Livestock Review Indonesia
  • Home
  • Fokus Utama
  • News
  • Bisnis
  • Referensi
  • Artikel Lainnya
    • Produk Olahan
    • Opini
    • Riset
    • Tokoh
    • Kampus
    • lain-lain
    • Gallery
  • About
    • Tentang Kami
    • Pemasangan Iklan
    • Contact Us
  • Download

Follow us

Facebook
Twitter
Instagram
Livestock Review Indonesia
2K Likes
2K Followers
0 Followers
Livestock Review Indonesia
  • Home
  • Fokus Utama
  • News
  • Bisnis
  • Referensi
  • Artikel Lainnya
    • Produk Olahan
    • Opini
    • Riset
    • Tokoh
    • Kampus
    • lain-lain
    • Gallery
  • About
    • Tentang Kami
    • Pemasangan Iklan
    • Contact Us
  • Download
  • lain-lain

Peta Flu Burung di Indonesia

  • Livestock Review
  • Apr 15, 2011
  • No comments
  • 2 views
Total
0
Shares
0
0
0
0
0
Livestockreview.com, Opini. Virus flu burung di Indonesia ada sejak 2003 dengan kerugian ekonomi peternakan sudah triliunan rupiah. Kini wabah itu muncul kembali hampir di seluruh provinsi. Kalimantan Barat, yang bebas sejak 2009, kena lagi akhir 2010. Provinsi Gorontalo, dua di antara provinsi yang bebas, April ini terjadi kasus pada unggas.
Penularan pada manusia masih terjadi meskipun sporadis. Tahun 2011 tercatat lima orang meninggal dari enam yang terinfeksi. Terakhir yang terinfeksi adalah orang Gunung Kidul. Sebelumnya anak berusia 22 bulan dari Bekasi bertahan hidup, sedangkan ibunya meninggal.
Sejak 2005, total yang terinfeksi 176 orang dan meninggal 145 orang. Artinya peluang hidup yang terinfeksi 17,8 persen.
Flu burung masih menjadi ancaman kesehatan manusia dan kerugian peternakan unggas di Indonesia. Karakter dan struktur virus sudah berubah jauh dari virus awal. Meskipun jumlah korban manusia tidak lebih besar daripada penyakit lain, kejadian pada manusia sulit diprediksi karena tidak hanya terjadi dalam lingkup usaha peternakan.
Transportasi unggas

Virus flu burung Indonesia berasal dari Guangdong atau Hunan (China) dan menyebar melalui transportasi unggas. Dari analisis protein virus diketahui, virus sudah berkembang menjadi 5 genotipe, yaitu IND-A, IND-B, IND-C, IND-Bc, dan IND-Cx.
Genotipe A, B, dan C berbasis pada sub clade —terminologi untuk mendeskripsikan subkelompok dalam genetik—sementara kelompok virus IND-Bc merupakan hasil ”koalisi” ( reassortment ) virus IND-B dan IND-C. Sedangkan Cx antara IND-C dengan virus influenza yang belum diketahui asalnya.
Awal 2005, genotipe A beredar di Sumatera dan menyebabkan kematian orang di Karo (2006). IND-B dan C dan koalisinya berkontribusi pada kasus hewan dan manusia di Jawa.
Mengingat kemampuan koalisi antar-virus, maka telah dilakukan simulasi koalisi virus flu burung Indonesia dengan virus flu musiman H3N1. Hasil koalisi ternyata lebih virulen (ganas) dibanding virus flu burung aslinya. Maka merebaknya virus pandemik H1N1-2009 dikhawatirkan akan terjadi koalisi virus.
Virus flu burung Indonesia juga sudah menginfeksi inang lain. Penelisikan virus flu burung pada babi di lima provinsi 2005-2009 menunjukkan 52 dari 702 ekor terinfeksi virus ini. Babi yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala sakit atau kematian.
Ditemukan pula satu virus yang punya kemampuan menginfeksi unggas dan manusia sekaligus. Apakah virus ini yang menginfeksi manusia selama ini, belum banyak informasinya.
Virus flu burung Indonesia juga sudah menulari kucing jalanan. Hasil survei 2006 menunjukkan, 20 persen kucing di enam kota telah ”membawa” virus ini. Air sungai maupun selokan juga bisa membawa virus.
Hasil simulasi lain adalah virus flu burung dari manusia jika ditularkan pada unggas akan lebih virulen dibandingkan virus dari unggas sendiri.
Sejak pertengahan 2010, virus flu burung yang diisolasi dari beberapa daerah menunjukkan struktur dan kekerabatan yang ”mirip”. Ini gejala aneh yang bisa saja disebabkan oleh perubahan cuaca atau penyebaran bibit ayam (DOC).
Petugas karantina hewan telah menemukan fakta bahwa DOC via Bandara Soekarno-Hatta 34,2 persen ”membawa” virus ini. Namun, setelah menyebar ke berbagai wilayah dan muncul kasus, biasanya terjadi perbedaan struktur virus meskipun kecil. Salah satu faktor yang patut diduga adalah ketidakakuratan penggunaan vaksin.
Kiat  pengendalian
Pengendalian flu burung di negara lain melalui pemusnahan unggas yang terinfeksi. Indonesia, sejak awal, menggunakan program vaksinasi unggas, mengingat banyak pihak tergantung pada sektor peternakan.
Saat ini ada 15 merek vaksin yang terdaftar, baik produksi dalam negeri maupun impor. Sayang, pemantauan dari hulu sampai hilir belum ketat dan terprogram pelaksanaannya. Di samping izin masih sementara, selama tujuh tahun seed virus tidak pernah dikaji ulang.
Pemerintah berencana menentukan empat macam virus untuk seed vaksin, namun belum jelas seberapa jauh kajiannya, termasuk kemungkinan memicu mutasi virus yang mudah menginfeksi manusia, apalagi aturannya. Apakah industri bebas memilih atau terbatas dari empat yang ditentukan? Bagaimana nasib vaksin impor? Jika terjadi suatu vaccine outbreak (kebocoran vaksin), apakah pemerintah akan menanggung kerugian di sektor peternakan unggas?
Perlu peran pemerintah
Mengingat virus flu burung masih menjadi masalah kesehatan manusia dan berdampak kerugian ekonomi, pengaturan yang saksama oleh pemerintah sangat diperlukan. Penyediaan vaksin tidak bisa hanya diserahkan kepada pelaku ekonomi. Kekeliruan vaksin dan pelaksanaannya bisa berakibat fatal. Mulai dari perubahan karakter virus hingga yang akhirnya membahayakan manusia. Maka pengontrolan proses pembuatan atau importasi vaksin sebaiknya melibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Penelisikan virus flu burung dari kasus terbaru perlu dilakukan untuk antisipasi dini, dengan uji karakter molekular dan perilaku virus melalui hewan coba. Saat ini, Kementerian Pertanian dan Kementerian Kesehatan punya fasilitas memadai.
Bahkan, fasilitas Kemkes di Universitas Airlangga adalah fasilitas terbesar di Asia, bisa untuk mengetahui perilaku virus flu burung pada hewan coba yang mirip dengan karakter manusia.
Amat disayangkan jika fasilitas yang telah dimiliki Indonesia dibiarkan tidak berfungsi secara maksimal karena Indonesia mempunyai potensi menyumbang kajian flu burung yang masih dianggap misteri ini.
kompas | chairil a nidom, ketua avian influenza research center, universitas airlangga, surabaya

Livestock Review

Livestockreview.com didedikasikan untuk turut memajukan industri peternakan dan produk hasil olahannya di tanah air. Diasuh oleh para ahli di bidangnya, Livestockreview.com menjadi ajang update informasi bagi para pelaku bisnis dan industri peternakan Indonesia.

Next Article
  • lain-lain

Hasil-hasil Rapat Kerja Nasional ISMAPETI

  • Livestock Review
  • Apr 27, 2011
Baca selengkapnya...

Baca Artikel lainnya

Baca selengkapnya...
  • lain-lain

Peternak Mandiri Broiler dan Ayam Kampung di Banten Terima Bantuan

  • May 11, 2020
Baca selengkapnya...
  • lain-lain

Corona Covid-19 tidak Menular melalui Daging

  • May 5, 2020
Baca selengkapnya...
  • Fokus Utama
  • Kampus
  • lain-lain

Kembali ke Sapi Lokal (Bag II)

  • Jan 15, 2014
Baca selengkapnya...
  • lain-lain

Masa Depan Perunggasan 2014 di Tengah Memanasnya Suhu Politik Indonesia

  • Nov 28, 2013
Baca selengkapnya...
  • lain-lain

Apa Sih, Bedanya Kambing dengan Domba?

  • Nov 11, 2013

Trending

  • 1
    • Fokus Utama
    • Referensi
    Mikroba Rumen: Kecil Jasadnya, Besar Fungsinya
  • 2
    • Bisnis
    • Fokus Utama
    Akselerasi Teknologi Tepat Guna untuk Perunggasan Indonesia
  • 3
    • Bisnis
    • Fokus Utama
    Teknologi yang Menentukan Daya Saing Industri Perunggasan Nasional
  • 4
    • Fokus Utama
    • Referensi
    Ekologi dan Kesehatan Rumen
  • 5
    • Fokus Utama
    • Referensi
    Pentingnya Memahami Feed Intake
 

Instagram

livestockreview
Indonesia Livestock Club (#ILC25): Kesiapan Industri Perunggasan Menyambut Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri
Beberapa menit setelah lahir, ruminansia muda yang sering disebut pre-ruminant, terekspos dengan bermacam-macam mikroba sejak mulai di saluran organ reproduksi dan vagina, saliva, kulit, dan feses induknya. Ketika lahir, induknya menjilat-jilat dan memakan lendir dan cairan yang menyelimuti tubuh anaknya.
Salah satu kunci untuk dapat bertahan di perunggasan adalah melalui efisien dan peningkatan produktifitas yang dapat terwujud dengan penggunaan teknologi.
Perkembangan teknologi digital telah membantu perkembangan industri perunggasan menjadi lebih efisien, dengan adanya peran big data, cloud, internet untuk segala (IoT), dan kecerdasan buatan (AI) yang dapat meningkatkan produktifitas bisnis dan industri perunggasan di tanah air.
Sikap optimis dalam memasuki 2023 perlu untuk ditularkan kepada para pemangku kepentingan (Stake holder) bisnis dan industri perunggasan, agar dapat secara bersama-sama membenahi sektor perunggasan sebagai bagian dari penyuplai bahan pangan sumber protein hewani yang penting bagi masyarakat Indonesia."
Ruminansia adalah sekelompok hewan yang dicirikan oleh aktivitas memamah biak atau mengunyah kembali bolus pakan yang sudah ditelan. Kegiatan itu dikenal dengan istilah ruminasi.
Follow
Livestock Review Indonesia
  • About
  • Term Of Service
  • Privacy Policy
  • Arsip Artikel
  • Gallery
  • Download
  • Contact Us
  • WP File download search
Dairy, Meat & Livestock Update, Portal Berita Peternakan
Design & Dev by IMAJIX DIGITAL

Input your search keywords and press Enter.