
Menurut anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Viva Yoga Mauladi, sebagaimana revisi Permentan 20/ 2009 tentang Pemasukan dan Peredaran Karkas, Daging dan/ atau Jerohan dari Luar Negeri, ada beberapa persoalan mendasar yang harus ditegaskan. Pertama, Kemendag tidak boleh mengimpor daging bila tidak ada rekomendasi volume impor dari Kementan. Tugas Kementan adalah regulator, sedang Kemendag adalah operator. Bila tidak diatur tegas dan jelas, hal ini akan memicu penyimpangan kebijakan karena data yang dimiliki kedua kementrian biasanya berbeda.
“Kedua, perusahaan importir hitam tidak boleh menjadi pelaku karena terbukti menjadi penyebab rusaknya tata niaga daging,” tegas Viva, yang juga Wakil Ketua Fraksi PAN pada akhir pekan lalu. Viva mencatat, mafia daging yang mengendalikan harga daging di pasar mendapatkan keuntungan selisih harga yang besar. Harga daging sapi hidup sekitar Rp 18 ribu per kilogram. Namun sampai di pasar menjadi Rp 60 ribu per kilogram. “Pedagang pasar hanya mendapat untung Rp 3 ribu per kilogram saja dan sisanya dikendalikan oleh mafia daging,” tegas Viva.
Ketiga, kata Viva lagi, komitmen pemerintah untuk mengurangi importasi daging secara bertahap hingga tercapai target swasembada daging 2014 haruslah dilaksanakan serius dan sungguh-sungguh. Impor daging diharapkan tidak mematikan peternak lokal karena mereka menanggung dampak dari tingginya harga daging lokal akibat membanjirnya daging impor.
Terakhir, masih kata Viva, Dirjen Peternakan Kementan harus melakukan reformasi kebijakan untuk merealisaskan target swasembada daging 2014. Mulai dari strategi pembibitan, budidaya melalui inseminasi buatan, pemberantasan penyakit, sampai upaya meningkatkan partisipasi peternak lokal dalam membantu program swasembada.
sumber: rakyatmerdeka | editor: soegiyono