Livestockreview.com, Bisnis. Pandemi Covid-19 telah mengubah tatanan dunia secara dramatis dan masif dan akhirnya berimbas kepada semua sektor. Akibat pandemi, sektor pertanian tumbuh stagnan di kuartal I (Q1) 2020, yaitu sebesar 0,02% melambat dari Q1 2019 yang masih tumbuh sebesar 1,82%. Di masa pandemi ini sektor peternakan hanya tumbuh 2,86% melambat dari Q1 2019 yang tumbuh 7,96%. Dalam hal pemenuhan kebutuhan daging sapi pun selalu terdapat kesenjangan yang luar biasa. Kebutuhan daging nasional sebesar 650.000 ton per tahun atau setara 3,8-3,9 juta ekor sementara itu jumlah populasi sapi pedaging hingga tahun 2019 hanya sebanyak 17.118.650 ekor.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia Ir. Didiek Purwanto, IPU dalam Obrolan Peternakan (OPERA) yang diselenggarakan oleh Fakultas Peternakan (Fapet) UGM pada 3 Juli 2020 lalu melalui Zoom Meeting.
Ketidakmampuan produksi lokal memenuhi kebutuhan daging nasional tersebut menurut Didiek disebabkan oleh belum tuntasnya beberapa permasalahan. Beberapa hal tersebut ialah makin tingginya gap antara supply dan demand, arah pembangunan yang belum jelas, ego kedaerahan setelah adanya otonomi daerah, dan belum berubahnya pola beternak.
Di masa pandemi ini, keadaan diperparah dengan harga sapi di Q1 mencapai $3/kg/hidup, nilai tukar rupiah Q1 menembus Rp16.500,00 bahkan sampai Rp17.000,00, daya beli turun secara signifikan, biaya operasional meningkat karena meningkatnya harga bahan baku pakan, dan tata niaga dan logistik terhambat karena penerapan PSBB di beberapa daerah di Australia.
Untuk mengatasi hal tersebut, Didiek menyebutkan beberapa tindakan yang perlu dilakukan. Pertama, arah pembangunan peternakan yang terstruktur, berkelanjutan, kesamaan bahasa serta partisipatif aktif semua pemangku kepentingan permberdayaan dan perlindungan peternak lokal.
Kedua, harmonisasi regulasi interdepartmen yang sejalan dengan perundangan dan PP. Ketiga, inventaris dan optimalisasi sumber daya lokal potensial, infrastruktur informasi dan teknologi harus ada di daerah.
Keempat, peternakan harus dibangun berdasarkan klasterisasi atau spesialisasi sebuah wilayah, pembiayaan dan kebijakan fiskal yang mendukung serta skema pembiayaan yang efektif dan efisien.
Kelima, segera disusun konsep tata ruang pengembangan industri, struktur sistem agribisnis, kesehatan hewan dan veteriner. Keenam, pembangunan peternakan berorientasi industri dan terinegrasi dengan memperhatikan tuntutan era globalisasi dan industri 4.0.
editor: soegiyono | sumber: fapet ugm
follow our ig: www.instagram.com/livestockreview