Livestockreview.com, Referensi. Badan Pengawas Obat dan MAkanan alias BPOM telah mengumumkan bahwa tidak ditemukan kontaminasi bakteri Enterobacter sakazakii di dalam susu formula. Namun tahukah bawa bakteri ini ternyata dapat dijumpai di berbagai olahan produk makanan, sereal, teh, herbal, bumbu, buah, sayur, susu, daging, telur, ikan ?
Hingga tahun 1980, Enterobacter sakazakii masih dianggap varian dari Enterobacter cloacae. Barulah setelah bakteriolog Jepang, Riichi Sakazaki, memberikan pemahaman yang luas tentang keluarga Enterobacteriaceae, bakteri ini dikenal dengan nama E. sakazakii.
Menurut Fiore, dkk (2008) E. sakazakii dapat diisolasi dari makanan, air, beberapa daerah, seperti: permukiman, rumah sakit. Bahkan juga dilaporkan keberadaan bakteri ini di banyak susu ibu yang tersimpan di bank susu.
Temuan ini mendukung survei Friedemann (2007), yang berhasil mengidentifikasi E. sakazakii dari berbagai sumber. Misalnya: produk olahan makanan, berupa sereal (barley, sorghum, tepung beras, biji padi, tepung jagung), produk olahan kacang-kacangan (tempe, tofu, kedelai, tepung kacang hijau, kecambah Alfalfa, taoge, buncis), teh, herbal, bumbu, dan rempah (iced tea produk USA, produk/sediaan kering teh herbal, bumbu, rempah, tanaman obat), buah-sayur dan olahannya (salad, selada, tomat rebus, kentang, produk ketela pohon/singkong, alga merah, fufu khas dari Ghana, dsb), olahan daging (sosis, olahan daging babi, daging unta, daging sapi, unggas, gelatin), olahan susu (keju, tepung keju), olahan telur, olahan ikan termasuk kerang, udang, sarden, tepung ikan), serta berbagai produk lain, seperti: tepung makanan, makaroni, dumpling (kue bola berisi apel), makanan bayi yang terbuat dari beras, tepung protein, biskuit, permen, kotak susu, dan produk makanan hewan.
Menariknya, E. sakazakii juga dijumpai di air, air minum, air mineral di dalam botol/kemasan. Riset ini dilakukan dari 1954-2006 di berbagai negara, seperti: Amerika Serikat, Argentina, Belanda, Belgia, Inggris, Jepang, Jerman, Jordan, Filipina, Saudi Arabia, Korea Selatan, Nigeria, Norwegia, Meksiko,Republik Czech, China, Italia, Irlandia, Polandia, Hungaria, Portugis, Spanyol, Perancis, Ghana, Afrika Selatan, Swiss, Pantai Gading, Turki, dan Indonesia.
Dijumpai dimana-mana
Unik dan Sakti E. Sakazakii mampu hidup dan dijumpai dimana-mana. Selain itu, bakteri berbentuk batang negatif gram dan tidak membentuk spora ini merupakan bakteri unik. Ia mampu tumbuh-berkembang pada kondisi dengan oksigen namun perkembangannya amat cepat di lingkungan yang tanpa/kekurangan oksigen.
Keunikan inilah yang membuatnya mampu bertahan-hidup dan dijuluki bakteri facultative anaerobic. Perlu diketahui, suhu maksimum untuk pertumbuhannya 41-45 derajat C, sedangkan suhu minimum ia tumbuh sekitar 5,5-8,0 derajat C. Suhu 4 derajat C membuatnya tak mampu tumbuh.
Selain unik, bakteri ini juga sakti. Ia memproduksi enterotoksin. Enterotoksin adalah protein beracun (cytotoxin); spesifik menyerang sel-sel dan membran mukosa usus, sehingga menyebabkan muntah, diare, mirip keracunan makanan. Selain itu, infeksi karena E. sakazakii ditandai dengan suhu tubuh tidak stabil, kejang, pucat, kekuningan, gelisah/rewel, selera makan hilang, pingsan, bahkan ada yang meninggal dunia.
Umumnya penderita tidak menunjukkan gejala atau sedikit demam, hingga terjadi syok septik, lalu meninggal. Bacteremia karena E. sakazakii mematikan 1 dari 7 penderitanya. Adapun kasus meningitis (radang selaput otak-tulang belakang) karena E. sakazakii jarang dijumpai.E. sakazakii mampu menyebabkan infeksi di semua usia, terutama 0-12 bulan. Bayi prematur, lahir kurang dari 36 minggu, bayi berat lahir rendah, bayi dengan daya tahan tubuh rendah (imunodefisiensi), bayi dengan ibu HIV-positif, dan bayi yang mondok di ruang ICU (intensive care unit) lebih berisiko terinfeksi.
Langkah deteksi dini
Deteksi Dini Deteksi E. sakazakii pada makanan dapat dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu sistem. Metode genetika molekuler, termasuk PCR (polymerase chain reaction) real-time, PFGE (pulsed-field gel electrophoresis), analisis RAPD (random amplification of polymorphic DNA) dapat mendeteksi E. sakazakii dengan sangat akurat dan cepat. Misalnya: konsentrasi lebih 10 cfu/100 gram susu formula penyebab infeksi E. sakazakii pada bayi baru lahir terdeteksi dalam 2 hari. Sayangnya, teknik ini mahal. Teknik yang relatif murah adalah mendeteksi melalui ciri-biokimiawi. E. sakazakii positif dengan pemeriksaan catalase dan alfa-glucosidase, dan negatif dengan pemeriksaan oxidase dan phosphoamidase.
Solusi Infeksi karena E. sakazakii mudah diatasi bila cepat terdeteksi. Dokter akan memberikan sefalosporin generasi ketiga, dipadukan ampicillin/gentamicin. Pencegahan penting dilakukan, misalnya: sterilisasi alat/produk yang terkontaminasi, menyusui dengan ASI eksklusif. Bila tidak dapat, buat susu untuk sekali minum, jangan tersisa. Bila sisa, dibuang. Didihkan air 70 derajat C, beri susu formula. E. sakazakii mati pada suhu kurang 60 derajat C. Usahakan habis maksimal 4 jam setelah dibuat.
Bila tidak segera diminum, simpan di kulkas atau tempat bersuhu di bawah 10 derajat C. Jangan diberikan bila lebih dari 24 jam.
adaptasi dari analisis dr dito anurogo, seorang dokter praktek