Livestockreview.com, Referensi. Ketersediaan pakan ternak menjadi salah satu syarat utama dalam usaha budi daya hewan ternak. Aktivitas merumput pun menjadi keharusan bagi peternak untuk mencukupi pakan hewan ternaknya, jika tidak ingin ternak yang dipelihara mati.Pada musim kemarau seperti sekarang ini, ketersediaan pakan menurun drastis. Banyak rumput dan hijau daun yang mengering mengakibatkan ketersediaan pakan ternak terganggu. Akibatnya setiap musim kemarau para peternak memilih istirahat dan beralih ke pekerjaan lain.
Namun kondisi itu tidak dialami oleh Muhammad Samsudin (31), warga Dusun Wirokerten RT 1 RW 2 Desa Majir Kecamatan Kutoarjo, Purworejo, Jawa Tengah. Musim kemarau, dia tak kesulitan memelihara ratusan kambing. Yang lebih luar biasa, kambing-kambing yang dipeliharanya tetap gemuk meskipun dia sama sekali tidak merumput.
Berbekal ilmu peternakan yang didapatkan saat kuliah di Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Samsudin berhasil menemukan terobosan teknik beternak yang mengandalkan pakan apa saja yang ada di sekelilingnya dan selama ini dianggap sampah. “Daun jati kering dan daun bambu saja dimakan oleh kambing saya,” katanya.
Samsudin menjelaskan, teknik beternak dengan mengembangkan teknologi fermentasi pakan. Dia memanfaatkan daun-daun kering yang ada di sekeliling rumahnya sebagai pakan. Dia memproduksinya dengan teknologi fermentasi sehingga meskipun daun kering tapi hewan ternak tetap lahap menyantapnya. “Kecukupan gizi juga saya perhatikan. Penghitungannya, dalam dua minggu berat kambing saya bisa naik hingga dua kilogram,” katanya.
Beberapa barang yang difermentasi menjadi pakan antara lain pelepah pohon pisang, daun jati kering, daun bambu kering, jerami kering, rendeng kacang tanah kering, dan jenis-jenis dedaunan lainnya. “Probiotik dilarutkan dalam air kemudian difermentasikan ke calon pakan. Selanjutnya diberikan ke hewan ternak. Itu saja sederhana,” katanya.
Beberapa keunggulan dari teknologi ini antara lain daging kambing menjadi rendah kolesterol, serapan gizi makanan lebih maksimal, dan yang pasti tidak menimbulkan bau. “Kotorannya juga jauh lebih subur kalau digunakan untuk pupuk. Saya bisa menjualnya Rp 1.000 per kilogram,” katanya.
Dari hasil penelitiannya, daun-daun kering itu setelah difermentasi kandungan proteinnya bisa meningkat jadi 7 persen. Padahal dalam kondisi normal basah, hijau daun kandungannya hanya berkisar 4 persen. “Untuk lebih meningkatkan gizi pakan, saya juga mencampur dengan katul dan ampas kopra,” katanya.
Kepala Desa Majir Budi Sunaryo AMd menambahkan, teknologi yang dihasilkan Samsudin itu menjadi keunggulan di desa yang dipimpinnya. Saat ini sedang dirintis Pusat Pelatihan Peternakan Swadaya (P4S) Boersa Agro. “P4S ini nanti bisa menjadi semacam sekolah beternak bagi para petani di Kabupaten Purworejo. Kalau ada yang tertarik dengan terobosan Samsudin ini, silakan datang dan belajar ke Desa Majir,” katanya.
Budi yakin teknologi beternak yang dikembangkan warganya itu akan memberikan manfaat bagi masyarakat di Kabupaten Purworejo, dan secara khusus mendukung program Bupati Mahsun Zain yang ingin menjadikan Kabupaten Purworejo sebagai daerah agrobisnis. “Teknologi ini bisa menjadi terobosan untuk peningkatan kesejahteraan para peternak,” tandasnya.
sumber: suara | editor: nurul huda