Livestockreview.com, Opini. Virus flu burung di Indonesia ada sejak 2003 dengan kerugian ekonomi peternakan sudah triliunan rupiah. Kini wabah itu muncul kembali hampir di seluruh provinsi. Kalimantan Barat, yang bebas sejak 2009, kena lagi akhir 2010. Provinsi Gorontalo, dua di antara provinsi yang bebas, April ini terjadi kasus pada unggas.

Sejak 2005, total yang terinfeksi 176 orang dan meninggal 145 orang. Artinya peluang hidup yang terinfeksi 17,8 persen.
Flu burung masih menjadi ancaman kesehatan manusia dan kerugian peternakan unggas di Indonesia. Karakter dan struktur virus sudah berubah jauh dari virus awal. Meskipun jumlah korban manusia tidak lebih besar daripada penyakit lain, kejadian pada manusia sulit diprediksi karena tidak hanya terjadi dalam lingkup usaha peternakan.
Transportasi unggas
Virus flu burung Indonesia berasal dari Guangdong atau Hunan (China) dan menyebar melalui transportasi unggas. Dari analisis protein virus diketahui, virus sudah berkembang menjadi 5 genotipe, yaitu IND-A, IND-B, IND-C, IND-Bc, dan IND-Cx.

Awal 2005, genotipe A beredar di Sumatera dan menyebabkan kematian orang di Karo (2006). IND-B dan C dan koalisinya berkontribusi pada kasus hewan dan manusia di Jawa.
Mengingat kemampuan koalisi antar-virus, maka telah dilakukan simulasi koalisi virus flu burung Indonesia dengan virus flu musiman H3N1. Hasil koalisi ternyata lebih virulen (ganas) dibanding virus flu burung aslinya. Maka merebaknya virus pandemik H1N1-2009 dikhawatirkan akan terjadi koalisi virus.
Virus flu burung Indonesia juga sudah menginfeksi inang lain. Penelisikan virus flu burung pada babi di lima provinsi 2005-2009 menunjukkan 52 dari 702 ekor terinfeksi virus ini. Babi yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala sakit atau kematian.
Ditemukan pula satu virus yang punya kemampuan menginfeksi unggas dan manusia sekaligus. Apakah virus ini yang menginfeksi manusia selama ini, belum banyak informasinya.
Virus flu burung Indonesia juga sudah menulari kucing jalanan. Hasil survei 2006 menunjukkan, 20 persen kucing di enam kota telah ”membawa” virus ini. Air sungai maupun selokan juga bisa membawa virus.
Hasil simulasi lain adalah virus flu burung dari manusia jika ditularkan pada unggas akan lebih virulen dibandingkan virus dari unggas sendiri.
Sejak pertengahan 2010, virus flu burung yang diisolasi dari beberapa daerah menunjukkan struktur dan kekerabatan yang ”mirip”. Ini gejala aneh yang bisa saja disebabkan oleh perubahan cuaca atau penyebaran bibit ayam (DOC).
Petugas karantina hewan telah menemukan fakta bahwa DOC via Bandara Soekarno-Hatta 34,2 persen ”membawa” virus ini. Namun, setelah menyebar ke berbagai wilayah dan muncul kasus, biasanya terjadi perbedaan struktur virus meskipun kecil. Salah satu faktor yang patut diduga adalah ketidakakuratan penggunaan vaksin.
Kiat pengendalian
Pengendalian flu burung di negara lain melalui pemusnahan unggas yang terinfeksi. Indonesia, sejak awal, menggunakan program vaksinasi unggas, mengingat banyak pihak tergantung pada sektor peternakan.

Pemerintah berencana menentukan empat macam virus untuk seed vaksin, namun belum jelas seberapa jauh kajiannya, termasuk kemungkinan memicu mutasi virus yang mudah menginfeksi manusia, apalagi aturannya. Apakah industri bebas memilih atau terbatas dari empat yang ditentukan? Bagaimana nasib vaksin impor? Jika terjadi suatu vaccine outbreak (kebocoran vaksin), apakah pemerintah akan menanggung kerugian di sektor peternakan unggas?
Perlu peran pemerintah
Mengingat virus flu burung masih menjadi masalah kesehatan manusia dan berdampak kerugian ekonomi, pengaturan yang saksama oleh pemerintah sangat diperlukan. Penyediaan vaksin tidak bisa hanya diserahkan kepada pelaku ekonomi. Kekeliruan vaksin dan pelaksanaannya bisa berakibat fatal. Mulai dari perubahan karakter virus hingga yang akhirnya membahayakan manusia. Maka pengontrolan proses pembuatan atau importasi vaksin sebaiknya melibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Bahkan, fasilitas Kemkes di Universitas Airlangga adalah fasilitas terbesar di Asia, bisa untuk mengetahui perilaku virus flu burung pada hewan coba yang mirip dengan karakter manusia.
Amat disayangkan jika fasilitas yang telah dimiliki Indonesia dibiarkan tidak berfungsi secara maksimal karena Indonesia mempunyai potensi menyumbang kajian flu burung yang masih dianggap misteri ini.
kompas | chairil a nidom, ketua avian influenza research center, universitas airlangga, surabaya