Livestockreview.com, Bisnis. Untuk dapat terus bertahan hidup dan berkembang, pohon jati beradaptasi dengan meranggas atau menggugurkan daunnya kala musim kering melanda. Demikian juga dengan industri perunggasan Indonesia, saat ini sedang mengalami proses adaptasi untuk dapat bertahan dan bahkan berkembang menjadi industri yang kompetitif kelas dunia. di industri perunggasan khususnya ayam pedaging atau broiler, saat ini tengah melewati berbagai dinamika yang luar biasa untuk mencapai titik keseimbangannya. Persoalan kompetisi dan efisiensi usaha serta fluktuasi harga terus mewarnai perjalanan usaha para pelaku usaha budidaya ayam broiler selama kurang lebih 10 tahun terakhir ini.
Untuk mampu bertahan dan bahkan berkembang dengan iklim usaha yang penuh dengan ketidakpastian tersebut, efisiensi produksi menjadi salah satu langkah jalan keluar yang patut dilakukan. Tentu saat ini adopsi teknologi tepat guna menjadi hal yang sangat penting. Guru Besar Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Prof Ali Agus menjelaskan bahwa adopsi teknologi tepat guna dalam usaha budi daya broiler merupakan hal yang sangat penting. Hal ini berkaitan dengan peningkatan efisiensi dan daya saing usaha. Namun demikian berkaitan dengan adopsi teknologi tepat guna di perunggasan Indonesia masih memerlukan adanya akselerasi.
“Kalau kita lihat adopsi pada kandang sistem tertutup misalnya, dirasa masih memerlukan perjalanan yang panjang. Pasalnya upgrade ke kandang sistem tertutup mungkin baru sekitar 30-35%. Demikian juga adopsi terhadap teknologi digital yang harus terus didorong, sehingga bisa mengejar ketertinggalan dari negara-negara maju, yang mana proses budi daya bisa dikontrol hanya menggunakan ponsel saja,” kata Ali Agus dalam acara Indonesia Livestock Club (ILC) edisi 24 yang mengangkat tema “Catatan Awal Perunggasan 2023”. Acara dilaksanakan secara dalam jaringan (daring) pada Minggu (19/2). Tampak hadir sebagai narasumber dalam acara rutin tersebut yakni Ketua Umum PINSAR Singgih Januratmoko, SKH, MM., Direktur Utama BroilerX Prastyo Ruandhito, dan Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, S.T, M.T, yang diwakili oleh Deputi I Bidang Ketersediaan Dan Stabilisasi Pangan, Badan Pangan Nasional I Gusti Ketut Astawa.
Ali Agus menambahkan, mungkin di Indonesia sudah mulai dengan jual beli yang berbasis daring, namun saya kira terkait otomasi dan digitalisasi pada proses budi daya ini masih perlu dorongan. Kalau tidak ada dorongan maka akan berkembang secara alamiah, sehingga pelaku usaha yang besar dan kuat modal sajalah yang akan menang persaingan.
Pada kesempatan berikutnya, Prastyo Ruandito mengungkapkan tentang tantangan di industri ayam pedaging atau ayam broiler saat ini yang sungguh luar biasa. Pasalnya tantangan yang datang bukan hanya dari dalam negeri, akan tetapi gejolak global yang terjadi juga tak kalah berdampak bagi industri perunggasan dalam negeri. Kendati demikian, semua hal tersebut harus tetap disikapi dengan optimisme yang kuat dari para pemangku kepentingan (stakeholder), untuk secara bersama-sama turut membenahi industri perunggasan yang merupakan mayoritas penyumbang protein hewani nasional.
“Salah satu kunci untuk dapat bertahan di perunggasan adalah melalui efisien dan peningkatan produktifitas yang dapat terwujud dengan penggunaan teknologi. Dimana perkembangan teknologi digital telah mendorong perkembangan industri perunggasan menjadi lebih efisien, dengan adanya peran big data, cloud, Internet of Things (IoT), dan kecerdasan buatan (AI). Hal ini membuat kemampuan suatu usaha perunggasan dalam menyerap berbagai teknologi terkini menjadi faktor terpenting, sehingga adopsi teknologi dapat berlangsung dengan baik, dan diraih manfaatnya untuk produktivitas dan efisiensi usaha perunggasan yang dijalankannya,” tandas Prastyo Ruandhito.
Hal senada diungkapkan oleh I Gusti Ketut Astawa selaku Deputi I Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan, Badan Pangan Nasional. Dalam acara ILC tersebut, ia menyampaikan bahwa salah satu langkah yang bisa ditempuh untuk merespon gejolak global saat ini adalah memperkuat efisiensi produksi. Jangan sampai sewaktu-waktu harga global naik, peternak Indonesia kelabakan dan tidak punya langkah. Untuk itu peningkatan efisiensi produksi dan daya saing juga merupakan hal yang harus terus diupayakan. LR