Livestockreview.com, Bisnis. Kementerian Pertanian tengah mempersiapkan program produksi bibit ayam Grand Parent Stock/GPS) broiler guna menekan importasi induk ayam potong.
Demikian diberitakan oleh beberapa media pada pertengahan November 2019 lalu. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan I Ketut Diarmita, dalam berita tersebut mengemukakan bahwa program pengembangan ini telah berjalan di Kabupaten Subang, Jawa Barat. Jika dapat beroperasi secara konvensional, Ketut menyebut efisiensi biaya bisa mencapai Rp 415 miliar.
Informasi tersebut memunculkan reaksi yang beragam dari masyarakat perunggasan. Banyak pihak mempertanyakan bagaimana kemampuan pemerintah membuat program pemuliaan ternak dimana secara teknis biasanya membutuhkan waktu puluhan tahun. Ada pertanyaan juga program pembibitan di Subang sudah sejauh mana berjalan dan apakah bisa dalam waktu dekat menghasilkan GPS? Apakah program tersebut sudah sesuai dengan tata aturan hak cipta internasional? Pertanyaan-pertanyaan tersebut wajar bermunculan karena pernyataan tentang produksi GPS sebelumnya tidak pernah terdengar.
Melihat hal itu, digelarlah focus group discussion tentang kesiapan Indonesia dalam kemandirian pembibitan ayam broiler di masa depan. Acara yang diselenggarakan oleh ISPI di Tangerang pada 12 Desember 2019 lalu, dihadiri oleh berbagai kalangan. Dari acara tersebut, terdapat sembilan rekomendasi yakni:
Pertama, upaya penggunaan sumberdaya ayam lokal Indonesia sebagai sumber bibit yang diciptakan melalui cara-cara pemuliaan berdasarkah kaidah ilmiah yang benar, yang sudah dilakukan agar terus dilanjutkan dengan monitoring dan pengawasan yang sangat ketat serta berkelanjutan.
Kedua, Indonesia telah memiliki sumberdaya genetik ayam lokal sebanyak 33 rumpun, agar dioptimalkan potensinya sebagai fondasi pembentukan bibit galur murni untuk ayam pedaging. Saat ini baru menghasilkan 9 rumpun yang dilakukan oleh perguruan tinggi, lembaga penelitian dan perusahaan swasta yang selama ini dilakukan secara sendiri-sendiri, harus lebih dioptimalkan melalui sinergi kolaborasi yang lebih baik antara akademisi, peneliti, pemerintah, dan pelaku usaha/praktisi.
Ketiga, semua pilar harus konsisten/istiqomah dengan profesionalitas masing-masing untuk memberikan yang terbaik bagi pengembangan sumberdaya genetik ayam lokal di Indonesia. Akademisi, peneliti berkontribusi dalam IPTEK dan penelitian; pelaku usaha berbisnis secara produktif dan efisien; dan pemerintah berkontribusi melahirkan regulasi yang kondusif bagi pengembangan bisnis perbibitan ayam lokal.
Keempat, pengembangan sumberdaya genetik ayam lokal sebagai sumber bibit perlu diarahkan ke arah yang lebih spesifik, segmented, dan khas Indonesia dengan target pasar khusus, tanpa harus bersaing dengan sumber bibit komersial yang selama ini sudah ada, dan telah dikembangkan oleh principle selama berpuluh-puluh tahun melalui dukungan teknologi, seleksi genetik dan finansial yang sangat kuat, sehingga hampir tidak mungkin pengembangan ayam GGPS melalui ayam broiler yang telah beredar di Indonesia.
Kelima, upaya peningkatan konsumsi protein unggas masih rendah, sehingga perlu pengembangan pembentukan galur ayam lokal (merujuk pada poin no.2), dilakukan secara berdampingan dengan industri broiler yang saat ini sudah berjalan untuk melengkapi kebutuhan protein hewani masyarakat.
Keenam, akademisi, peneliti, pemerintah, dan pelaku usaha/praktisi perlu memperkuat sinergisitas untuk meningkatkan efisiensi produktivitas dalam menghasilkan inovasi berbasis sumberdaya genetik ayam lokal dan lingkungan spesifiknya.
Ketujuh, informasi dan sampel sumberdaya genetik ayam lokal dalam berbagai bentuknya perlu dihimpun dan dikonsolidasikan secara nasional dalam database yang kuat untuk digunakan sebagai landasan dalam pengembangan iptek yang langsung dapat dimanfaatkan para akademisi, peneliti, pemerintah, dan pelaku usaha/praktisi
Kedelapan, perlu segera dibentuk konsorsium yang terdiri dari akademisi, peneliti, pelaku usaha/praktisi, dan pemerintah yang secara profesional, terencana, dan terarah untuk mengembangkan dan melanjutkan pengembangan sumberdaya genetik ayam lokal secara berkelanjutan.
Kesembilan, pemerintah dalam hal ini direktorat perbibitan sebagai leading sector dan regulator harus memulai gerakan bersama membangun pembibitan sumber daya genetik ayam lokal sebagai pelengkap dalam pemenuhan protein hewani unggas.
follow our ig: @livestockreview
penulis: ispi | editor: apriliawati