Livestockreview.com, Opini. Bermula dari kasus kematian mendadak ribuan ekor itik di Brebes, Jawa Tengah, hingga awal tahun ini angka itu mencapai 51 ribu ekor. Di Jateng, kematian unggas itu mencapai 61 ribu, dan secara nasional 150 ribu ekor.Ini bukan angka kecil mengingat epidemiologi mengenal fenomena grafik gunung es. Kenampakan pada gejala mortalitas dan morbiditas hanya bagian kecil dari prevalensi yang sesungguhnya.
Kematian itik yang disebabkan oleh flu burung atau Avian Influenza (AI) di Indonesia merupakan hal baru. Tahun 2004, wabah itu terjadi pada ayam. Adapun itik dan unggas air yang lain diteorikan sebagai reservoir, yakni hewan sumber penularan tanpa ia sendiri terkena penyakit.
Tidak salah bila terkait flu burung yang menyerang itik dipahami sebagai bagian dari proses mutasi virus. Petugas peternakan di lapangan kaget dihadapkan pada situasi ’’aneh’’ karena menganggap itik masih tetap berstatus reservoir. Logis bila sampai dengan kematian puluhan ribu ternak, mereka masih menyatakan ’’diduga’’dan akan dipastikan melalui serangkaian pengujian lab.
Hal seperti ini sering mengakibatkan kelambatan penanganan. Sebenarnya kalau diagnosis dilakukan secara klinis maka segera dapat dinyatakan dengan clinically AI positive or negative.
Sementara Menteri Pertanian menyatakan, serangan virus flu burung yang menyebabkan kematian mendadak pada itik itu menyebar ke 6 provinsi, yaitu Jateng, Jabar, Jatim, Banten, Lampung, dan Sulawesi Barat. Masih mendasarkan pada dugaan, virus berasal dari itik impor.
Mewaspadai serangan virus flu burung berarti terkait dengan kepentingan penyelamatan usaha ternak itik yang notabene ekonomi kerakyatan, dan pencegahan wabah flu burung pada manusia. Saat ini struktur virus penyebab flu burung mengalami mutasi sehingga itik yang semula reservoir berubah menjadi hewan rentan. Jadi, dua pendapat apakah virus berasal dari importasi (versi Kementan) atau hasil mutasi (versi Kemenkes) sama-sama memiliki pembenaran, dan masyarakat tidak perlu memperdebatkan.
suara | harjuli hatmon0 perhimpunan dokter hewan indonesia jateng I | editor: soegiyono
follow our twitter: @livestockreview