Livestockreview.com, Referensi. Telur-telur yang yang dijual untuk konsumsi masyarakat sebagian besar berasal dari peternak yang khusus memproduksi telur konsumsi. Selain itu ada juga telur-telur tetas yang tidak memenuhi standar untuk ditetaskan dari usaha pembibitan. Di samping telur segar yang dihasilkan oleh kedua sumber tadi, terdapat pula telur-telur yang sudah dieramkan tetapi ternyata infertil. Kualitas dari telur-telur tersebut tentu saja berbeda.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesiac (SNI), di Indonesia telur konsumsi dibagi dalam dua tingkatan mutu yaitu kualitas 1 dan kualitas 2. Kualitas telur memang ditentukan oleh beberapa ciri yang terdapat pada telur, tetapi penentu utamanya adalah kekentalan putih telurnya. Kualitas telur dalam keadaan terbaik adalah saat belum ditelurkan, belum terbentuk kantong udara, bagian putih telur yang kental 60.0% sedangkan yang cair 40.0%.
Begitu ditelurkan akan terjadi penguapan H2O dan CO2 dari dalam telur yang akan mengakibatkan terbentuknya kantong udara, terjadinya perubahan derajat keasaman (pH) putih telur dari 7,6 menjadi 9. Kondisi ini memicu terjadinya perubahan-perubahan pada isi telur sebagai berikut:
- Putih telur kental mencair karena terjadinya reaksi antara dua jenis protein yang terdapat dalam putih telur yaitu ovomusin dengan lisosim. Suhu lingkungan yang hangat dan kelembapan udara yang rendah mempercepat laju pencairan putih telur. Telur yang bagian putihnya sudah mencair bila diteropong akan kelihatan terang (padang).
- Posisi kuning telur yang beberapa hari setelah ditelurkan masih berada di bagian tengah dari telur, bergeser karena diikat oleh kalaza, bergerak ke pinggir bahkan dapat menempel pada kerabang. Penurunan kualitas telur yang berkelanjutan menyebabkan lebih banya air dari putih telur merembes ke dalam kuning telur.
Telur-telur yang telah turun kualitasnya masih layak untuk dikonsumsi selama kerabangnya masih utuh dan belum ada tanda-tanda kebusukan. Sumber: MIPI