Livestockreview.com, Referensi. Selama ini impor daging dan sapi di Indonesia banyak dipasok dari Australia. Impor daging dan sapi selama ini didominasi Australia karena kedekatan geografis. Mestinya, terkuaknya penyadapan yang dilakukan oleh Australia dijadikan momentum untuk meneguhkan kembali target swasembada daging.
Sejatinya Indonesia memiliki potensi yang besar untuk swasembada. Bukankah pada 1970-an Indonesia jadi eksportir daging sapi (dan kerbau)? Perubahan beleid dari country based ke zone based dalam UU No 18/2009 akan membuat impor daging dan sapi mengalir deras. Ini mengancam swasembada daging. Impor akan membuat ketergantungan Indonesia pada pasokan dari luar negeri tak bisa diputus.
Secara politik, ketergantungan yang tinggi akan membuat posisi kita lemah. Dengan posisi negara pengekspor sebagai price taker, kita akan mudah didikte. Lagipula, karena pasar daging terkonsentrasi, harga daging sapi di pasar dunia amat fluktuatif.
Seharusnya pemerintah dan DPR memeriksa kembali apakah kebijakan peternakan domestik sudah on the track. Sudahkah kebijakan menghindari pemotongan sapi muda dilakukan? Sudahkah riset intensif untuk menemukan breedlokaldanunggul digeluti? Sudahkah peternak memperoleh akses modal?
Mayoritas (90%) usaha ternak dikuasai tak kurang dari 4 juta keluarga peternak di pedesaan. Usaha itu sebagian besar bersifat sambilan dan skala kecil. Selama ini mereka kesulitan pendanaan. Menuntaskan pertanyaan-pertanyaan ini lebih mendesak ketimbang mengamendemen UU No 18/2009. (TAMAT)
sumber: kudori (sindo) | editor: sitoresmi fawzi
follow our official twitter: @livestockreview | follow our official instagram: livestockreview