Livestockreview.com, Referensi. SPORA Bacillus Anthrax, bakteri penyebab penyakit antraks mampu bertahan pada suhu panas di atas 43 derajat Celcius. Di dalam tanah, ternyata spora bakteri ini mampu bertahan sampai dengan 40 tahun. Apabila lingkungan memungkinkan, yaitu panas dan lembab maka spora dapat menjadi bentuk bakteri biasa (vegetatif) yang mampu berkembang biak (membelah diri) dengan sangat cepat. Itulah sebabnya, penyakit ini cenderung berjangkit pada musim kemarau.Penyakit antraks merupakan salah satu penyakit dengan prevalensi yang tinggi di Benua Asia, dengan sifat serangan sporadik. Kawasan endemik antraks di Indonesia meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.Gejala umum penyakit antraks terjadinya demam dengan suhu badan yang tinggi dan hewan kehilangan nafsu makan. Sedangkan gejala yang bersifat khs: gemetar, ngantuk, lumpuh, lelah, kejang-kejang, mulas, bercak merah pada membran mukosa, mencret disertai darah, sulit bernapas sehingga mati lemas dan terdapat bisul yang makin membesar berisi nanah kental berwarna kuning.
Manusia yang terinfeksi dan menderita penyakit antraks ditandai dengan gejala: suhu badan tinggi, mual-mual dan terjadi pembengkakan kelenjar getah bening di sekitar leher, dada dan ketiak.
Cara Penularan
Pada hewan-hewan pemakan rumput, lapangan penggembalaan yang tercemar Bacillus Anthrax (B.a) merupakan media penyaluran penyakit yang paling efektif. B.a. masuk ke dalam tubuh lewat pakan atau air minum melalui mulut. Nanah yang keluar dari bisul pecah banyak mengandung B.a. dapat mencemari lingkungan sekitarnya. Darah ternak yang positif sakit antraks banyak mengandung B.a. sehingga melakukan penyembelihan memungkinkan darah menyebar dan merupakan sumber penularan penyakit.
Penularan penyakit antraks pada manusia pada umumnya karena manusia mengonsumsi daging yang berasal dari ternak yang mengidap penyakit tersebut. Meskipun hanya mengonsumsi dalam jumlah kecil, B.a. mempunyai daya menimbulkan penyakit sangat tinggi. Terlebih pada saat pertahanan tubuh manusia menjadi rendah akibat: kelaparan, defisiensi vitamin A, keracunan (alkohol), kepayahan, iklim yang jelek (sangat dingin/panas) dan cekaman (stres).
Di samping itu penularan pada manusia dapat melalui luka. Seyogianya peternak yang memiliki luka pada bagian tubuhnya tidak masuk kandang ternak atau merawat ternak yang diduga terserang penyakit antraks. Penularan penyakit dari manusia ke manusia jarang terjadi meskipun ada kontak langsung dengan penderita.
Kiat pengobatan
Penyakit antraks sudah lama ada sehingga para ahli sudah menemukan obat maupun penangkalnya. Bagi ternak yang mengidap penyakit ini dapat diobati dengan menggunakan preparat antibiotika penicillin atau tetracyclin dosis tinggi lewat suntikan per intramuskuler. Pengobatan ini cukup efektif bila diberikan pada awal gejala penyakit mulai terlihat. Maka itulah sebabnya deteksi dini terhadap penyakit ini sangat diperlukan.
Bagi manusia yang terinfeksi penyakit antraks dapat diobati dengan serum Anthracocidin, yaitu suatu zat yang dapat menghancurkan B.a. Sedangkan pencegahan agar ternak tidak terserang penyakit antraks dapat dilakukan imunisasi menggunakan vaksin antraks. Dengan adanya obat-obat ini, masyarakat diimbau tidak perlu panik dalam menghadapi berjangkitnya penyakit antraks akhir-akhir ini.
Mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner, pada Bab V (Pengawasan dan Pengendalian Zoonosa Lainnya), Pasal 27 ayat 1 menyebutkan pengawasan dan pencegahan zoonosa merupakan kewajiban pemerintah dan dilaksanakan bersama antara instansi-instansi yang langsung atau tidak, berkepengintan dengan kesejahteraan dan kepentingan umum.
Dari pasal tersebut dapat dipahami pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kota maupun kabupaten bertanggung jawab terhadap pengawasan dan pengendalian penyakit zoonosa. Instansi-instansi yang terlibat langsung dengan urusan tersebut adalah: Pemerintah Daerah (Depdagri), Dinas Peternakan/Pertanian (Deptan), Dinas Kesehatan (Depkes), dan Perguruan Tinggi/Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan (Depdiknas). Tim ini harus segera membuat program pengendalian penyakit antraks, dengan langkah konkret.
Langkah Pencegahan
Langkah pencegahan dimaksudkan agar ternak-ternak yang ada tidak tertular penyakit antraks selama jangka waktu tertentu. Dengan meningkatkan kekebalan ternak setelah dilakukan suntikan pencegahan menggunakan vaksin tertentu secara periodik. Untuk kawasan endemik antraks, vaksinasi seharusnya diulang setiap tahun secara kontinyu. Keberhasilan langkah ini sangat ditentukan oleh kemudahan dan ketersediaan vaksin. Untuk itu, Dinas Peternakan/Pertanian harus bertanggung jawab dalam pengadaan vaksin.
Langkah Pengawasan
Langkah ini untuk memantau kesehatan ternak secara umum di suatu wilayah (dukuh, desa, kecamatan), khususnya terhadap penyakit antraks. Petugas Dinas Peternakan/Pertanian harus mampu merangkul seluruh anggota kelompok tani ternak di wilayahnya agar mau melaporkan kondisi kesehatan ternaknya dari waktu ke waktu. Peternak harus diyakinkan bahwa ternak yang keluar (dijual) atau yang masuk (dibeli) benar-benar dalam keadaan sehat.
Pengawasan lalu lintas ternak antarprovinsi hendaknya lebih diperketat, agar ternak-ternak yang sakit tidak berpindah wilayah sehingga penyebaran penyakit dapat dicegah. Pemerintah hendaknya menerapkan dengan ketat pengawasan kesehatan masyarakat veteriner, dengan penyembelihan ternak dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan melalui pemeriksaan kesehatan prapenyembelihan dan pascapenyembelihan. Hanya daging yang berasal dari ternak yang sehat yang boleh diperdagangkan dan dikonsumsi. Pelanggaran dari larangan ini dapat dikenakan pidana berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
Pembinaan dan Bimbingan
Hubungan baik antara petugas/tim pembina dan pembimbing dengan masyarakat peternak harus tetap dipelihara dan dipupuk, melalui kegiatan pendidikan/pelatihan, penyuluhan maupun sarasehan secara berkala, utamanya di kawasan endemik antraks. Langkah pembinaan dan pembimbingan tersebut antara lain dengan mengadakan kegiatan:
a. Sosialisasi Undang-undang Republik Indonesia No 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner. Sosialisasi hendaknya dilakukan secara menarik sehingga hak dan kewajiban peternak dapat dipahami dan disadari dengan baik.
b. Penyuluhan tentang manajemen zooteknis ternak potong (sapi, kerbau, kambing, domba dan babi) dengan tekanan pada manajemen pencegahan dan penanganan penyakit.
c. Pelatihan usaha ternak potong guna meningkatkan keterampilan peternak, meliputi: sistem perkandangan, pakan, pemeliharaan, penyakit dan penanggulangannya, pengaturan produksi/panen serta analisis ekonomi.
Dengan kegiatan ini maka peternak akan merasa diperhatikan dan menjadi lebih tahu sehingga lebih mudah dilibatkan dalam upaya pengendalian penyakit antraks.
SM | adaptasi dari analisis Dr. Djarot Harsojo Reksowardojo, Fakultas Peternakan Undip | editor: soegiyono