Livestockreview.com, News. Pemenuhan kebutuhan daging dan susu nasional perlu mendapat dukungan yang kuat, agar kecendruangan volume impor dapat dikurangi untuk dapat menghemat devisa sekaligus bisa menggerakkan roda perekonomian domestik.Kondisi ini harus diwaspadai karena dapat menyebabkan kemandirian dan kedaulatan pangan hewani khususnya daging sapi dan susu semakin jauh dari harapan. Indonesia saat ini masih mengimpor daging sebesar 30 persen dan susu 70 persen untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri.
Impor ternak sapi, daging dan susu yang semakin besar dan melebihi kebutuhan konsumsi dalam negeri akan meningkatkan ketergantungan bangsa Indonesia terhadap bangsa lain dan dapat mengancam kedaulatan bangsa.
“Impor yang sebelumnya dimaksudkan sekadar mendukung dan menyambung kebutuhan daging dan susu domestik, ternyata justru telah berpotensi mengganggu usaha agribisnis sapi potong dan sapi perah lokal,” kata Deputi Ilmu Pengetahuan Hayati-LIPI, Dr Siti Nuramaliati Prijono dalam seminar nasional dan forum komunikasi Industri Peternakan yang digelar di Kota Bogor, belum lama ini.
Siti memaparkan, konsumsi daging sapi mempunyai korelasi yang kuat dengan PDB per kapita di berbagai negara. Tahun 1961, rata-rata PDB per kapita di dunia sebesar US$ 2,676 dan konsumsi daging per kapita rata-rata sebesar 23 kg. Jumlah PDB naik tahun 2001, menjadi US$ 5,611 dan konsumsi meningkat menjadi 38 kg.
“Pada 2030, PDB diharapkan naik menjadi US$ 7,600 per kapita dan konsumsi naik menjadi 45 per kapita (berdasarkan literatur Daryanto, A, 2009),” ujarnya.
Dengan populasi penduduk Indonesia yang diprediksikan mencapai 273,1 juta pada 2025 bila rata-rata laju pertumbuhan penduduk per tahun 1 persen (tahun 2008 masih 1,175 persen) (Agenda Riset Nasional, 2010), maka tahun 2030 penduduk Indonesia akan lebih dari 286 juta jiwa.
Apabila mengikuti konsumsi daging masyarakat dunia tahun 2030 sebesar 43 kg per kapita, Indonesia harus menyiapkan daging sebesar 12,3 juta ton. Menurutnya, hal tersebut menjadi angka yang fantastik karena saat ini Indonesia baru bisa memproduksi daging sekitar 350 ribu ton. “Gambaran ini terlihat betapa besar tantangan sekaligus peluang bagi agribisnis peternakan Indonesia,” ujarnya.
“Aplikasi bioteknologi peternakan menjadi salah satu solusi yang perlu dipertimbangkan karena mampu meningkatkan populasi dan mutu genetik ternak,” ujarnya.
Kepala Pusat Peneliti Bioteknologi LIPI, Dr Witjaksono menambahkan, peningkatan produksi dan produktivitas ternak melalui penciptaan ternak-ternak unggul lokal perlu dilakukan guna menaikkan populasi dan mutu genetik. “Aplikasi teknologi ini sangat strategis sebagai upaya pengembangan ternak sapi potong dan sapi perah nasional menuju swasembada daging dan susu,” ujarnya.
penulis: h3st1 | editor: sofie rina