Livestockreview.com. Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya mengesahkan lahirnya Undang-Undang tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan menggantikan UU No. 6/1967. Dalam UU yang baru itu, regulasi terutama soal sanksi terhadap praktik peternakan dan kesehatan hewan kini diatur lebih ketat. Misalnya, UU mengatur soal denda terhadap larangan menyembelih ternak ruminansi betina produktif. Bila dilanggar akan dikenai sanksi denda hingga Rp5 juta.
Menteri Pertanian Anton Apriyantono mengatakan UU No. 6/1967 tentang ketentuan pokok peternakan dan kesehatan hewan sudah tidak relevan lagi menjadi payung hukum dan acuan pelaksanaan pembangunan subsektor peternakan.
“UU sebelumnya dijumpai banyak kekurangannya. Misalnya soal ketentuan pidana, banyak bersifat ambivalensi sehingga tidak ada ketegasan,” ujarnya di Jakarta kemarin.
Bahkan, lanjutnya, UU yang lama banyak mengatur hal-hal teknis dan kurang mengatur yang bersifat kebijakan. “Inilah yang mendorong kami untuk menyusun UU yang baru.”
Berkaitan dengan lahirnya UU yang baru itu, Ketua Komisi IV DPR Arifin Junaidi menilai UU itu sangat kental mengatur mengenai sanksi terhadap pembangunan subsektor peternakan. Misalnya larangan menyembelih ternak ruminansi (hewan ternak berkuku genap) betina produktif karena ternak itu merupakan penghasil yang baik.
Namun, lanjutnya, ternak ruminansi itu bisa disembelih bila untuk keperluan penelitian dan pemuliaan atau pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan.
“Adapun pertimbangan pelarangan penyembelihan hewan ternak produktif itu guna mencukupi ketersediaan bibit, terutama ruminansi betina produktif yang kecil dan besar.”
Menurut Arifin, UU itu juga mengatur soal keharusan kepada pemerintah, pemda kabupaten atau kota untuk menyediakan dana guna menampung ternak produktif itu pada unit pelaksana teknis di daerah. Tujuannya untuk dilakukan penangkaran dan penyediaan bibit ternak ruminansi di sejumlah daerah.
Namun, dalam Ayat 4 Undang-Undang tentang Peternakan dan Kesehatan itu disebutkan penyeleksian dan penangkaran ternak ruminansi betina produktif akan diatur dalam peraturan menteri.
Berkaitan dengan lahirnya UU itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia Teguh Budiana mengatakan pemerintah harus menyiapkan instrumen UU yang mengatur tentang pengelolaan ternak ruminansi produktif.
“Yang dibutuhkan masyarakat bukan hanya pengaturan pelarangan penyembelihan ternak ruminansi produktif, tetapi juga pemerintah perlu mengatur bagaimana memberikan skema kredit untuk pengembangan ternak ruminansi produktif tersebut,” ujarnya.
Dia mengkhawtirkan diterbitkannya aturan pelarangan penyembelihan ternak ruminansi produktif tersebut menyebabkan masyarakat tidak berminat membeli ternak ruminansi produktif, baik yang kecil maupun besar.