Livestockreview.com, Kampus. Peternakan merupakan bagian tidak terpisahkan dari masyarakat. Seperti yang terjadi di masyarakat di daerah Tegaltirto, Berbah, Sleman, Yogyakarta. Dengan populasi ternak sapi di desa tersebut yang berjumlah 142 ekor, tujuan pemeliharaan sapi di desa tersebut adalah untuk menghasilkan anak atau breeding.
Masyarakat Tegaltirto mendapatkan penghasilan, salah satunya adalah dengan menjual pedet hasil dari pemeliharaan indukannya. “Satu keluarga rata-rata memiliki 2 sampai 3 ekor ternak. Populasi di desa ini relatif tetap, karena usaha utamanya dari warga adalah menjual pedet,” kata Dosen Fakultas Peternakan UGM Dr. Miftahush S Haq di sela-sela kunjungan bersama para mahasiswa UGM, pada Minggu, (19/9). Kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan Program Berbah Berkah tersebut merupakan rangkaian kegiatan Program Holistik Pembinaan dan Pemberdayaan Desa (PHP2D) yang diprakarsai oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Miftah menambahkan, ada potensi yang belum termanfaatkan di desa yakni kotoran sapi. Jika seekor sapi rata-rata menghasilkan 10 kg kotoran per hari, maka kalau diperhitungkan, akan dihasilkan 1.420 kg kotoran sapi perhari di desa tersebut. Kotoran sapi yang tidak termanfaatkan akan berbahaya dan menyebabkan pencemaran lingkungan.
Hingga saat ini, sebagian besar peternak belum memanfaatkan kotoran sapi tersebut, dan dibiarkan begitu saja menumpuk di sekitaran kendang. Hal itu pada akhirnya akhirnya menimbulkan bau tidak sedap, mengganggu pemandangan dan hal yang paling tidak diinginkan adalah munculnya berbagai penyakit.
Berawal dari hal tersebut Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (BEM FAPET UGM) tergerak untuk turut serta membantu mengoptimalkan potensi tersebut. “Kotoran ternak di sini hanya ditumpuk dan beberapa dibuat di sekitaran kendang, terkadang ada yang mengambil untuk dibuat pupuk oleh orang di luar desa, dan para peternak memberikannya secara suka rela. Memang di sini sudah ada pembuatan kompos, namun masih belum optimal,” tutur Saryadi, salah satu anggota Kelompok Ternak Andini Mulyo, Tegaltirto.
Potensi pengembangan dan pasar pupuk kompos ini sangat besar, karena sekarang banyak petani yang mulai beralih ke pupuk kompos dan menghindari pupuk kimia. Rizky Aurell selaku Koordinator PHP2D BEM FAPET UGM menambahkan, adanya kegiatan ini sekaligus juga dapat menjadi media bagi para mahasiswa untuk melakukan praktik di lapangan secara langsung, dan menganalisis bagaimana potensi pengembangannya ke depan. “Upaya ini menjadi langkah awal dalam mengoptimalkan potensi kotoran sapi agar dapat berubah menjadi rezeki yang dapat menghidupi peternak di Tegaltirto,” kata Rizky Aurell. lr