Livestockreview.com, Referensi. Swasembada daging sapi sudah menjadi komitmen bersama sejak tahun 2000, yang secara bertahap dilakukan upaya pencapaiannya sesuai dengan periode pembangunan lima tahunan oleh pemerintah secara nasional. Filosofinya adalah memperhatikan “ketersediaan, keterjangkauan dan kesinambungan” dalam konteks keseimbangan penawaran dan permintaan akan daging sapi.
Menurut “Cetak Biru PSDSK 2014” proyeksi populasi sapi potong untuk mencapai swasembada daging sapi pada tahun 2014 ditetapkan sebesar 14,2 juta ekor, namun berdasarkan hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah dan Kerbau (PSPK) pada tahun 2011 yang dilaksanakan oleh BPS, populasi ternak sapi potong ternyata telah mencapai 14,8 juta ekor, sapi perah 597,1 ribu ekor dan kerbau 1,3 juta ekor, sehingga pemerintah segera membuat kebijakan menurunkan kuota izin impor sapi bakalan maupun daging sapi (daging beku) secara drastis mengikuti asumsi cetak biru swasembada daging sapi.
Efek dari kebijakan tersebut tersebut adalah terjadi kelangkaan sapi siap potong di rumah Potong Hewan (RPH) beberapa daerah, diikuti dengan melambungnya harga daging sapi di pasar. Sesungguhnya, kenaikan harga daging sapi saat ini tidak memberikan keuntungan yang berlebih bagi peternak, karena sebagian besar marjin tataniaga telah dinikmati oleh pelaku pasar.
Kelangkaan sapi siap potong bahkan telah menyebabkan terkurasnya populasi ternak sapi perah yang masih produktif di daerah sumber bibit sapi perah. “Karut marut bisnis daging sapi” saat ini, telah sampai pada kondisi antiklimaks. Kondisi ini juga merupakan indikasi ketidaksiapan industri peternakan sapi potong rakyat berhadapan dengan perdagangan bebas yang sesungguhnya. Fenomena ini terjadi sejak kenaikan harga daging sapi pasca Hari Raya Idul Fitri tahun 2012 yang tidak kunjung turun sampai saat ini.
follow our twitter: @livestockreview
sumber: pb ispi | editor: soegiyono