Livestockreview.com, Berita. Kongres para sarjana peternakan yang tergabung dalam Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) digelar di Makassar, Sulawesi Selatan pada 5 Oktober ini, dan dibuka secara resmi oleh Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Syahrul Yasin Limpo.
Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar ISPI periode 2006-2010 Yudhi Guntara Noor melaporkan, ISPI berdiri sejak 1968 atau 42 tahun lalu. pendirian organisasi profesi di bidang peternakan ini dimotori oleh para sarjana peternakan yang merasakan perlunya suatu wadah bagi para sarjana peternakan dalam upaya mengaplikasikan ilmunya di tengah masyarakat, sekaligus untuk berperan dalam memajukan industri peternakan di Indonesia.
Guntara mengatakan,” terdapat tiga kelompok besar yang menjadi tulang punggung eksistensi ISPI, yakni yang pertama kalangan akademisi,yaitu para sarjana peternakan yang banyak beraktifitas di lingkungan pendidikan dan penelitian.
Kelompok kedua yakni para sarjana peternakan yang banyak bergerakd i bidang swasta atau privat. kelompok ketiga yakni kalangan sarjana peternakan yang bekerja di birokrasi atau pemerintahan,”jelas Guntara.Ketiga kelompok inilah yang berperan penting dalam memajukan ISPI hingga 42 tahun tahun ini. Ketiga kelompok ini dikenal sebagai jalur ABG, yakni akademisi, birokrasi dan govorment.
Dalam perjalanan 42 tahun eksistensi ISPI, Guntara melaporkan, pengurus ISPI terbagi dalam 2 tahap, yakni 20 tahun pertama memfokuskan diri pada eksistensi ISPI dan peletakan dasar-dasar pembangunan peternakan di Indonesia. Hal ini terlihat dari profil pengurus ISPI yang kala itu banyak yang berasal dari kalangan birokrasi. pada 20 tahun berikutnya hingga kini, kepengurusan ISPI banyak digerakkan oleh kalangan swasta -seiring dengan tantangan domestik dan global yang mengharuskan organisasi untuk merespon perubahan tersebut. “Kepengurusan ISPI saat ini banyak diisi oleh para kader-kader muda sarjana peternakan Indonesia,” tutur Guntara.
Lebih jauh Pak Ketua menjelaskan, tantangan sarjana peternakan dewasa ini makin berat, terlebih saat ini industri peternakan telah terintegrasi dengan komoditi lain baik pangan, pakan maupun energi.
Tantangan yang harus dihadapi sarjana peternakan itu yakni:
– keterjangkauan produk peternakan di masyarakat
– kemandirian peternakan domestik
– ketersediaan produk hasil ternak dalam negeri
– tingginya harga komoditi peternakan sebagai akibat naiknya input produksi peternakan
– adanya perdagangan bebas yang memiliki pengaruh langsung dengan industri peteranakan -yang secara global telah saling mempengaruhi.
Dengan jumlah penduduk 240 juta, Guntara mengharapkan kebutuhan daging domestik bisa dipenuhi oleh para pelaku dari dalam negeri. Disinilah peran penting para sarjana peternakan, untuk menguatkan industri peternakan domestik, menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Program 1 juta ekor sapi di Sulsel
Gubernur Yassin Limpo melihat, sebenarnya Indonesia tidak perlu impor sapi. “Barangkali yang perlu diimpor saat ini adalah bibit sapi, untuk bisa menjadi awal dari pengembangan industri peternakan di Indonesia,” kata Gubernur dalam sambutannya pada saat membuka Kongres ISPI X.untuk mewujudkan hal itu, terlebih dahulu harus dibersihkan berbagai sumbatan-sumbatan penghambat terlaksananya hal itu, baik di birokrasi, sistem insentif, maupun sistem pemasarannya.Untuk Sulawesi Selatan, Gubernur bahkan telah mencanangkan program 1 juta ekor sapi untuk memenuhi kebutuhan daging sapi di Sulsel dan untuk provinsi lain yang membutuhkannya.
Yasin Limpo memang memiliki komitment tinggi di bidang peternakan. Disamping menggenjot peningkatan populasi sapi di wilayahnya, ia juga menggandeng kalangan TNI (militer) untuk membantu menyukseskan program 1 juta ekor sapi tersebut.”Setiap anggota TNI kami tugaskan untuk mengawasi 5 kepala keluarga yang memelihara ternak, dan ternak yang dipelihara tersebut tidak boleh ada yang mati,’ ujar Gubernur. Dengan berbagai cara tersebut, ia berharap masyarakat Sulsel tidak perlu mengimpor daging dari luar negeri, karena telah bisa dicukupi dari para peternak lokal.Bisnis peternakan di Sulsel, jelas Yasin Limpo memberi kontribusi nyata pada pertumbuhan ekonomi daerah. “Pertumbuhan perekonomian daerah SUlsel saat ini tercatat 9,14%,” jelasnya. red