Livestockreview.com, Berita. Perusahaan penggemukan (feedlotter) sapi harus berebut dengan blantik (pedagang ternak) untuk memperoleh pasokan sapi lokal. Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo) Joni Liano mengatakan, feedlotter terpaksa bersaing dengan blantik karena kondisi tata niaga ternak dalam negeri masih buruk dan efisiensinya rendah.
Salah satu dampaknya adalah biaya transportasi sapi di dalam negeri tinggi. Misalnya, biaya pengiriman sapi dari NTT ke Jakarta lebih tinggi daripada impor dari Australia. “Volume pengirimannya juga terbatas, sehingga efisiensinya kian rendah,” ujarnya di Jakarta, belum lama ini.
Akibat buruknya tata niaga, menurut Joni, harga sapi di pasar juga lebih tinggi lebih tinggi ketimbang di tingkat peternak. Jika harga di peternak hanya Rp 21 ribu per kilogram (kg) berat hidup, harga di pasar bisa mencapai Rp 24 ribu per kg berat hidup. follow our twitter: @livestockreview
penulis: dedi bowo | editor: soegiyono