Livestock Review Indonesia
  • Home
  • Fokus Utama
  • News
  • Bisnis
  • Referensi
  • Artikel Lainnya
    • Produk Olahan
    • Opini
    • Riset
    • Tokoh
    • Kampus
    • lain-lain
    • Gallery
  • About
    • Tentang Kami
    • Pemasangan Iklan
    • Contact Us
  • Download

Follow us

Facebook
Twitter
Instagram
Livestock Review Indonesia
2K Likes
2K Followers
0 Followers
Livestock Review Indonesia
  • Home
  • Fokus Utama
  • News
  • Bisnis
  • Referensi
  • Artikel Lainnya
    • Produk Olahan
    • Opini
    • Riset
    • Tokoh
    • Kampus
    • lain-lain
    • Gallery
  • About
    • Tentang Kami
    • Pemasangan Iklan
    • Contact Us
  • Download
  • Fokus Utama
  • Opini

Manajemen Antraks

  • Livestock Review
  • Jan 25, 2012
  • No comments
Total
0
Shares
0
0
0
0
0

Livestockreview.com, Opini. Antraks yang juga dikenal dengan nama splenic fever (radang limpa), kembali mewabah. Ini setidaknya terjadi di Boyolali, Jawa Tengah. Di Sleman Yogyakarta juga pernah dilaporkan ada kasus antraks pada hewan ternak pada tahun 2003. Berbicara masalah penanganan wabah antraks di Indonesia sebenarnya, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, dalam hal ini Dinas Peternakan/Kesehatan Hewan. Misalnya sosialisasi gejala klinis, pemantauan di pasar-pasar daging dan pengawasan ketat daging dan ternak dari luar daerah. Apalagi, dalam situasi wabah, pengawasan semakin diperketat, jangan sampai penyakit  menyebar ke wilayah lain.

Yang terjadi di lapangan, mengapa wabah antraks seolah tidak bergeming. Peternak sapi dan masyarakat luas was-was. Apa ada yang kurang tepat dalam manajemen penanganan wabah antraks?

Penyakit antraks disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis yang berbentuk batang, bersifat Gram-positif dan aerobik yang berukuran panjang 1-9 mikrometer. Bacillus anthracis pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1876.Di Indonesia, B antraks sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Sejarah menunjukkan, bahwa pada tahun 1885 Kolonial Verslag, seorang pejabat tinggi Belanda telah melaporkan adanya penyakit antraks di Buleleng (Bali), Rawas (Palembang) dan Lampung.

Sejak saat itu, penyakit antraks yang penanganannya tampaknya seperti ‘pemadam kebakaran’, kini malah semakin meluas dan menyebar ke mana-mana. Sebut saja pulau Sumatera (Palembang, Lampung, Bengkulu, Tapanuli), pulau Jawa (Jawa Barat, Tengah dan Timur), Nusa Tenggara Barat dan Timur, Kalimantan dan Papua. Fenomena wabah antraks sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara lain, termasuk negara yang sudah maju sekalipun. Latar belakang permasalahannya, antraks merupakan salah satu zoonosis yang penting dan seringkali menyebabkan kematian pada manusia. Tidak jarang terjadi, antraks membumi, benar-benar masuk bumi (baca: tanah) sebagai tempat peristirahatannya yang dapat tahan, hidup puluhan atau bahkan ratusan tahun di dalam tanah.

Pada umumnya, hewan penderita antraks akan mengalami kematian kurang lebih 7 hari setelah terinfeksi. B. anthracis menyebabkan kematian pada penderita karena menghasilkan racun, yaitu eco-toxin dan lethal toxin. Bahkan, hewan penderita antraks tanpa menunjukkan gejala klinis sebelumnya. Inilah yang terjadi pada banyak kasus antraks pada hewan di Indonesia.

Jangan terlambat mendeteksi

Jika sampai deteksi kasus antraks terlambat dan hewan penderita mati dengan gejala klinis berupa keluarnya darah yang gelap pekat dari lubang-lubang alami, maka penanganan terhadap keamanan kesehatan lingkungan akan menjadi lebih rumit.
Diperlukan karantina ketat di daerah wabah karena B. anthracis yang keluar bersama darah atau daging yang terbuka akan membentuk spora. Domba paling mudah terserang antraks diikuti sapi dan kuda. Kerbau, ruminansia kecil lain (selain domba) dan babi lebih tahan terhadap antraks. Anjing dan kucing jarang sekali terinfeksi penyakit antraks.

Meskipun unggas tahan terhadap infeksi antraks tetapi antraks pada unggas, mulai menjadi perhatian, setelah adanya wabah antraks pada ribuan burung Onta di daerah Purwakarta, Jawa Barat pada tahun 2000. Penyakit antraks meminta korban manusia di Nusa Tenggara Barat pada tahun 1980 dan Jawa Barat pada tahun 2004. Akar permasalahannya, pemeriksaan daging dan hewan ternak dilakukan secara fisik karena jika harus melalui uji  laboratorium dibutuhkan waktu yang lama.

Bahkan, ada Pemkab yang menyatakan daerahnya bebas antraks tetapi tampaknya tanpa pemeriksaan laboratorik yang memadai.  Artinya, tidak dilakukan diagnosa dini ada/tidaknya antigen (antraks) dalam tubuh hewan bersangkutan. Sehingga, tidak aneh antraks baru diketahui setelah mewabah. Namun ironisnya, meskipun banyak wilayah endemik antraks di Indonesia, tidak ada upaya serius pengembangan dan penyediaan perangkat diagnosis antraks yang memadai dan aman.

Pertanyaannya kemudian, apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah? Adanya keunikan wabah antraks tersebut, akses ketersediaan perangkat diagnosis modern berbasis imunopatologis yang aman, mudah diterapkan di daerah dan dapat dikerjakan dengan cepat tidak membutuhkan waktu lama. Sudah saatnya, dirancang dan diterapkan untuk mempertegas kejelasan daerah bebas antraks. Sementara itu, perlu lebih ditekankan arti penting tanggung jawab bersama berbagai instansi terkait, partisipasi aktif petani peternak dan masyarakat luas.  follow our twitter: @livestockreview

KR | Prof.Wasito, PhD, Guru Besar Ilmu Penyakit Hewan UGM, Yogyakarta

Livestock Review

Livestockreview.com didedikasikan untuk turut memajukan industri peternakan dan produk hasil olahannya di tanah air. Diasuh oleh para ahli di bidangnya, Livestockreview.com menjadi ajang update informasi bagi para pelaku bisnis dan industri peternakan Indonesia.

Previous Article
  • Fokus Utama
  • Produk Olahan

Cermat Memilih Daging Impor

  • Livestock Review
  • Jan 24, 2012
Baca selengkapnya...
Next Article
  • Fokus Utama
  • news

Peternak Sapi Perah Dituntut Jaga Kualitas Produksi Susu

  • Livestock Review
  • Jan 26, 2012
Baca selengkapnya...

Baca Artikel lainnya

Baca selengkapnya...
  • Fokus Utama
  • Referensi

Mikroba Rumen: Kecil Jasadnya, Besar Fungsinya

  • Mar 9, 2023
Baca selengkapnya...
  • Bisnis
  • Fokus Utama

Akselerasi Teknologi Tepat Guna untuk Perunggasan Indonesia

  • Feb 27, 2023
Baca selengkapnya...
  • Bisnis
  • Fokus Utama

Teknologi yang Menentukan Daya Saing Industri Perunggasan Nasional

  • Feb 1, 2023
Baca selengkapnya...
  • Fokus Utama
  • Referensi

Ekologi dan Kesehatan Rumen

  • Jan 25, 2023
Baca selengkapnya...
  • Fokus Utama
  • Referensi

Pentingnya Memahami Feed Intake

  • Jan 16, 2023

Trending

  • 1
    • Fokus Utama
    • Referensi
    Mikroba Rumen: Kecil Jasadnya, Besar Fungsinya
  • 2
    • Bisnis
    • Fokus Utama
    Akselerasi Teknologi Tepat Guna untuk Perunggasan Indonesia
  • 3
    • Bisnis
    • Fokus Utama
    Teknologi yang Menentukan Daya Saing Industri Perunggasan Nasional
  • 4
    • Fokus Utama
    • Referensi
    Ekologi dan Kesehatan Rumen
  • 5
    • Fokus Utama
    • Referensi
    Pentingnya Memahami Feed Intake
 

Instagram

livestockreview
Indonesia Livestock Club (#ILC25): Kesiapan Industri Perunggasan Menyambut Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri
Beberapa menit setelah lahir, ruminansia muda yang sering disebut pre-ruminant, terekspos dengan bermacam-macam mikroba sejak mulai di saluran organ reproduksi dan vagina, saliva, kulit, dan feses induknya. Ketika lahir, induknya menjilat-jilat dan memakan lendir dan cairan yang menyelimuti tubuh anaknya.
Salah satu kunci untuk dapat bertahan di perunggasan adalah melalui efisien dan peningkatan produktifitas yang dapat terwujud dengan penggunaan teknologi.
Perkembangan teknologi digital telah membantu perkembangan industri perunggasan menjadi lebih efisien, dengan adanya peran big data, cloud, internet untuk segala (IoT), dan kecerdasan buatan (AI) yang dapat meningkatkan produktifitas bisnis dan industri perunggasan di tanah air.
Sikap optimis dalam memasuki 2023 perlu untuk ditularkan kepada para pemangku kepentingan (Stake holder) bisnis dan industri perunggasan, agar dapat secara bersama-sama membenahi sektor perunggasan sebagai bagian dari penyuplai bahan pangan sumber protein hewani yang penting bagi masyarakat Indonesia."
Ruminansia adalah sekelompok hewan yang dicirikan oleh aktivitas memamah biak atau mengunyah kembali bolus pakan yang sudah ditelan. Kegiatan itu dikenal dengan istilah ruminasi.
Follow
Livestock Review Indonesia
  • About
  • Term Of Service
  • Privacy Policy
  • Arsip Artikel
  • Gallery
  • Download
  • Contact Us
  • WP File download search
Dairy, Meat & Livestock Update, Portal Berita Peternakan
Design & Dev by IMAJIX DIGITAL

Input your search keywords and press Enter.