari lingkungan atau satu wilayah dengan tempat pemotongan hewan dan tidak sedang pada masa karantina mandiri. Setelah selesai melaksanakan penyembelihan, petugas diharapkan mandi sebelum bertemu anggota keluarga di rumah.
Melihat situasi perekonomian dan rekomendasi pembatasan sosial pada saat ini, para pedagang hewan kurban berasumsi bahwa hal ini akan berdampak terhadap minat berkurban masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, penulis berinisiatif untuk melakukan survei singkat terkait minat berkurban masyarakat Indonesia saat masa pandemic. Survei tersebut melibatkan lebih dari 100 orang secara online yang tersebar di beberapa kota di Indonesia. Dengan profil responden sebagai berikut:
1) Kelompok usia: sebanyak 29.4% responden berusia 41 – 50 tahun, 28.4% dari responden berusia 20 – 30 tahun, 20.2% responden berusia 31 – 40 tahun, 19,3% responden berusia 51 – 60 tahun dan hanya 2,8% berusia lebih dari 60 tahun.
2) Status pekerjaan: mayoritas responden (67,9%) berprofesi sebagai pekerja tetap, 22% bekerja sebagai wirausaha, 3,7% responden adalah pensiunan, 6,4% responden tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan.
Survei dilakukan untuk mengetahui minat dan preferensi (kecenderungan/kesukaan) berkurban masyarakat di Indonesia pada masa pandemi Covid-19. Beberapa pertanyaan terkait minat berkurban pada hari raya Idul Adha pada tahun ini seperti: 1) keputusan berkurban di masa pandemi, 2) pilihan model berkurban di masa pandemi, 3) faktor utama memilih hewan kurban, 4) anggaran pembelian hewan kurban dan 5) minat masyarakat terhadap alternatif model berkurban. Hasil survei tersebut sebagai berikut:
- Berdasarkan kondisi perekonomian tahun ini dan anjuran pemerintah untuk menjaga jarak dan menerapkan protokol kesehatan, apakah Anda akan tetap melaksanakan ibadah kurban?

Sebanyak 91,70% dari responden menjawab akan tetap melaksanakan ibadah kurban, karena ibadah kurban merupakan kewajiban bagi umat muslim yang mampu. Sedangkan sebanyak 8.30% responden menjawan tidak melaksanakan ibadah kurban pada tahun ini. Ternyata kondisi pandemi seperti saat ini tidak menyurutkan minat responden untuk melakukan ibadah kurban.
- Bagaimana Anda akan melaksanakan ibadah kurban tahun ini?
Penulis memberikan beberapa pilihan jawaban untuk pertanyaan diatas antara lain: 1) Tetap melaksanakan penyembelihan di masjid/tempat tinggal seperti biasanya, 2) Menitipkan hewan kurban kepada lembaga amal, 3) Menyerahkan penyembelihan kepada RPH dan membagikan hasil sembelihan secara mandiri, 4) Pilihan lainnya.

Mayoritas responden (55,1%) akan tetap menjalankan penyembelihan kurban di masjid/tempat tinggal seperti tahun sebelumnya. Sebanyak 21,1% dari responden akan menitipkan hewan kurban melalui lembaga amal, 7,3% responden lainnya akan menyembelihkan hewan kurbannya di RPH dan akan membagikan hasilnya secara mandiri, serta 16,5% dari responden memilih metode lainnya seperti mengirim hewan kurban ke daerah yang membutuhkan.
Jika mengacu pada jawaban responden, mayoritas responden akan tetap melaksanakan penyembelihan hewan kurban di masjid/tempat tinggal seperti tahun-tahun sebelumnya, tentunya pihak-pihak terkait seperti pemerintah harus mulai melakukan penyuluhan mengenai cara penyembelihan hewan kurban yang sesuai dengan protokol kesehatan. Sebenarnya pihak institusi pendidikan sudah mulai banyak melakukan seminar secara online dengan topik-topik terkait, namun perlu adanya penyebaran informasi secara lebih masif kepada pihak-pihak pelaksana.
Faktor utama yang menjadi pertimbangan utama Anda ketika membeli hewan kurban?

Pertanyaan selanjutnya adalah faktor pertimbangan dalam pembelian hewan kurban. Harga hewan kurban menjadi faktor pertimbangan utama mayoritas (33.9%) responden dalam memilih hewan kurban. Responden membeli hewan kurban berdasarkan anggaran yang telah disiapkan. Selanjutnya, 27,5% responden menjawab ukuran hewan sebagai pertimbangan utama dalam memilih hewan kurban dan 23,9% dari responden menjawab umur hewan ternak menjadi pertimbangan membeli hewan kurban. Sebanyak 14,7% responden menjawab faktor-faktor lainnya, antara lain faktor kepercayaan pada penjual dan faktor pembelian kolektif kelompok.
- Berapakah anggaran Anda untuk membeli hewan kurban?
Penulis melanjutkan pertanyaan berdasarkan jawaban dari responden mengenai faktor harga yang menjadi pertimbangan utama memilih hewan kurban. Berdasarkan hasil survei yang dapat dilihat pada Gambar 4, sebanyak 61,7% responden menjawab anggaran untuk membeli hewan kurban sebesar Rp 2.000.000 sampai Rp 3.000.000; 29,9% responden menjawab Rp 3.001.000 sampai Rp 4.000.000; 4.7% dari responden menjawab Rp 4.001.000 – Rp 5.000.000, serta 3.7% dari responden yang menganggarkan lebih dari Rp 5.000.000 untuk membeli hewan kurban.

Berbagai model dan pilihan dalam melaksanakan ibadah kurban tahun ini mulai diinisiasi oleh berbagai pihak, diantaranya dengan memberikan layanan tambahan penyembelihan serta pengemasan daging kurban. Beberapa alternatif model pelaksanaan penyembelihan hewan kurban tersebut dilaksanakan untuk mencegah penyebaran virus covid-19. Penulis pun membuat pertanyaan terkait minat reponden untuk menggunakan alternatif model penyembelihan tersebut. Pertanyaan sebagai berikut “Sebuah peternakan menyediakan layanan tambahan untuk menyembelihkan hewan kurban dan mengantarkan hasil sembelihannya ke lokasi yang anda pilih. Penyembelihan akan dilakukan di Rumah Potong Hewan dan hewan kurban akan disembelih oleh tenaga profesional dengan sesuai syariah. Apakah anda bersedia menggunakan layanan tersebut?”

Berdasarkan hasil survei (Gambar 5) sebanyak 61.5% dari responden menyatakan bersedia menggunakan layanan tersebut seandainya tersedia di tempat tinggal mereka. Beberapa alasan yang melandasi jawaban tersebut diantaranya unsur kepraktisan, dan untuk mencegah penularan virus covid-19. Namun sebanyak 38.50% dari responden menyatakan tidak bersedia menggunakan layanan tambahan tersebut karena faktor tidak terbiasa dan belum mengetahui juru sembelih yang akan bekerja.
Pertanyaan selanjutnya mengenai tambahan biaya yang sesuai jika layanan tersebut tersedia, sebanyak 36,7% responden menjawab sebaiknya biaya tambahan tersebut 10% dari harga hewan kurban, dan 4,6% responden menjawab biaya tambahan yang sesuai adalah 20% dari harga hewan kurban tersebut. Sedangkan 58,7% dari responden menjawab tidak menghendaki adanya tambahan biaya dari layanan tersebut.
Beberapa hasil survei diatas dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pihak-pihak terkait dalam menentukan langkah pada momen Idul Adha pada masa covid-19. Pelaku bisnis dapat menggunakannya untuk menentukan strategi pemasaran hewan kurban pada masa pandemi covid-19, selain itu pelaku bisnis diharapkan dapat menjalin komunikasi dengan pelanggan sehingga dapat mengetahui apa yang diinginkan oleh pelanggan.
Pihak institusi pendidikan juga diharapkan dapat berperan serta dengan memberikan pengetahuan kepada takmir masjid, panitia Idul Adha dan masyarkat umum tentang cara penyembelihan pada masa pandemi ini. Pemerintah memegang peran kunci dalam fungsi pengawasan terkait penjualan hewan kurban, pemotongan, hingga pendistribusian daging sehingga dapat mencegah persebaran virus covid-19.
penulis:
Tian Jihadhan Wankar S.Pt., M.Sc, Staff pengajar Fakultas Peternakan UGM, dan Kandidat Doktor di Business School UNE