Livestock Review Indonesia
  • Home
  • Fokus Utama
  • News
  • Bisnis
  • Referensi
  • Artikel Lainnya
    • Produk Olahan
    • Opini
    • Riset
    • Tokoh
    • Kampus
    • lain-lain
    • Gallery
  • About
    • Tentang Kami
    • Pemasangan Iklan
    • Contact Us
  • Download

Follow us

Facebook
Twitter
Instagram
Livestock Review Indonesia
2K Likes
2K Followers
0 Followers
Livestock Review Indonesia
  • Home
  • Fokus Utama
  • News
  • Bisnis
  • Referensi
  • Artikel Lainnya
    • Produk Olahan
    • Opini
    • Riset
    • Tokoh
    • Kampus
    • lain-lain
    • Gallery
  • About
    • Tentang Kami
    • Pemasangan Iklan
    • Contact Us
  • Download
  • Fokus Utama
  • Opini

Adakah Keadilan di Industri Perunggasan?

  • Livestock Review
  • Oct 4, 2019
  • No comments
Total
0
Shares
0
0
0
0
0

Livestockreview.com, Opini. Peternak ayam ras beberapa kali turun ke jalan melakukan aksi unjuk rasa. Mereka terpaksa menempuh parlemen jalanan karena sejumlah pertemuan dengan perwakilan pemerintah dan perusahaan perunggasan berlangsung tanpa hasil, padahal usaha ternak mereka tengah menuju jurang kehancuran.

Harga ayam hidup yang mereka produksi berada di bawah harga pokok produksi (HPP). Peternak terpaksa menjual ayam seharga Rp 8.000 per kilogram, sedangkan harga pokok produksi (HPP) Rp 18.500 per kg. Ironisnya, harga ayam yang kelewat rendah itu tak berlaku di pasar. Konsumen tetap membeli ayam dengan harga di atas Rp 30 ribu per kg. Realitas harga ayam hidup di tingkat peternak selalu di bawah HPP terjadi sejak September 2018. Kerugian selama setahun terakhir, menurut kalkulasi Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar), mencapai Rp 3 triliun.

Pelaku usaha di industri perunggasan beragam. Kekuatan mereka tidak seimbang. Pertama, perusahaan integrator. Dalam perusahaan tersebut, seluruh usaha dilakukan oleh perusahaan terintegrasi (terpadu), dari hulu hingga ke hilir. Kedua, perusahaan yang memproduksi bibit hingga budi daya. Kedua perusahaan ini bermodal kuat, memakai teknologi moderen, terintegrasi secara vertikal, dan mengendalikan pasar. Ketiga, peternak plasma atau mitra dari perusahaan pertama dan kedua. Mereka mendapatkan kemudahan akses pasar dan input produksi, yakni bibit ayam umur sehari atau DOC, pakan, vaksin, dan obat-obatan.

Keempat, peternak mandiri. Biasanya skala usaha mereka kecil, memakai modal sendiri, rendah akses pasar, dan tanpa afiliasi langsung dengan perusahaan terintegrasi. Kelima, pedagang perantara (broker). Broker menjadi tumpuan semua pelaku usaha, dari peternak mandiri hingga integrator, dalam memasarkan hasil ternaknya hingga ke konsumen di pasar becek atau pasar tradisional. Meskipun tidak beternak sendiri, broker memiliki kekuatan besar, bahkan mendominasi, dalam menentukan harga di pasar.

Perusahaan integrator sudah tentu tak menghendaki harga jatuh. Namun, karena posisinya kuat, harga jatuh boleh jadi merupakan bagian dari praktik perang harga (predatory pricing). Tujuannya apalagi kalau bukan untuk mematikan pesaing. Saat ini ada 12 perusahaan konglomerasi unggas. Mereka berulang kali mempertontonkan praktik perang harga. Mereka mampu merugi berbulan-bulan untuk menghancurkan kompetitor. Strategi “bakar uang” itu dilakukan untuk target jangka panjang: menguasai pasar.

Hal ini tampak dari dua indikasi. Pertama, beberapa dekade lalu peternak rakyat menguasai pangsa pasar unggas sekitar 80 persen, tapi kini tinggal 20 persen. Sisanya telah dikuasai integrator dan mitra. Kedua, di tengah kebangkrutan peternak rakyat, integrator mampu membukukan keuntungan signifikan. Misalnya, pada 2018, Japfa, salah satu integrator, memperoleh keuntungan Rp 2,17 triliun, naik 132,4 persen dari keuntungan pada 2017. Keuntungan tersebut terkerek oleh harga pakan dan DOC. Jadi, harga ayam yang jatuh terkompensasi oleh pakan dan DOC.

Konstitusi menjamin hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi hidup dan kehidupan setiap warga negara. Artinya, pemerintah sebagai pemegang mandat dari negara berkewajiban melindungi dan mengembangkan aneka pekerjaan dan sumber penghidupan rakyat. Maka, pemerintah yang berhasil adalah pemerintah yang melindungi dan menciptakan aneka pekerjaan dan sumber penghidupan masyarakat, bukan malah mematikannya. Keadilan inilah yang dituntut peternak rakyat lewat jaminan kepastian usaha. Usaha peternak rakyat harus ditempatkan setara dengan integrator.

Tuntutan keadilan peternak rakyat itu memiliki pijakan kuat. Pasal 29 ayat 5 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan menggariskan “pemerintah berkewajiban untuk melindungi usaha peternakan dalam negeri dari persaingan tidak sehat di antara pelaku pasar”. Mandat serupa ada di Pasal 3b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Ketika ada dualisme di pasar, Komisi Pengawas Persaingan Usaha memiliki mandat untuk memberikan rekomendasi kepada pemerintah, khususnya mengenai kebijakan industri, yang menjamin harmonisasi kegiatan usaha, eksistensi, pertumbuhan, serta efisiensi usaha kecil dan menengah ketika mereka bergerak di bidang usaha yang sama dengan usaha besar (Ruky, 2015).

Kebijakan yang berkeadilan perlu dituangkan dalam aturan yang memiliki kekuatan hukum memaksa agar semua pihak mematuhinya. Inilah kelemahannya selama ini. Di hulu, perlu kecermatan dalam menghitung kebutuhan benih ayam dan kepatuhan afkir dini sesuai dengan waktu. Perlu pula opsi menyediakan harga khusus jagung buat pakan ternak, komponen penting di industri perunggasan. Di hilir, perlu ada pemisahan pasar. Pasar becek ditujukan bagi peternak, pasar modern untuk kebutuhan hotel, restoran, dan katering, kemudian pasar ekspor untuk integrator. Berikutnya, perlu ada kepastian perlindungan harga sesuai dengan harga acuan pembelian di produsen: Rp 20-22 ribu per kg (Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2018).

follow our ig: @livestockreview.com

penulis: khudori, anggota pokja dewan ketahanan pangan | sumber: tempo | editor: apriliawati

Livestock Review

Livestockreview.com didedikasikan untuk turut memajukan industri peternakan dan produk hasil olahannya di tanah air. Diasuh oleh para ahli di bidangnya, Livestockreview.com menjadi ajang update informasi bagi para pelaku bisnis dan industri peternakan Indonesia.

Previous Article
  • Fokus Utama
  • Referensi

Melihat Peternakan Apung Pertama di Dunia

  • Livestock Review
  • Oct 4, 2019
Baca selengkapnya...
Next Article
  • Bisnis
  • Fokus Utama

Melirik Bisnis Ternak Lebah Madu

  • Livestock Review
  • Oct 14, 2019
Baca selengkapnya...

Baca Artikel lainnya

Baca selengkapnya...
  • Fokus Utama
  • Referensi

Mikroba Rumen: Kecil Jasadnya, Besar Fungsinya

  • Mar 9, 2023
Baca selengkapnya...
  • Bisnis
  • Fokus Utama

Akselerasi Teknologi Tepat Guna untuk Perunggasan Indonesia

  • Feb 27, 2023
Baca selengkapnya...
  • Bisnis
  • Fokus Utama

Teknologi yang Menentukan Daya Saing Industri Perunggasan Nasional

  • Feb 1, 2023
Baca selengkapnya...
  • Fokus Utama
  • Referensi

Ekologi dan Kesehatan Rumen

  • Jan 25, 2023
Baca selengkapnya...
  • Fokus Utama
  • Referensi

Pentingnya Memahami Feed Intake

  • Jan 16, 2023

Trending

  • 1
    • Fokus Utama
    • Referensi
    Mikroba Rumen: Kecil Jasadnya, Besar Fungsinya
  • 2
    • Bisnis
    • Fokus Utama
    Akselerasi Teknologi Tepat Guna untuk Perunggasan Indonesia
  • 3
    • Bisnis
    • Fokus Utama
    Teknologi yang Menentukan Daya Saing Industri Perunggasan Nasional
  • 4
    • Fokus Utama
    • Referensi
    Ekologi dan Kesehatan Rumen
  • 5
    • Fokus Utama
    • Referensi
    Pentingnya Memahami Feed Intake
 

Instagram

livestockreview
Indonesia Livestock Club (#ILC25): Kesiapan Industri Perunggasan Menyambut Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri
Beberapa menit setelah lahir, ruminansia muda yang sering disebut pre-ruminant, terekspos dengan bermacam-macam mikroba sejak mulai di saluran organ reproduksi dan vagina, saliva, kulit, dan feses induknya. Ketika lahir, induknya menjilat-jilat dan memakan lendir dan cairan yang menyelimuti tubuh anaknya.
Salah satu kunci untuk dapat bertahan di perunggasan adalah melalui efisien dan peningkatan produktifitas yang dapat terwujud dengan penggunaan teknologi.
Perkembangan teknologi digital telah membantu perkembangan industri perunggasan menjadi lebih efisien, dengan adanya peran big data, cloud, internet untuk segala (IoT), dan kecerdasan buatan (AI) yang dapat meningkatkan produktifitas bisnis dan industri perunggasan di tanah air.
Sikap optimis dalam memasuki 2023 perlu untuk ditularkan kepada para pemangku kepentingan (Stake holder) bisnis dan industri perunggasan, agar dapat secara bersama-sama membenahi sektor perunggasan sebagai bagian dari penyuplai bahan pangan sumber protein hewani yang penting bagi masyarakat Indonesia."
Ruminansia adalah sekelompok hewan yang dicirikan oleh aktivitas memamah biak atau mengunyah kembali bolus pakan yang sudah ditelan. Kegiatan itu dikenal dengan istilah ruminasi.
Follow
Livestock Review Indonesia
  • About
  • Term Of Service
  • Privacy Policy
  • Arsip Artikel
  • Gallery
  • Download
  • Contact Us
  • WP File download search
Dairy, Meat & Livestock Update, Portal Berita Peternakan
Design & Dev by IMAJIX DIGITAL

Input your search keywords and press Enter.