Livestockreview.com, Kampus. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi dalam bidang pertanian, hal ini sangat mendukung masyarakat Indonesia khususnya para petani maupun peternak dalam mengexplorasi bidang tersebut. Dengan situasi seperti ini seharusnya Indonesia memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.
Namun terdapat kendala dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia, hal tersebut dapat dilihat salah satunya dari tingginya nilai impor daging Indonesia yang dimulai pada tahun 2004 (Kementan, 2010). Dalam mengatasi kendala tersebut pemerintah mengadakan program Swasembada Daging terkait dengan terus menerus dilakukan penyediaan bakal daging sapi lokal, terdapat berbagai upaya dalam mengatasi masalah tersebut yaitu dengan, (1) Penyediaan daging sapi lokal; (2) peningkatan produktivitas dan reproduktivitas ternak sapi lokal (3) pencegahan pemotongan betina produktif; (4) penyediaan bibit sapi; (5) pengaturan stok daging sapi dalam negeri.
Dalam mencapai swasembada daging dibentuk 13 kegiatan operasional karena terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan secara khusus dan memiliki dampak yang signifikan dalam pencapaian program ini. Kegiatan operasional tersebut adalah (1)
pengembangan usaha pembiakan dan penggemukan sapi lokal; (2) pengembangan pupuk dan biogas; (3) pengembangan integrasi ternak sapi dan tanaman; (4) pemberdayaan dan peningkatan kualitas RPH; (5) optimalisasi IB dan InKA; (6) penyediaan dan pengembangan pakan dan air; (7) penanggulangan gangguan reproduksi dan peningkatan pelayanan kesehatan hewan; (8) penyelamatan sepi betina produktif; (9) penguatan wilayah sumber bibit dan kelembagaan usaha; (10) pengembangan pembibitan sapi potong melalui VBC; (11) penyediaan bibit melalui subsidi bunga (KUPS); (12) pengaturan stok sapi bantalan dan
daging sapi; (13) pengaturan distribusi dan pemasaran sapi dan daging.
Program Swasembada Daging Sapi tahun 2014 ini merupakan program yang telah lama dicanangkan oleh pemerintah melalui Kementerian Pertanian Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan setelah gagal pada tahun 2010. Program ini bertujuan untuk dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak; penyerapan tambahan tenaga kerja baru; penghematan devisa negara; optimalisasi pemanfaatan potensi ternak sapi lokal; dan semakin meningkatnya penyediaan daging sapi yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH) bagi masyarakat sehingga ketentraman lebih terjamin.
Telah dianggarkan APBN 2009-2014
Untuk dapat menyukseskan program ini, telah terbit Peraturan Menteri Pertanian (permentan) No. 19/Permentan/OT.140/2/2010 Tentang Pedoman Umum Program Swasembada Daging Sapi 2014. Niat pemerintah sangat mulia maka seluruh lapisan masyarakat harus turut andil dalam pencapaian program ini karena swasembada daging sejatinya mengurangi kuota impor (impor maksimal 10%) dan memaksimalkan produksi daging sapi dalam negeri (produksi 90%).
Program ini telah dianggarkan dalam APBN tahun 2009-2014 sebesar Rp18,7 Triliun (Direktorat Pengembangan dan Penelitian KPK, 2013). Dalam pencapaian swasembada daging nasonal dapat dilihat dari total produksi daging dalam negeri agar dapat tercapainya swasembada maka diperlukan populasi sapi domestik (lokal) pada tahun 2014 sebesar 14,2 juta ekor, sehingga akan terdapat tambahan impor sapi bakalan sebanyak 85,40 ekor setara dengan daging sebesar 15,4 ribu ton dan daging 31,2 ribu ton.
Untuk menyukseskan program swasembada ini dapat dilakukan beberapa strategi pencapaian dengan keterkaitan antara pendekatan teknis, ekonomis, kelembagaan, pembiayaan, dan regulasi (Kementan, 2010). Dari beberapa pendekatan tersebut maka sudah sepantasnya program ini dapat direalisasikan dengan baik karena Kementerian Pertanian tidak dapat bekerja sendiri dan perlu adanya dukungan dari setiap elemen baik pemerntah maupun masyarakat.
Pendekatan pertama yaitu dengan pendekatan teknis merupakan strategi yang terkait dengan pembibitan, budidaya, kesehatan hewan, kesehatan masyarakat veteriner, dan pakan. Dengan adanya pendekatan ini maka akan terkait dengan langkah-langkah operasional secara tegas yang lebih rinci diuraikan ke dalam masing-masing pedoman teknis di setiap provinsi maupun kab/kota.
Pendekatan kedua yaitu pendekatan ekonomis yang merupakan suatu strategi untuk mengatur stock ternak sehingga dapat meningkatkan kemampuan produksi dalam negeri sebesar 90 % maka pencapaian swasembada daging dapat terealisasi.
Pendekatan ketiga yakni dengan melakukan pendekatan kelembagaan untuk melengkapi sumber daya manusia guna meningkatkan kapasistas dan kompetensi para pelaku kelembagaannya.
Pendekatan yang keempat yakni dengan melakukan pendekatan pembiayaan dengan mengutamakan biaya dalam penyediaan perbibtan dan kesehatan hewan. Pendekatan terakhir yaitu pendekatan regulasi antar pemerntah pusat dan daerah, dengan adanya sistem desentralisasi maka pemerintah daerah diharapkan mampu berkontribusi dalam pencapaian program ini.
Oleh karena itu, dengan berbagai macam pendekatan dan strategi pencapaian sudah sangat jelas maka perlu adanya komitmen seluruh aspek kehidupan masyarakat maupun setiap elemen penyelenggara Negara serta tidak diperkenankan lagi secara tegas adanya tindak pidana korupsi maupun perihal yang merugikan karena memanfaatkan program ini untuk kepentingan politis sehingga ketahanan pangan dalam hal ini ketersediaan daging dalam negeri dapat tercapai dan masyarakatpun tidak lagi diberatkan oleh melambungnya harga akibat dari supply-demand pasar untuk komoditi daging yang tidak sebanding.
Haris Ramdani, Moh.Suryana, dan Nurul Ikhwan, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Bandung
Finalis pada Call For Policy Paper dalam Temu Ilmiah Mahasiswa Peternakan Indonesia oleh ISMAPETI, di Bengkulu, 7-12 Nopember2013 | editor: sitoresmi fauzi
follow our official twitter: @livestockreview | follow our official instagram: livestockreview